Curhatan

Masa cutinya sudah habis, Emil kembali beraktivitas seperti biasa, ketiga anaknya kembali bersekolah seperti biasa, tidak menjalani home schooling.

Hasya belum kembali, terakhir Emil menelpon wanita itu, yang mengangkat adalah Olsen, dia mengatakan, tak bisa memastikan kembalinya.

Sebenarnya, Rudolf dan Kamila memintanya untuk tinggal di rumah besar itu, tapi dengan dalih tempat kerja yang terlalu jauh, dia menolaknya secara halus.

Bagaimana bisa dia harus membuang waktunya menghadapi kemacetan ibukota, bisa-bisa dia tua di jalan, toh sekolah ketiga anaknya juga berada tak jauh dari rumah peninggalan mendiang papinya, tapi dia berjanji jika ada waktu, saat weekend, dia dan anak-anaknya akan berkunjung ke rumah besar.

Sudah hampir satu pekan, dia tak lagi hidup satu atap bersama Hasya, ada yang hilang, jelas dia merasa kehilangan, bagaimana tidak, mereka belasan tahun hidup bersama, mengalami segala kerumitan hidup, membesarkan ketiga anak dengan segala kesulitan dan kesenangan.

Lalu kini, tak ada lagi sosok yang mendampinginya, tak ada lagi yang menunggunya dengan wedang jahe ketika dia pulang larut, karena ada operasi dadakan.

Emil mulai merasa sepi, dia merindukan omelan partner hidupnya, bukan karena dia cinta, tak ada debaran ketika dia berdekatan dengan Hasya, jadi dia tidak patah hati, mungkin perasaan ini, sama saat dia baru saja kehilangan sosok maminya yang dipanggil sang Pencipta.

Emil melihat stool di mana dia biasa duduk bersebelahan dengan Hasya, sembari mendengarkan segala aduan wanita itu tentang ketiga anak yang mereka urus, tak lupa seduhan wedang jahe, yang menurutnya sangat nikmat, dan ampuh meringankan rasa lelahnya setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan.

Dia menghela nafas, dia melihat jam dinding, waktu menunjukan pukul sebelas malam, dia memutuskan untuk membuat wedang jahe sendiri, hari ini ada banyak operasi yang harus dilakukannya, angka kelahiran di negara ini benar-benar sedang meningkat pesat.

Emil menyingsingkan kemeja biru muda miliknya, juga melepas beberapa kancing, hingga setengahnya, dia mengambil wedang jahe instan, lalu mengambil panci dan mengisinya dengan air dari kran, lebih enak menggunakan air mendidih di atas kompor dibandingkan air panas dari dispenser.

"Koh, nyimpen mie instan nggak?"

Emil yang tengah menunggu air mendidih, dikejutkan dengan kedatangan gadis yang menurutnya menyebalkan, "Ngapain Lo di rumah gue?" Bukannya menjawab, Emil justru bertanya balik dengan nada ketus.

"Mau nengok keponakan, sekalian temenin Oliver, katanya kangen sama anak-anak." jawab Bella mendekati lelaki cindo itu.

"Nengok nya udah dari tadi sore kan? Kenapa Lo nggak balik?" entah mengapa, melihat Bella, rasanya dia kesal.

"Aku mau nginep, lagian Nuha juga nggak keberatan," sahut gadis yang mengenakan baju tidur berwarna putih milik Hasya, "Jadi di mana mie instan nya, aku laper mau makan, manggil bibi nggak enak,"

Emil mematikan kompor, dan menuang air mendidih itu ke dalam cangkir yang sudah berisi bubuk jahe instan, "Tuh di lemari," dia menunjuk dengan dagunya.

Bella mulai membuka, mengikuti arah yang ditunjuk dari lelaki itu, "Koh, kenapa tinggi banget sih?" dia berjinjit meraih bungkus mie instan.

Emil menoleh, dia memindai tinggi dari gadis itu, ternyata lebih pendek dari Hasya, dia baru menyadarinya.

Astaga, dia pikir Hasya sudah pendek, ternyata ada yang lebih pendek, Nuha bahkan lebih tinggi sepertinya.

Dia meraih Mie instan yang diinginkan Bella, lalu memberikannya, "Kokoh mau dimasakin juga nggak?" tawarnya.

Emil menggeleng, "Gue udah makan malam, abis operasi tadi," sahutnya, dia melangkah menuju stool yang menghadap ke kitchen.

Dia mulai menyeruput wedang jahe miliknya, meski rasanya berbeda dengan buatan Hasya, setidaknya ini bisa meringankan rasa lelahnya.

Bella terus berbicara, tapi tak Emil dengarkan, malas juga menanggapi gadis gagal move on itu, apalagi kalau bukan soal suami orang.

Dia segera menghabiskan sisa wedang jahe yang ada di cangkirnya, mumpung masih hangat.

Tanpa melihat wanita yang kini tengah sibuk di balik kompor, Emil mencuci sendiri cangkir bekas pakai miliknya, setelahnya dia berlalu tanpa mengucapkan sepatah katapun, melangkah menuju kamarnya.

Walau sudah mendekati tengah malam, sudah kebiasaan baginya untuk mandi, Emil tak akan bisa tidur jika masih ada bau antiseptik menempel pada tubuhnya.

Baru saja dia keluar kamar mandi, hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya, dia mendapati gadis tengah berbaring sambil memainkan ponsel di tanahnya, "Lo ngapain masuk ke kamar gue? Keluar nggak Lo!" Dia sedikit meninggikan suaranya, suasana hatinya semakin buruk.

Bella bangkit dan duduk disisi ranjang, "Kenapa sih, kokoh selalu ketus sama aku?" Tanyanya.

"Lo berisik," jawab Emil jujur, dia mulai membuka lemarinya, dan mengambil piyama tidur miliknya.

"Koh, malam ini aja, aku mau curhat, besok siang aku harus balik ke Milan," pintanya.

"Kenapa mesti sama gue? Sama nyokap Lo aja sana, gue capek," tolak Emil mentah-mentah.

"Bentar aja koh, lima belas menit aja, janji nggak lebih, aku lagi galau banget,"

Emil menghela nafas, "Gue kasih waktu lima menit,"

"Mana cukup, sepuluh menit deh,"

Setelah perdebatan itu, Emil beranjak terlebih dahulu ke kamar mandi, tak mungkin dia memakai pakaiannya di kamarnya sendiri.

Sejujurnya dia malas meladeni gadis menyebalkan itu, tapi mengingat sifat keras kepalanya, Emil menyerah, toh besok sudah tak ada di negara ini.

Tak ada sofa di kamarnya, alhasil keduanya duduk diatas ranjang, Emil duduk bersandar di head board, sedangkan Bella duduk bersila menghadapnya.

Emil mulai mendengar cerita yang dilontarkan oleh Bella, yang intinya, dia ditegur oleh istri Billy, agar tak menggangu suaminya, Bella berhasil mendapatkan nomor Billy usai meminta Nuha membuka ponsel Emil.

Gadis itu nekad menghubungi dan menemui mantannya itu, usai pulang dari villa, tentu saja Emil kesal, ponsel pribadinya di buka oleh Bella.

"Aku benar-benar sudah nggak ada harapan sama dia, koh," mata Bella berkaca-kaca, "Padahal aku mau kok, melakukan apapun asal bisa sama kak Billy, jadi istri kedua juga nggak masalah kok,"

Emil mendengus kesal, kenapa bisa gadis itu begitu bodoh masih mengharapkan suami orang, rasanya Emil ingin memakinya, dan melontarkan segala perkataan buruk, tapi dia lebih memilih menahannya, percuma buang-buang energi.

"Terus maksud Lo curhat sama gue apa? Harusnya Lo tau, gue bakal berkomentar apa, kalau seandainya Lo minta pendapat gue," Emil menatap sinis.

"Nggak kenapa-kenapa sih, aku hanya ingin didengar aja, syukur-syukur kokoh mau peluk aku, setidaknya buat aku tenang gitu,"

"Kalau mau peluk, sama Oliver sana, jangan sama gue, gue itu orang asing, dan laki-laki dewasa, Lo lupa sekarang kita lagi dimana? Kalau ada setan' lewat terus gue khilaf gimana? Lo mau gue apa-apain?"

Bella menggeleng, "Mbak Hasya yang hidup belasan tahun sama kokoh aja, nggak pernah disentuh, kan? Apalagi aku, kokoh kan nggak normal,"

Emil memijat kepala belakangnya, yang mendadak berdenyut nyeri, masa dia dibilang tidak normal, lalu rekam jejaknya saat SMA di dunia club' malam, lalu hasil hubungannya dengan istrinya, itu dianggap apa? Ingin rasanya Emil menjelaskan, tapi mulutnya malas untuk berucap.

"Mending sekarang Lo enyah dari kamar gue, udah tengah malem, gue ngantuk," usirnya, dia mulai bangkit, hendak menarik tangan gadis yang menduduki ranjangnya.

Tapi Bella menolak, dia menepis tangan yang menariknya, "Aku keluar, tapi setelah kokoh peluk aku dan menenangkan aku,"

Emil menggeleng kencang, dasar gila, apa gadis perawan ini benar-benar ingin mengujinya? Bagaimana jika dia lepas kendali?

Terpopuler

Comments

Umie Irbie

Umie Irbie

iiiihhh,. aku suka cowok bucin,. ngg cuek gini 😫😩 kayaknya pengen nyerah baca nya,. tapi ini karyamu thooooor🤣🤣🤣🤣 sayang sekali kalo di lewatkan ,.

2024-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!