Emil protes dengan pakaian yang dikenakan Bella, tapi gadis itu malah mengatakan, "Disini Indo, gerah, lagian aku pakai sesuai tempat kok!" Bella menjawab sembari mengoleskan cream di wajahnya.
"Tapi ada gue, Bella," Emil yang tadinya merebahkan diri, mendadak bangkit, dia duduk di sisi ranjang.
"Emang kenapa kalau Koko?" tanya Bella tanpa melihat lawan bicara.
"Bella, gue adalah lelaki dewasa yang normal, kalau tiba-tiba gue khilaf, Lo yang rugi," jawab Emil memijat tengkuknya.
"Yang bilang Koko anak kecil siapa?" Bella mulai mengoleskan body lotion ke tangan dan kakinya, gadis itu duduk disebelah Emil.
Emil bisa mencium wangi dari tempatnya duduk, gadis itu benar-benar tak menyadari ada singa ganas yang bisa kapan saja menyerangnya, "Gue balik aja deh Bel, jangan sampai gue maksa buat nidurin Lo!" Dia bangkit berdiri.
Bella menahan pergelangan tangan lelaki dengan kemeja biru muda itu. "Di sini aja koh, temani aku, malam ini aja, aku mohon," pintanya. "Aku janji nggak bakal cerewet, aku akan tenang."
"Bukan itu masalahnya Bella, gue nggak yakin bisa menahan diri, Apalagi gue udah puasa belasan tahun,"
Bella diam lalu berdiri memeluk tubuh tinggi itu dari belakang, "Tolong temani aku koh, aku nggak mau sendiri," dia mengeratkan pelukannya, "Lagian kata mami, Koko kan impoten, nggak mungkin Koko ngajak gituan, kalau ciuman doang nggak masalah."
Emil menghela nafas, "Mami Lo salah sangka, karena selama belasan tahun, gue sama sekali nggak menyentuh mbak Hasya, itu karena beliau udah gue anggap kakak, tapi lo kan beda, kita nggak ada hubungan apapun, dan baru ketemu lagi, kita bahkan udah dua kali ciuman."
Bukannya melepaskan pelukannya, Bella malah mengitari Emil, dia memeluk kembali tubuh kekar itu, dan menyandarkan kepalanya di dada bidang lelaki itu, "Jangan tinggalin aku, aku nggak mau sendiri,"
Emil memejamkan matanya, Apa gadis itu tak sadar, jika Emil sedang mati-matian menahan tangannya, untuk tak membalas pelukan itu dan menyeretnya ke ranjang dibelakangnya, "Bel, lepasin jangan sampai gue beneran khilaf, bisa runyam urusannya,"
Bella mendongak, tatapan mereka bertemu, "Emang kenapa kalau khilaf? Malah bagus bukan, Koko bisa dapat perawan, aku juga nggak keberatan,"
Ingin rasanya Emil memaki Bella, bisa-bisanya berbicara seperti itu, "Kita nggak ada hubungan apapun, untuk melakukan hal itu," tolaknya.
"Kalau gitu, Koko jadi pacar Bella aja, karena Koko udah baik banget sama aku, aku suka kok,"
Kenapa gadis itu, tak berhenti menggodanya?
"Tapi kita nggak saling cinta, gimana ceritanya mau pacaran? Jangan maksain diri, gue nolong Lo ikhlas, sama sekali nggak mengharap balasan, jadi jangan berfikir untuk membalas gue dengan hal seperti itu,"
"Tapi Koh, aku suka sama Koko, sejak koko pertama kali cium aku," akuinya.
Emil menunduk, menatap mata cokelat itu, mencari kebohongan di sana, berharap jika apa yang dikatakan oleh Bella adalah sebuah kebohongan, tapi dia justru menemukan tatapan jujur mengarah padanya, "Bukankah Lo masih cinta sama Billy?"
Bella melepaskan pelukan itu, dia mundur beberapa langkah, "Aku pulang memang benar ingin menemui kak Billy, tapi aku hanya ingin memastikan perasaanku ke dia, tapi aku sadar, jika itu hanya sisa rasa yang terhapus dengan mudah karena makian yang dilontarkan ibunya kak Billy," dia menunduk, "Lalu sejak ciuman pertama Koko ke aku, aku jadi kepikiran terus, kayak ada yang ganjel, aku bingung, dan sejujurnya, tujuan utama aku datang kemari untuk ini, untuk menegaskan hati aku sebenarnya untuk siapa?"
"Jangan coba mengatakan kata-kata yang nggak dari hati Lo, jangan coba-coba sama gue, Bella! Karena sekalinya Lo masuk di hidup gue, gue nggak bakal melepaskan Lo, walau elo memohon sekalipun," Emil memperingatkan.
Dia ingat dulu, dalam menjerat mendiang istrinya, yang saat itu masih memiliki pacar, dengan segala akal bulusnya, dia berhasil membuat Novi berada disampingnya, bahkan menikahinya.
Padahal dia yang hanya anak pengusaha biasa, berani melawan konglomerat seperti Alan.
Dan jika Bella yang notabenenya, anak tiri Rudolf, mungkin sedikit sulit menghadapinya, apalagi ada perbedaan antara keduanya.
"Koko mau nikahi aku langsung?" tanya Bella antusias.
"Astaga Bella, kenapa Lo mikir kejauhan? Pacar aja belum tentu, ini lagi nikah," Emil kembali duduk di atas ranjang.
"Kita sama-sama singel, apa masalahnya?"
Emil menggeleng, "Menikah itu bukan perkara mudah Bella, Lo lupa status gue, duda yang mengurus tiga remaja? Belum lagi soal strata sosial kita, gue cuman dokter sedangkan Lo, anak dari konglomerat ternama negara ini," Dia berusaha merendah, "Lagian gue nggak yakin Lo udah move on dari Billy, Lo lupa waktu ke Sukabumi, Lo masih nangisin dia?"
Bella melangkah maju, berdiri tepat diantara kaki lelaki pemilik alis tebal yang tengah duduk di ranjangnya, "Apa yang harus aku lakuin, supaya Koko percaya, aku udah move on dari kak Billy, dan suka sama Koko?"
Emil mengumpat dalam hati, entah mengapa dirinya mendadak gugup, saat gadis yang mengenakan baju tidur seksi itu mendekatinya.
"Bella, Lo bakal nyesel ketika berurusan sama gue," Dia memberi peringatan sekali lagi.
Dengan Berani Bella duduk dipangkuan lelaki yang dianggapnya sebagai penyelamatnya, di memainkan kancing kemeja biru muda milik Emil, "Nyesel kenapa? Aku penasaran kalau jadi pacar Koko Emiliano. Nggak ada hubungan apa-apa aja, Koko udah baik banget sama aku," dia mulai mengendus leher jenjang lelaki itu.
Emil menghembuskan nafasnya, bola matanya menatap langit-langit, menikmati hembusan nafas yang menerpanya, sekedar info, titik sensitifnya berada di sekitar leher.
"Bel, setelah ini, Lo nggak bakal gue lepasin, meskipun Lo berlutut sekalipun, gue juga nggak peduli dengan mami dan Daddy Lo, meskipun mereka menentang," Dia menunduk, menatap gadis di pangkuannya, "Sekali lagi gue peringatkan, mumpung belum mulai, mending Lo bangun, lalu biarkan gue pergi dari sini, ini demi kebaikan Lo dan keluarga lo,"
Bella sama sekali tidak mengindahkan peringatan lelaki itu, justru dia dengan berani mulai menciumi rahang, yang sedari tadi memanggilnya seolah minta di kecup.
Emil memegang kedua lengan gadis di pangkuannya, "Bella Shofia, gue udah kasih peringatan, jangan sampai Lo nyesel, berurusan sama cowok kayak gue," lagi dia memperingatkan.
Bella tersenyum, kedua tangannya memegang kedua sisi rahang lelaki dihadapannya, "Aku nggak bakal nyesel koh, aku serius, aku juga ingin menyangkal ucapan mami, yang bilang Koko Impoten,"
Emil memejamkan matanya, tangan lembut Bella menyentuh kedua rahangnya, lalu membuka matanya kembali, menatap gadis di pangkuannya, "Kok gue nggak yakin Lo masih perawan? Kenapa luwes banget godain gue?" dia menaikan sebelah alisnya.
"Silahkan buktikan Koko," Bella mencium bibir milik lelaki bermata sipit itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Umie Irbie
huwaaaaaaa🤣🤣🤣🤣 eiya,. eiyaa,. otw bela duren gaes 🤣🤣🤣🤣🤣 sii casanova mau bangun dari tidurnya 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤪
2024-02-27
1