Linka pulang ke rumahnya setelah dinyatakan sehat oleh dokter. Yah, hanya tubuhnya yang sehat tapi tidak dengan mentalnya.
Ia harus siap dengan apa yang akan ia saksikan setiap harinya di mansionnya. Calon suaminya yang seyogianya akan menjadi suaminya kini beralih menjadi kakak iparnya.
Apa yang harus ia sesali, semuanya sudah kehendak Allah. Manusia yang berencana namun Allah yang menentukan nasib hambaNya.
"Dia bukan jodohku. Jika dia jodohku, Allah akan menghalangi pernikahan itu dengan cara apapun dari manusia licik seperti Tante Widia dan Tiara," batin Linka saat turun dari mobil. Linka membujuk hatinya agar tidak terpaku pada apa yang sudah terjadi.
Yah, semua masalah dalam hidup kita harus disikapi dengan ilmu. Tanpa ilmu manusia akan terpuruk dan menganggap musibah adalah bagian dari ujian yang mengerikan untuk dijalaninya.
Kenapa tidak merubah sudut pandang kita saat menerima musibah yang akan berubah menjadi sebuah anugrah terindah dari Allah.
Hanya saja Allah tidak segera memperlihatkan nikmat dibalik ujian yang Dia berikanNya secepat mungkin pada hambaNya. Tapi semuanya butuh proses untuk meraih bahagia itu.
Tubuh yang sakit saja bisa disembuhkan dengan obat. Namun tidak dengan hati dan jiwa manusia yang harus disembuhkan dengan iman dan takwa. Jika memiliki iman dengan diimbangi ilmu maka selamatlah manusia itu dari kehancuran.
"Oh Linka. Kamu sudah pulang nak? Maafkan Tante karena tidak sempat menengok mu di rumah sakit karena Tante....-" ucap nyonya Widia terhenti kala Linka melewati dirinya begitu saja dan masuk ke kamarnya.
"Sial...! Kenapa dia mengacuhkan aku seperti itu?" umpat nyonya Widia lalu menatap wajah suaminya yang juga bersikap sama seperti Linka.
"Papi. Tunggu...! Kita harus bicara!" ucap nyonya Widia tidak nyaman melihat paman dan keponakan itu mendiaminya seolah menganggapnya tidak ada.
Tuan Alfiansyah merebahkan tubuhnya karena ia cukup lelah karena selama dua malam ini menjaga Linka yang menghabiskan waktunya hanya menangis dan menangis.
"Papi. Apakah Linka sudah tahu apa yang terjadi dengan pernikahannya yang....-"
"Diam Widia...!" bentak tuan Alfiansyah membuat nyonya Widia mengatupkan mulutnya dengan respon terkejut.
"Kenapa suamiku jadi aneh seperti ini? Apa jangan-jangan dia mengetahui kalau aku yang telah meneteskan obat tidur ke dalam minumannya Linka? Ahhhhkkkkkk...! Dasar bodoh...! Kenapa aku tidak peka akan hal itu," batin nyonya Widia merutuki dirinya sendiri.
Ia akhirnya keluar dari kamarnya karena tidak ingin mengajak suaminya bicara lagi. Ingin ke kamar Linka namun ia juga tidak mau melihat wajah Linka yang dingin tanpa ekspresi. Bahkan terlihat sangat menakutkan.
Baru saja dia ingin turun ke lantai bawah, tiba-tiba Tiara sudah memanggilnya dari bawah tangga.
"Mami....!" menaiki tangga dengan cepat lalu mengecup pipi ibunya.
"Bukankah kalian harus pergi bulan madu ke luar negeri? Kenapa malah pulang ke sini? Kalau mau pulang, sana ke apartemen suamimu...!" usir nyonya Widia sambil melirik ke arah menantunya dokter Dilan.
"Maaf mami. Tiara tidak mau tinggal di apartemen Dilan, mami. Apakah kami boleh tinggal di sini untuk sementara waktu?" rayu dokter Dilan sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Tiara.
Masalahnya apartemen yang ditempati dokter Dilan adalah pemberian Linka. Dilan begitu takut mengajak istrinya tinggal di apartemen itu. Saat ini Dilan harus bersandiwara di depan ibu mertuanya agar nyonya Widia menepati janjinya.
"Iya mami. Aku belum siap berpisah dengan mami," timpal Tiara.
"Permisi nyonya. Makan malamnya sudah siap," ucap pelayan.
"Terimakasih bibi. Ayo kita makan malam...!" ajak nyonya Widia pada Tiara dan menantunya Dilan.
"Di mana Linka mami?" tanya Tiara yang belum tahu Linka habis dirawat di rumah sakit.
"Di kamarnya. Tidak usah memikirkan dia...!" sungut nyonya Widia duduk di meja makan yang langsung dilayani oleh pelayannya.
"Lalu di mana papi? Kenapa tidak ajak makan malam dengan kita?" tanya Tiara yang mencium gelagat aneh di rumah ini.
"Bibi Laras. Tolong panggilkan Linka dan suamiku untuk turun makan..!" titah nyonya Widia sedikit tidak senang dengan kehadiran putrinya karena hatinya tidak enak dengan Linka.
"Baik nyonya."
Pelayan mengetuk pintu kamar tuan Alfiansyah terlebih dahulu dan tuan Alfiansyah menolak untuk makan malam begitu juga dengan Linka karena mereka sudah makan di restoran terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.
Suasana makan malam itu terasa mencekam. Lauk pauk yang tersaji dengan sangat indah di atas meja makan itu terasa hambar di lidah ketiganya saat ini.
...----------------...
Pagi harinya, Linka yang sudah mengetahui kehadiran pasangan pengantin baru itu ada di rumahnya memilih untuk berangkat ke butiknya lebih pagi sebelum para penghuni rumah keluar untuk sarapan pagi.
Nyonya Widia melihat suaminya sudah rapi dan siap untuk berangkat kerja.
"Tumben berangkat kerja jam enam pagi papi?" tanya nyonya Widia dengan tidak tahu malunya.
"Aku ada janji dengan klien pagi ini untuk sarapan bersamanya dan sekaligus membahas proyek kami yang tertunda," ucap tuan Alfiansyah dengan wajah datar.
"Baiklah. Apakah papi sudah membicarakan pernikahan Linka dengan tuan Aslan? Empat hari lagi lho papi," ucap nyonya Widia mengingatkan suaminya.
"Aku berangkat. Assalamualaikum...!" menenteng tas kerjanya beranjak keluar dari kamar.
"Sial..! Lagi-lagi aku dicuekin," mengatupkan rahangnya kuat.
Tiba di butik, Linka disambut staffnya seperti biasanya. Para staffnya sudah kompak untuk tidak menyinggung pernikahan Linka yang gagal beberapa hari yang lalu.
Fatin sekertarisnya mengangkat kedua tangannya memeluk bosnya itu penuh cinta. Bulir bening itu kembali menggenang di kelopak mata indahnya Linka.
Walaupun Fatin tidak membuka suara namun gestur tubuh sekertarisnya itu mewakili perasaannya sebagai bentuk keprihatinannya pada Linka.
"Apakah sudah siap bekerja lagi, nona? Banyak sekali permintaan klien kita untuk mempercepat pengerjaan desain gaun pesta yang mereka inginkan," ucap sekertaris Fatin.
"Aku sudah siapkan untuk mereka. Ini berkasnya. Segera jahit gaunnya dan pilih bahan yang sesuai dengan apa yang saya cantumkan di berkas itu. Jika masih ada kekurangannya kamu boleh memberi saran," ucap Linka seraya membuka pintu ruang kerjanya.
"Baik nona. Selamat beraktivitas," ucap Fatin berlalu pergi menuju tim desain lainnya untuk membuat pola kain.
Linka duduk di kursi kebesarannya. Setiap kali hatinya diserang rasa sakit, ia hanya merintih sambil beristighfar agar setan tidak mengintimidasi hatinya yang terluka.
"Ya Allah. Kuatkan aku untuk menerima ujian ini. Semua yang datang dariMu, aku yakin Engkau pasti sedang menyelamatkan aku dari musibah yang lebih besar. Ya Allah, masalah yang ku hadapi begitu kecil karena Engkau yang maha besar untuk menyelesaikan ujianku ini.
Ampunilah aku ya Allah atas dosa maksiat yang pernah aku lakukan," gumam Linka lalu menarik nafas dalam.
Linka kini memiliki ponsel baru yang ia pesan melalui online. Nama Dilan dihapus dari ponselnya begitu juga dengan nomor kontak Tiara.
Drettttttt....
Ada nomor tidak dikenal yang masuk ke ponselnya. Linka heran karena ia merasa belum memberikan nomor barunya pada orang lain kecuali paman dan sekertarisnya.
"Ini nomor siapa?" gumam Linka ragu-ragu menerima panggilan itu.
Ia mematikan panggilan itu karena takut itu dari dokter Dilan. Pikiran buruk menjelajahi benaknya. Tidak lama ada notifikasi pesan masuk dan Linka penasaran lalu membaca pesan itu.
"Angkat teleponku, Linka. Ini dengan calon suamimu, Aslan," tulis pesan itu membuat Linka terhenyak.
Deggggg...
"Apakah paman memberikan nomor ponselku pada tuan Aslan? Kenapa cepat sekali ya Allah. Apakah begini rasanya dipaksa menikah dengan orang yang tidak kita cintai? Apakah itu yang dirasakan Tiara pada tuan Aslan?" batin Linka sendu.
Drettttttt....
Nomor yang sama kembali terdengar. Linka begitu gugup untuk menggeser tanda hijau itu.
"Dia mau apa? Apa yang ingin ia ingin bicarakan padaku?" gumam Linka memberanikan diri untuk menerima panggilan dari tuan Aslan.
"Assalamualaikum calon istriku...!" sapa tuan Aslan terdengar mesra.
Duarrrr....
Visual Linka
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Nani Mardiani
Visualnya kerennn.... cuantik dan pas banget kriteria wanita tamgguh.
2024-04-30
2
Sumini Ningsih
Alhamdulilah Alinka tetap tegar dalam menyikapi masalah
2024-04-05
2
jhon teyeng
imut
2024-03-30
1