Akhirnya bisa lanjutin lagi.
Selama anak-anak liburan bersama Kamila, Emil menginap di apartemen yang ditinggali Bella. Keduanya layaknya pasangan sudah menikah, padahal hubungan yang belum lama terjalin, tidak jelas ke mana arah muaranya.
Ada dinding tak kasat mata di antara mereka, yang mungkin akan sulit dilewati. Bella adalah umat yang taat, bahkan sempat berniat menjadi biarawati, sementara Emil juga sama, dia bahkan rutin menjadi imam untuk ketiga anaknya, saat subuh tiba.
Entah mau dibawa ke mana hubungan mereka itu. Karena keduanya adalah pasangan yang berhasil move on, setelah belasan tahun hanya memikirkan satu orang saja.
Emil yang ditinggal mati istrinya, lalu Bella yang ditinggal menikah oleh cinta pertamanya.
Keduanya saling mengobati kekecewaan, atas masa lalu yang menyakitkan. Tanpa peduli perbedaan, yang mungkin suatu saat akan menjadi Boomerang.
Bella yang sedari dulu ingin lepas dari bayang-bayang maminya, berhasil meraih kebebasan, berkat campur tangan lelaki yang kini memiliki seluruh hatinya.
Lalu Emil, sebagai lelaki dewasa yang juga memiliki kebutuhan biologis, akhirnya bisa melampiaskannya pada wanita yang dicintainya.
Tidak bisa dipungkiri, Emil jatuh cinta pada Bella, awalnya karena hal yang berhubungan dengan syahwat. Dia sudah berkali-kali mencoba mendatangi tempat hiburan malam, agar hasratnya terlampiaskan, tapi tak sekalipun dia bisa, dia bahkan muak.
Emil menolong Bella, karena dilandasi rasa kemanusiaan dan menghormati Kamila, tapi tak disangka, justru Bella yang menyodorkan diri untuk disentuh.
Emil pikir, dirinya tak akan bernafsu, tapi sisi lain hatinya penasaran dengan rasa perawan, karena seumur-umur dia belum pernah meniduri seorang perawan.
Kepuasan, dan rasa tanggung jawab, menjadi awal dirinya jatuh cinta pada wanita pemilik netra cokelat itu.
Kalau masalah tipe, Bella jelas jauh berbeda dengan mendiang istrinya. Novi memiliki body bak gitar spanyol, juga postur tubuh lumayan tinggi dibanding standar wanita di negara ini. Sedangkan Bella, bertubuh mungil dengan tubuh kurang seksi.
"Koh, aku diminta untuk mewakili butik, dalam acara fashion show tahunan, menurut kamu, aku ambil nggak?" Keduanya sedang makan malam bersama.
Emil baru saja pulang bekerja, beberapa saat yang lalu. "Bukannya kamu masih terhitung baru di sana?"
Bella menaikan bahunya, "Aku juga bingung, padahal ada desainer lain yang lebih senior, tapi mbak Christine malah menawari aku, aku jadi nggak enak."
Emil mengunyah terlebih dahulu mi yang tadi dibelinya dalam perjalanan pulang dari perusahaan. "Mungkin karena desain kamu bagus, lalu pengalaman kamu mungkin lebih banyak, makanya beliau menawari kamu."
"Tapi koh, kalau pas ikut acara itu, ada teman mami yang datang, aku harus gimana? Aku nggak usah ambil ya!"
"Ya udah, tolak aja, kasih ke yang lain."
Mereka melanjutkan makannya, hingga wadahnya terlihat bersih tak bersisa.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, Emil masih sibuk dengan laptopnya, guna memeriksa keuangan perusahaan peninggalan papinya.
Dia mulai menguap lebar, rasanya dirinya mulai lelah, menjalani dua pekerjaan sekaligus, yang menguras tenaga dan otaknya.
"Koko kenapa belum tidur? Apa pekerjaannya masih banyak?" Bella terbangun, dia menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi sekujur tubuhnya.
Emil duduk di sofa dekat jendela, dia melirik ke arah ranjang, "Sedikit lagi, nggak apa-apa besok akhir pekan, aku bisa istirahat seharian."
Bella menyingkap selimut, lalu bangkit dan melangkah menuju kamar mandi, dia memang terbiasa bangun tengah malam, sekadar untuk buang air kecil atau merasa haus.
Usai urusan pribadinya selesai, Bella menghampiri kekasihnya, "Harusnya aku juga ambil kuliah jurusan ekonomi ya! Biar bisa bantu kamu." Dia duduk di sofa, hanya ada meja kecil yang menjadi penghalang mereka.
Emil tersenyum, "Maaf ya! Harusnya waktu luang ku, hanya untuk kamu, mumpung lagi nggak ada anak-anak, tapi karena harus memeriksa keuangan perusahaan papi, aku jadi nggak bisa temani kamu tidur."
Bella yang saat itu, hanya mengenakan lingerie berwarna merah, duduk bersila, dan menopang dagunya di meja, tepat di belakang layar laptop milik Emil. "Ko, aku minta satu hal boleh nggak?"
Mata sipit itu, melirik wanita didepannya sekilas, lalu kembali menatap layar laptopnya. "Minta apa?"
"Aku minta, kalau kita berhubungan, Koko nggak usah pakai pengaman."
Mendengar hal itu, Emil menatap Bella, dengan tatapan bertanya. "Maksudnya?"
"Aku mau punya anak dari Koko."
"Kita belum menikah Bel, jadi hal itu tak akan terjadi."
"Tapi aku mau ko, aku mau punya anak, yang akan menemani aku di masa tua. Aku nggak mau menghabiskan sisa umurku dalam kesendirian."
"Ada aku, Bel! Aku akan selalu ada bersama kamu."
"Sampai kapan? Koko bisa menemani aku? Bukankah Koko punya kehidupan sendiri? Sementara aku, hanya bergantung pada Koko."
Emil memutuskan untuk mengakhiri pekerjaannya, dia menutup laptop, dan menyimpannya di tas. "Kita saling bergantung, bukan hanya kamu, aku juga bergantung pada kamu!"
Bella bangkit dari duduknya, lalu melangkah dan duduk kembali di atas ranjang, "Sebentar lagi, liburan anak-anak akan berakhir, kamu akan sibuk dengan mereka dan pekerjaan kamu, sementara aku, aku akan larut dalam kesendirian."
Emil menghampiri dan memegang pundak wanitanya. "Aku akan selalu menyempatkan diri untuk datang, jadi tolong jangan merasa sendiri." Dia memeluk tubuh mungil itu.
Bella balas memeluk, dia benar-benar tak ingin kehilangan lelaki ini, tapi seiring berjalannya kebersamaan mereka sejak beberapa waktu ini, dia menjadi serakah, dan ingin memiliki seluruh waktu dari kekasihnya.
Emil melepaskan pelukan itu, lalu meraih kedua sisi wajah kekasihnya, dia mengecup bibir yang sudah beberapa waktu ini menjadi candunya, dia mulai memiringkan kepalanya, guna menikmati setiap sisi bibir wanita yang dicintainya.
Bella membalasnya, keduanya saling menyesap, menyalurkan rasa yang tertanam kuat di dada..Ciuman itu sontak membangkitkan gairah dua sejoli yang saling mencintai.
Emil mulai membuka kausnya sendiri, dia juga menyingkap lingerie milik wanita di bawahnya.
Meski tak seseksi Novi, tapi tubuh mungil Bella membuatnya kecanduan, dan sejauh ini, dia sama sekali tak bosan. Dia begitu memuja anak sulung Kamila.
Emil menghentikan kegiatannya, tangan panjangnya, membuka laci guna mengambil pengaman yang selalu tersedia di sana, sayangnya dia tak mendapati bungkusan aluminium foil itu di sana. "Bel, pengaman aku abis ya? Perasaan kemarin masih banyak."
Bukannya menjawab, Bella justru meraih kejantanan kekasihnya, dan menuntunnya agar segera melesak ke dalam miliknya.
"Bel, aku belum pakai pengaman," Emil protes sambil memejamkan mata, menikmati setiap remasan di bawah sana.
"Nggak apa-apa koh, aku nggak keberatan."
Emil yang sudah merasa kenikmatan, tak lagi berpikir panjang, toh keesokan harinya, dia bisa memberikan pil kontrasepsi darurat untuk wanitanya.
Hanya erangan kenikmatan yang terdengar di sana. Namun saat Emil hendak mencapai puncaknya, dan hendak menarik miliknya, Bella justru menahannya, dan memintanya untuk menumpahkannya di dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments