Disebuah restoran yang cukup jauh dari keramaian kota yang dipilih oleh nyonya Widia untuk mencapai tujuannya. Restoran yang dipinggir pantai Ancol yang mereka pilih untuk melakukan pertemuan rahasia.
Perjanjian pranikah antara dokter Dilan dan nyonya Widia yang mewakili putrinya. Sesuai dengan kesepakatan keduanya akhirnya mereka menandatangani perjanjian tersebut.
"Jika dalam waktu tiga bulan Tante tidak memenuhi janji Tante maka saya akan menceraikan putri Tante yaitu Tiara...!" ancaman halus itu dilayangkan oleh dokter Dilan pada calon mertuanya usai menandatangani surat perjanjian tersebut.
"Cih...! Ternyata selama ini Linka telah salah memilih calon suami sepertimu. Jika bukan karena putriku yang tergila-gila padamu, aku pasti akan melarang Linka untuk menikah denganmu," batin nyonya Widia saat mengetahui dokter Dilan adalah pria serakah.
"Kamu bisa pegang kata-kataku. Dan Tante harap kamu tidak akan mengecewakan putri Tante dan tunaikan kewajibanmu sebagai suaminya. Baik itu nafkah lahir maupun batin.
Jika salah satunya kamu abaikan, aku tidak akan segan meminta putriku untuk menggugat cerai dirimu dan apapun yang pernah aku berikan padamu maka akan aku tarik kembali," ancam nyonya Widia tidak kalah liciknya.
"Baiklah Tante. Kita deal. Sekarang bagaimana caranya aku akan menikah dengan putrimu di saat ini Linka juga menginginkan hal yang sama dariku?" tanya dokter Dilan belum tahu rencana mereka berikutnya.
"Pengantinmu adalah putriku. Aku akan menghalangi Linka untuk menemuimu. Kau tenang saja biar aku yang atur semuanya agar Linka tidak curiga pada kita," ucap nyonya Widia yang sudah mengatur segalanya untuk menggagalkan pernikahan keponakan suaminya itu.
"Baik Tante. Kalau begitu aku permisi dulu mau kembali ke rumah sakit. Semoga rencana kita berhasil," ucap dokter Dilan tanpa banyak basa-basi karena tujuannya sudah tercapai.
Keduanya berpisah dengan membawa mobil mereka masing-masing. Sepanjang perjalanan, lagi-lagi hati Dilan diterpa rasa sesal. Namun ia tidak bisa berhenti karena semuanya sudah terlanjur.
Menjadi pria kaya dan sukses adalah impiannya sejak lama. Namun wajah cantik Linka terus menghantuinya.
"Aku yakin dengan keputusanku. Dan aku berharap Linka akan bahagia dengan pria pilihan pamannya. Sudah saatnya ia harus membalas jasa pamannya yang telah membesarkannya selama ini," lirih dokter Dilan menghibur dirinya sendiri.
Menjelang sehari sebelum pernikahan Linka, gadis ini mempersiapkan dirinya dengan matang. Gaun pengantin dan kebayanya yang ia rancang sendiri jika di rupiahkan harganya sekitar 5 miliar.
Bukan hanya gaunnya saja tapi beskap dan jas putih untuk calon suaminya juga ia rancang sendiri. Saat ini Linka sedang dipingit. Ia tidak diperbolehkan bertemu dengan Dilan sampai menjelang hari pernikahan mereka.
Nyonya Widia dan putrinya Tiara bersikap seperti biasa di depan Linka seolah mereka turut menyukseskan acara pernikahan Linka.
"Tante. Nanti kalau aku sudah menikah kami akan tinggal di apartemen milik Linka. Jadi, Linka tidak lagi tinggal dengan paman dan Tante.
Linka minta maaf kalau selama ini ada perbuatannya Linka yang menyakiti hati kalian," ucap Linka sendu sebelum berlangsungnya acara pengajian.
"Linka sayang. Ini adalah rumah peninggalan ayahmu untuk kamu. Kenapa tidak tinggal di sini saja, hmm?" ucap nyonya Widia penuh sandiwara. Ia justru ingin menyingkirkan Linka agar mansion mewah itu menjadi miliknya.
"Tidak apa Tante. Aku ingin Tante yang merawat rumah ini seumur hidup Tante. Aku ingin punya rumah sendiri sesuai dengan impianku," ucap Linka makin membuat nyonya Widia besar kepala.
"Pergilah sejauh mungkin bersama tuan Aslan karena dia yang akan memberikan apapun yang kamu butuhkan," batin nyonya Widia yang mulai muncul sifat serakahnya.
Tok....tok....
"Permisi nyonya. Para tamu undangan sudah datang. Ustazahnya juga sudah ada. Sebentar lagi pengajian akan dimulai," ucap pelayan.
"Terimakasih Eka. Sebentar lagi kami akan turun," ucap nyonya Widia.
"Baik nyonya."
"Ayo sayang kita ke bawah...!" ajak nyonya Widia dan Linka mengikuti langkah Tantenya.
"Tante. Di mana Tiara?" tanya Linka saat tidak melihat kakak sepupunya di sekitar mereka.
"Dia sedang melakukan perawatan pedicure menicure untuk menyambut hari pernikahanmu sayang karena ia yang akan mendampingi kamu nanti saat kamu duduk bersanding dengan dokter Dilan," sahut nyonya Widia.
Linka hanya mengangguk. Ia kemudian bergabung dengan tim stafnya yang datang juga untuk melakukan pengajian bersama dengannya sore itu.
"Wah...! Nona Linka cantik sekali," puji stafnya begitu melihat Linka.
"Terimakasih," ucap Linka seraya menyalami para staffnya itu.
Linka yang saat ini sedang mengenakan busana muslimah berwarna coklat tampak sangat anggun dan elegan. Ia hanya mengenakan kerudung coklat muda untuk mempermanis penampilan. Ia belum bisa mengenakan jilbab yang sempurna. Acara pengajian akhirnya dibuka oleh MC.
Di tempat yang berbeda, Tiara yang sedang melakukan fitting kebaya pengantin nampak gugup karena dia datang ke butik itu di temani oleh dokter Dilan. Tiara akhirnya bisa mendapatkan pria idamannya yang tidak lain adalah calon suami saudara sepupunya sendiri.
Tirai ruang ganti dibuka. Tampaklah Tiara yang terlihat cantik dengan balutan kebaya putih yang sangat cocok dengan tubuhnya yang sintal.
"Harusnya aku mengenakan kebaya milik Linka. Tapi gadis sialan itu tidak mau merancang kebaya pengantinku," sungut Tiara.
Dokter Dilan yang melihat penampilan Tiara tidak tersentuh hatinya sama sekali. Tapi demi menutupi perasaannya, ia akhirnya bersandiwara dengan memuji Tiara setinggi langit.
Yang dipuji seakan sedang melambung tinggi hingga terlihat malu-malu kucing di depan calon suaminya.
"Cantik sekali kamu, sayang. Aku jadi tidak sabar menunggu hari esok untuk menikah denganmu," sandiwara Dilan terdengar garing namun Tiara tidak merasakan itu. Ia terus tersenyum sambil mengerjapkan matanya malu-malu.
"Apakah kamu suka Dilan?" tanya Tiara memastikan lagi keinginan suaminya.
"Lebih suka lagi kalau kamu tidak memakai apapun," bisik mesum Dilan makin membuat hati Tiara seakan sedang disiram kelopak bunga dari langit.
"Tuan. Apakah kalian sudah siap mau melakukan foto prewedding?" tanya seorang fotografer yang ada di butik itu.
"Iya. Tunggu sebentar." Keduanya berjalan bergandengan tangan menuju studio foto.
Keesokan harinya, Linka yang sedang di rias oleh MUA di kediamannya merasa sangat gelisah. Mereka akan menikah di salah satu mesjid yang sudah disewa oleh Linka untuk melakukan prosesi sakral yaitu ijab qobul sekitar pukul 10 pagi dan langsung berangkat ke gedung resepsi pernikahan yang sudah di hias oleh salah satu wedding organizer ternama di Jakarta.
Setelah mengenakan semua aksesoris yang dibutuhkannya untuk melengkapi penampilannya kini Linka hanya menunggu Tante dan kakak sepupunya Tiara yang akan menjemputnya.
Sementara pamannya sudah lebih dulu berangkat ke mesjid tempat berlangsungnya pernikahan. Linka yang merasa bosan sendirian di dalam kamar mengambil ponselnya untuk menghubungi calon suaminya.
Ketika membuka laci meja nakas di sebelah tempat tidurnya, ponselnya tidak ditemukan.
"Perasaan semalam ada di sini deh. Kenapa bisa hilang?" lirih Linka masih mau mencari di semua tempat yang ada di sekitar kamarnya karena ia takut lupa meletakkan ponselnya itu di sembarang tempat karena terlalu fokus dengan pernikahannya.
Rupanya ponselnya sudah diamankan oleh nyonya Widia saat Linka didandani oleh MUA. Saat ini dirinya dan putrinya sedang menuju mesjid di mana akan berlangsungnya pernikahan.
Linka yang panik saat melihat jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan waktu pukul sembilan pagi. Ia berinisiatif turun sendiri karena mungkin saja tantenya lupa menjemputnya di kamarnya.
Linka membuka kenop pintu kamarnya dan ternyata dikunci dari luar. Semuanya sudah diatur oleh nyonya Widia untuk menahan Linka sampai pernikahan putrinya dan dokter Dilan selesai. Seluruh pelayan yang ada di mansion itu juga sudah berangkat ke mesjid untuk menyaksikan prosesi pernikahan Tiara dan dokter Dilan.
Jadilah skenario yang di susun rapi oleh nyonya Widia berjalan mulus sesuai keinginannya. Hanya saja penjaga keamanan mansionnya yang tetap berjaga di tempat mereka yang mengira di dalam mansion itu sudah tidak ada orang.
"Hei....! Apakah ada orang di sana?" tanya Linka sambil berteriak dan memukul-mukul daun pintu kamarnya.
"Ya Allah. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Linka mulai menangis sambil mencari kunci duplikat yang tidak bisa ia temukan.
"Kenapa kunci duplikat pintu kamarku juga ikutan hilang? Ada apa ini ya Allah?" Linka berjalan menuju pintu balkon hendak melihat orang di bawah sana yang mungkin bisa menolongnya namun pintu balkon kamarnya juga sudah dikunci oleh nyonya Widia.
Linka mulai putus asa dan menangis seorang diri di kamarnya. Ia belum berpikir jahat tentang perbuatan tantenya yang selama ini ia sangat cintai seperti ibu kandungnya sendiri.
"Ya Allah. Apa yang terjadi? Tolong beri aku petunjuk..!" pinta Linka dengan dada terasa sesak menahan sedih dan amarah menyatu di dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Juan Sastra
inilah awal kehancuran kalian
2024-06-08
0
Edy Sulaiman
koq segitunya ada gk nich cerita ini di alam nyata..hhh, bisa2nya nih yg tulis cerita..
2024-06-05
1
Sumini Ningsih
ya Alloh tantenya kok jadi jahat bamhet ya
2024-04-05
2