Senyuman Emil

Suara dering telepon membangunkan seorang lelaki, tangan kanannya, meraba sisi ranjang disebelahnya, sayangnya dia tak berhasil meraihnya.

Saat hendak bangkit, dia dikejutkan dengan tangan lembut seorang wanita yang memeluk pinggang polosnya.

Dia melebarkan matanya, dia melihat langit-langit kamar yang ditempatinya, dia berdecak, astaga dia benar-benar khilaf semalam.

Emil mengelus punggung polos wanita yang tengah memeluknya, "Bel, lepaskan dulu tangan kamu, aku mau bangun," pintanya dengan suara pelan.

"Entar aja koh, aku masih pengen peluk," gumam wanita berambut panjang yang masih betah memejamkan matanya.

"Bentar aja, aku mau lihat siapa yang menelpon,"

Meski rasanya tak rela, Bella tetap melepaskan pelukan itu, setelahnya Emil langsung bangkit, mengambil celana panjangnya, yang tercecer di samping ranjang, dia mengecek beberapa notifikasi di ponselnya, ada beberapa panggilan tak terjawab dari rumah sakit.

Dia menelpon balik salah satu perawat yang biasa menemaninya saat praktek di poli kebidanan.

"Halo Ka, ada apa kamu menghubungi saya?" tanyanya.

"Dokter Emil dimana? Kenapa belum datang? Tidak biasanya dokter terlambat," jawab Ika.

Emil melihat jam di ponselnya, astaga harusnya dia masuk setengah jam yang lalu, "Maaf saya kesiangan, kemarin abis nganter anak-anak ke rumah nonno nya sampai malam, tapi saya akan datang secepatnya,"

"Baik dok, hati-hati di jalan, apa perlu saya pesankan sarapan?"

"Boleh Ka, yang kayak biasa aja ya!" Setelah mendapatkan sahutan dari seberang sana, Emil mengakhiri panggilannya.

Dia juga sempat membalas pesan dari salah satu putranya, yang menanyakan keberadaannya.

Tangan lembut itu kembali memeluknya, "Siapa koh?" mantan gadis itu masih betah memejamkan matanya.

"Tadi Ika, salah satu perawat yang biasa membantu aku di poli, oh ya aku harus berangkat sekarang,"

Bella mengeratkan pelukannya, "Aku sendirian dong," ucapnya manja.

Emil mengelus rambut panjang itu lembut, "Aku usahakan menyelesaikan secepatnya, entar aku pesankan makanan, kamu istirahat dulu ya! Aku tau kamu pasti lelah,"

Bella membuka matanya, "Tapi jangan lama-lama ya, entar aku kangen,"

Astaga melihat wajah imut wanita itu, membuat Emil malas berangkat, rasanya ingin menghabiskan waktu bersama, sayangnya ada kewajiban yang harus dipenuhi, "Sebentar aja ya! Aku nggak akan lama,"

Bella melepaskan pelukannya, dan membiarkan lelaki itu bangkit dari ranjang, "Aku pinjam handuk, aku mau mandi dulu,"

Bella menyebutkan letak handuk dan sikat gigi baru untuk Emil.

Tak sampai sepuluh menit, lelaki itu keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang melilit di pinggangnya, di mendapati sebuah kemeja hitam diatas ranjang, juga dalam dan celana formal.

"Aku juga beliin kamu kemeja dan celana juga dalaman baru, aku lupa, soalnya ada di koper satu lagi," Bella duduk bersandar di kepala ranjang.

Emil tersenyum sembari berucap terima kasih, "Nanti aku pesankan makanan dibawah, buat kamu sarapan, maaf aku nggak bisa menemani kamu,"

Bella mengangguk lemah. "Nanti aku usahakan membawa salep dan obat buat kamu, jadi kamu istirahat aja ya!" Sambung Emil.

"Sebelum berangkat peluk aku dulu," pinta Bella merentangkan tangannya.

Emil yang baru saja selesai mengenakan celana formal berwarna hitam, menghampiri wanita itu, memeluknya dan mengecup keningnya.

"Bawa paper bag itu, anggap aja bekal buat kamu, supaya kamu ingat aku terus," Bella menunjuk ke meja pantry.

Emil mengangguk, sembari tersenyum, sekali lagi dia mengucapkan terima kasih.

***

Baru saja Emil memasuki lobby rumah sakit, Ika menghampirinya, "Dok, langsung ke IGD, ada pasien kecelakaan baru saja masuk, dan beliau sedang hamil,"

Emil bergegas melangkahkan kakinya menuju IGD, di sana sedang sibuk-sibuknya, karena terjadi kecelakaan beruntun tak jauh dari rumah sakit.

Salah satu pasien sedang hamil besar, mengalami pendarahan dan tidak sadarkan diri, karena terjatuh dari motor, ibu hamil itu, tengah membonceng suaminya.

Emil mendengarkan penjelasan dari dokter jaga IGD tentang kondisi pasien, dan segera memeriksakan pemeriksaan lanjutan.

Beberapa menit berlalu, "Di mana walinya?" tanya Emil.

"Suaminya juga korban kecelakaan, dan sedang ditangani, tadi kami sudah menghubungi pihak keluarga, mereka sedang dalam perjalanan kemari," jelas salah satu perawat IGD.

Emil menemui suami ibu hamil tersebut, lelaki itu tengah dijahit karena mengalami sobekan di paha.

Emil mengajak bicara si pasien, tentang kondisi istrinya, yang harus segera menjalani operasi, untuk mengeluarkan bayi dalam kandungan, terlalu lama jika harus menunggu keluarga yang lain.

"Lakukan yang terbaik untuk istri saya dokter, tolong selamatkan keduanya," ucap lelaki itu dengan suara terbata-bata.

Emil mulai memerintahkan agar ibu hamil itu dipindahkan ke ruang operasi tak lupa meminta agar nantinya dilakukan transfusi pasca melahirkan.

***

Emil menghela nafas lega, dia baru saja menyelesaikan tindakan operasi SC korban kecelakaan, bayi lahir prematur, sehingga langsung ditempatkan di inkubator, dan sang ibu sudah sadarkan diri, meskipun masih terlihat lemah.

Tadi Emil bahkan menunggu pasiennya di ruangan observasi, guna memastikan pasien sampai sadar.

Dokter anestesi yang tadi mendampingi, kini duduk berseberangan meja dengannya, "Tegang banget saya dok tadi," ujar Dokter Zul, biasa dipanggil, beliau baru sebulan bergabung di rumah sakit.

Emil menanggapinya dengan senyuman, "Kayaknya lagi seneng nih, kelihatan wajahnya lebih cerah," sambung dokter Zul.

"Masa sih? Perasaan biasa aja,"

"Beneran dokter, beda sama kemarin," tak lama salah satu perawat ruang operasi ikut bergabung dan mengatakan hal yang sama, begitu juga yang lainnya.

Emil sampai mengambil ponselnya, dan membuka kamera, demi melihat wajahnya, dia merasa biasa saja.

"Paper bag ini punya dokter bukan?" tanya Ika yang tiba-tiba masuk ke ruang tunggu staf medis di ruang operasi.

Emil ingat, tadi sebelum memasuki IGD, dia menitipkannya pada Ika, "Oh saya lupa, bawa sini ka," pintanya.

Ika menyodorkannya, Emil menerima dan langsung membukanya, "Ya ampun dokter Emil, itu kan merek cokelat dari Belgia, memangnya dokter dari Eropa? Atau saudara dokter," cetus salah satu perawat ruang operasi.

Emil tersenyum kecil, dia jadi kangen dengan si pemberi cokelat. Kotak berwarna putih dia buka, dia mengambil satu, mencobanya terlebih dahulu, rasanya langsung lumer di mulut, dengan perpaduan rasa manis sedikit pahit, "Kalian mau coba?" tawarnya.

"Wah jelas dong, kita nunggu ditawarin," cetus dokter Zul, dan disetujui oleh staf perawat yang berada di ruangan itu.

"Apa suster Hasya yang membawakan dokter?" tanya Ika sembari mengunyah cokelat yang enak itu.

"Suster Hasya berada di Amerika, mengikuti suaminya," sahut Emil.

"Dari pacar dokter nih kayaknya, soalnya wajah dokter Emil berseri-seri, kayak orang lagi jatuh cinta," cetus salah satu perawat.

Emil tersenyum kecil, "Bantu doa ya, biar saya bisa segera menyusul suster Hasya,"

"Wah jadi hari patah hati karyawati rumah sakit nih,"

Emiliano Soetanto, dikenal sebagai dokter idola di rumah sakit tempatnya bekerja, selain tampan dia juga ramah dan baik hati, serta royal pada perawat yang mendampinginya.

"Bisa aja kamu," wajah Emil memerah malu, "Oh ya Ka, abis ini kita langsung visit ya, saya mau ada perlu,"

"Cie... Koko duda udah move on!" Mereka kompak meledek Emil.

Terpopuler

Comments

Umie Irbie

Umie Irbie

hahahahahahah,. cieeee,. udah move on niyeeeee,. dapata prawan,.. udah gitu kagak di ekspos lagi dialognya sama othooooor ,. huft 😩😋 nyebelin kan,. tadinya mau baca belah durennya 🤣🤣🤣🤣

2024-02-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!