Berhubung acara dilakukan secara mendadak, tidak banyak dari keluarga Blade yang hadir, sehingga Kamila dan Rudolf meminta Emil untuk tetap berada di sana.
Awalnya Emil menolak, karena kemungkinan Alan yang merupakan mantan kekasih mendiang istrinya, akan turut hadir, mengingat Reno adalah sepupu dari Alan. Tapi permintaan anak perempuannya, membuatnya tak kuasa menolak.
Dan di sini lah mereka sekarang, berkumpul di ruang keluarga yang cukup menampung semua orang. Rudolf sebagai kepala keluarga, menyambut kedatangan calon besan, yang merupakan kolega bisnisnya.
Intinya Bella dan Reno akan melakukan pernikahan bisnis layaknya anak konglomerat pada umumnya. Demi memperkuat kerja sama bisnis mereka.
Emil tau, sedari tadi mantan kekasih Novi, terus menerus menatapnya tajam. Dia pikir Alan sudah melupakannya, apalagi lelaki itu hadir bersama istri dan anak perempuan yang seusia dengan anak-anaknya.
Jangan dipikir Emil takut, dulu saat dia masih muda, dengan percaya diri, dia merebut Novi dari tangan Alan, yang notabenenya anak konglomerat. Apalagi sekarang, dia sudah dewasa, lalu ukuran tubuh mereka juga nyaris sama, dan mungkin dirinya lebih tinggi beberapa centi dari Alan.
Setelah pembicaraan serius, tuan rumah mempersilahkan para tamunya untuk menikmati hidangan yang tersaji.
Rudolf memperkenalkan Emil sebagai anak angkatnya, dan dengan bangga menjelaskan dua profesi yang dilakukannya sekaligus.
Pujian tentu terlontar dari keluarga pihak besan, karena jarang ada orang yang menggeluti dua profesi bertolak belakang. Dokter kandungan sekaligus pengusaha.
Karena salah satu anaknya memanggil, dengan senyum tak luntur dari wajahnya, Emil pamit undur diri.
"Kenapa sayang?" Dia menghampiri Nuha yang sedang bersama seorang remaja putri.
"Aku punya teman baru, Apa papi mau ikut berkenalan? Namanya Nola."
Emil mengulurkan tangannya pada teman baru putrinya. "Halo Nola, saya papinya Nuha." Dia memasang wajah ramah.
Remaja itu mengulurkan tangannya balik, "Halo Om, aku Nola anaknya papa Alan, sepupunya Om Reno."
"Oh ... Nola ya?" Emil merasa ada yang salah dengan nama itu, tapi dia berusaha bersikap biasa.
"Kita sama-sama kelas delapan loh, Pi" Tambah Nuha.
"Di mana kakak-kakak mu?" Emil memindai sekitarnya, dia tak mendapati si kembar sedari tadi.
"Mereka langsung menuju kamar dengan kak Oli, katanya mau main game." Nuha memanyunkan bibirnya.
Melihat mimik wajah putrinya, dia jadi teringat pada mendingan istrinya, ekspresi keduanya benar-benar mirip.
"Ya udah Nuha sama papi aja ya!"
"Sama Nola juga Om,"
Astaga Emil lupa, ada anak dari mantan kekasih Novi, tunggu! Novi-Alan sama dengan NoLan. Dalam hati Emil mengumpat.
"Wah ... Si ABG Labil udah gede ya! Apa kabar?" Sapa Alan.
Senyum ramah di wajah lelaki berjas hitam itu, membuat Emil muak sekali, "Seperti yang anda lihat, saya baik."
Dulu mereka beberapa kali bertemu saat di club', pernah juga terlibat perkelahian. "Saya akan mengambil, yang seharusnya menjadi milik saya."
Emil mendesis kesal, apa Alan lupa, sedang bersama anak-anak yang tidak tau apa-apa. Tatapannya berubah lembut begitu menatap putrinya. "Nuha sayang! papi minta tolong, bisakah panggil kakak Asher, ada yang ingin papi bicarakan." Emil tau, tak baik jika putrinya terlalu berdekatan dengan mantan pacar mendiang ibunya.
Nuha menurut, "Oke papi, sekalian Nuha mau pipis."
Emil mengelus kepala dan tak lupa mengecup kening putrinya.
Alan melakukan hal yang sama dengan putrinya, dia meminta Nola, untuk menghampiri ibunya.
Dan di sinilah mereka sekarang, di dekat parkiran mobil, tepatnya halaman depan rumah besar, karena tak ingin menarik perhatian orang-orang, bisa saja terjadi keributan.
"Di mana Novi?" tanpa basa-basi Alan memberikan pukulan, tepat mengenai perutnya.
Emil tak menyangka, pembuka obrolan mereka adalah sebuah pukulan, beruntung pukulannya tak terlalu bertenaga. Sehingga dia tak merasa sakit, hanya terkejut saja.
"Biasa aja kenapa, bang? Udah tua tapi nggak berubah ya!"
Alan mencengkram kerah kemejanya, "Udah untung cuman gue pukul, rasanya gue pengen banget cincang-cincang Lo! *jing!"
Emil tersenyum sinis, lalu menepis kedua tangan lelaki berjas hitam itu, dia mendorongnya juga. "Semua itu udah berlalu bang, Lo udah punya anak bini, bisa-bisanya Lo masih nyariin mantan."
"Kalau bukan karena elo, gue nggak bakal kehilangan Novi. Elo ngebut dia dari gue." Alan masih dikuasai amarah.
Emil menyisir rambut dengan tangannya, "Harusnya Lo sadar diri, siapa yang sebenarnya buat Novi pergi? Mending tanya orang tua Lo!"
"Apa maksud Lo?" Alan mendelik.
Emil sebenarnya malas menjelaskan, tapi berhubung waktu berlalu, dan perempuan yang sedang mereka bicarakan, sudah tak lagi ada di dunia ini. Akhirnya dia memberitahu Alan, jika Novi sudah meninggal, usai sesaat setelah melahirkan Nuha.
Mendengar berita itu, Alan naik pitam, dia memberikan Bogeman tepat mengenai pipi Emil.
Makian dan sumpah serapah dari anak konglomerat itu, sontak mengundang bodyguard, yang berjaga di gerbang depan.
Bagai kerasukan setan, Alan menghajar Emil, dengan pukulan bertubi-tubi, sampai-sampai ada empat bodyguard yang harus memegangi Alan. Sementara Emil sudah terkapar tak berdaya.
Darah keluar dari hidung Emil, juga bibir yang sedikit robek, dan mungkin kini pipinya membengkak. Beberapa kali dia terbatuk dan mengeluarkan darah. Luar biasa pukulan mantan pacar istrinya itu.
Emil bisa saja melawan balik, tapi dia memilih menerima semua pukulan itu, sebagai wujud rasa bersalah pada mendiang istrinya. Andai dulu dia tak menuruti kemauan Novi untuk mengandung anaknya, mungkin wanita itu masih ada bersamanya. Tapi di sisi lain, dia juga bersyukur dengan adanya putri mereka.
Di rasa tenang, Bodyguard melepaskan Alan, lelaki itu jatuh terduduk di atas rerumputan, dengan punggung mulai bergetar. "Bohong kan, Lo! Bangsat! Dia masih hidup, kan? Lo sengaja sembunyikan dia dari gue? Jangan ngarang Lo!"
Emil yang mulai merasakan nyeri pada bekas pukulan di wajahnya, tak bisa berkata-kata, saat melihat betapa hancur dan putus asanya lelaki yang mungkin sekarang berusia empat puluhan itu.
Dia tak menyangka, segitu cintanya Alan pada Novi, padahal sudah belasan tahun berlalu.
"Gue nyariin dia terus, gue tunggu dia, tapi apa ini? Lo bohong, kan?"
"Serius bang, buat apa gue bohong? Gila kali Lo ya!"
Kini keduanya hanya berdua, para bodyguard sudah kembali ke tempatnya, setelah Emil menyuruh mereka pergi.
Hening, hanya terdengar ratapan dari Alan, dan Emil membiarkannya, mungkin lelaki itu butuh menyalurkan rasa sedihnya.
"Di mana makamnya?"
Emil menjelaskan, jika awalnya Novi di makamkan satu liang dengan mendiang ibunya, tapi karena beberapa tahun lalu, makamnya terkena pelebaran jalan, dia memindahkannya di lahan pribadi, tak jauh dari rumahnya yang ada di desa.
"Kasih tau alamatnya, gue mau ke sana."
Isakan dari Alan sudah reda, beruntung lampu di sekitar tempat itu tak terlalu terang, sehingga tak terlihat ekspresi wajahnya.
"Kapan-kapan aja bang."
"Lo tinggal kasih tau apa susahnya."
"Bang, seenggaknya tunggu pikiran Lo jernih."
Hening lagi, kedua lelaki yang sama-sama mencintai mendiang Novi itu, sibuk dengan pemikiran masing-masing.
"Apa Nuha anak gue?" Tanya Alan tiba-tiba.
"Si *jing, Nuha satu juta persen anak gue, Lo nggak lihat matanya sama kayak gue? Lagian sebelum gue hamilin, gue udah nikah duluan sama Novi." Emil bangkit, dia mengambil kartu nama di dompetnya, dan memberikannya pada Alan. "Hubungi gue kalau Lo udah tenang."
Tak mungkin lagi menghadiri pesta, Emil memilih melangkah menuju mobilnya, namun langkanya terhenti, saat melihat sesosok remaja berdiri beberapa meter darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
❀ℕ𝕒𝕕𝕚𝕝𝕒 ℕ𝕚𝕤𝕒❀
siapa yaa.. apakah Nuha?
2024-10-19
2
❀ℕ𝕒𝕕𝕚𝕝𝕒 ℕ𝕚𝕤𝕒❀
novi-alan (nola)
2024-10-19
0