20 - One Day

Seperti sihir, sikap Arga dan Vyora berubah hanya dalam satu malam. Suasana canggung begitu terasa dari keduanya ketika keduanya saling tatap. Vyora yang berusaha se pelan mungkin mengambil Giselle tetap membuat Arga membuka matanya. Dan hal itu membuatnya tak nyaman.

Wanita itu berdehem dan mengalihkan pandangannya, “Maaf, aku cuma mau ngambil Jijel aja.”

Tak ada sahutan dari Arga. pria itu masih menatap istrinya dengan serius, “Kita bisa bicara sebentar?” tanyanya setelah menyakinkan dirinya beberapa waktu lalu.

Sejak kejadian yang membuatnya berselimut rasa bersalah, Arga terus bergelut dengan pikirannya sendiri. Ucapan Vyora seperti lagu yang terus berputar di kepalanya. Pun dengan wajah serius wanita itu yang terus membayangi pikirannya. Bagaimana wanita itu kecewa dan terluka, bagaimana Vyora merangkai setiap kata dari mulut kecilnya. Apalagi ketika ia mendapati wanita itu tertidur dengan bekas air mata yang masih membasahi pipinya.

Sepanjang malam Arga terus meneguk wine nya, berharap tegukan itu dapat menjadi obat penghilang ingatan. Namun nyatanya setiap ia meneguk minuman itu, bayangan Vyora kian jelas dan membuatnya terjaga hingga fajar menyingsing.

Dengan keadaan yang memprihatinkan, Arga kembali masuk ke dalam kamar dengan gontai dan berharap dapat menemukan Vyora di dalam sana. Namun ketika ia membuka pintu, netranya justru hanya menemukan bayi kecil yang tidur sendirian di atas kasur.

Tanpa pikir panjang Arga pun merebahkan dirinya di samping putri kecilnya. Memejamkan matanya dan berusaha untuk mengontrol pikirannya sendiri hingga sebuah pergerakan membuatnya kembali membuka kedua netranya. Pertanyaan yang keluar dari mulutnya merupakan buah dari pikiran yang mengganjal sepanjang malam. Ia sudah benar-benar tak tahan dengan semua ini.

Namun Vyora yang belum menyiapkan hatinya hanya dapat menatap Arga sebelum menggeleng, “Maaf mas aku belum bisa.”

“Apa ucapan saya terdengar seperti permintaan di telinga kamu?”

Wanita itu mengernyit. Bukannya sebuah pertanyaan merupakan permintaan yang sedang menunggu persetujuan dari lawannya? Namun sepertinya jika menyangkut Arga, definisi pertanyaan adalah sebuah perintah yang harus dituruti. Hal itu membuat hati Vyora kembali memanas. Sekali lagi Arga meyakinkannya bahwa pria itu tak akan bisa berubah sampai kapanpun! Mulutnya akan selalu memancarkan api yang panas.

“Kalau mas cuma mau ribut sama aku lagi jangan sekarang. Aku lagi nggak mood ngadepin mas yang nggak mau kalah ini. Cukup semalem aja mas. Aku bener-bener udah coba nahan diri aku sendiri tapi kalau sikap mas terus kayak gini kayaknya aku nggak bisa tahan sampai tujuh tahun ke depan.”

Kembali Arga merutuki mulutnya. Mengapa selalu saja mulutnya itu bertindak berbeda dengan yang ada dalam pikiran dan hatinya. Padahal ia hanya ingin istrinya mendengarkannya saja, tidak lebih. Namun mengapa mulutnya selalu menjadi penoreh luka bagi wanita muda itu?

“Vyo-”

“Aku mau pergi bawa Jijel,” putus Vyora, “Tapi tenang aja kita cuma sehari aja kok. Besok udah balik lagi ke sini jadi jangan nyari kita atau bikin keributan kayak waktu itu.”

Mendengar keputusan Vyora membuat Arga menegakkan badannya. Egonya menyuruhnya untuk menahan istrinya. Rasanya satu hari sangat panjang tanpa kehadiran wanita itu. Ia pun menatap sengit Vyora, “Ingat kontrakmu Vyora.”

Kontrak, kontrak, dan kontrak. Sungguh muak Vyora mendengarnya. Ia pun menghela napasnya dan menatap Arga lelah, “Mas bisa nggak, nggak ngomongin kontrak terus? Aku bukan perempuan bodoh yang nggak tau artinya kontrak. Aku tau konsekuensi apa yang aku tanggung kalo aku ngelanggar perjanjian. Tapi plis, mas juga harus ngertiin aku, cuma satu hari mas. Aku juga nggak bakal kabur kok, nomorku masih sama, mas bisa hubungin aku kapanpun!”

Penjelasan Vyora berhasil membungkam Arga. Kelugasan Vyora membuat pria itu pada akhirnya mempersilahkan istri dan anaknya untuk pergi kemanapun mereka mau. Satu hari. Hanya satu hari saja ia akan membiarkan kedua perempuan itu.

Pria itu bergerak untuk mengambil ponselnya dan menelpon seseorang yang ada di seberang sana. Tak lama panggilan itu pun tersambung, “Ikuti istri saya!”

...-+++-...

Belum jelas tujuan Vyora saat ini. Jujur ia belum tau akan membawa anaknya kemana karena keputusan cepatnya. Sejujurnya ia belum berpikir panjang dan merencanakan apapun. Egonya dan harga dirinya yang terlalu tinggi membuatnya mengambil keputusan ini. Ia hanya ingin pergi dari Arga. Hanya itu.

Cukup lama wanita itu duduk di tengah taman hingga sebuah nama muncul di pikirannya. Ia pun segera mengambil ponselnya dan menelpon orang itu, “Halo, Lin gue bisa minta tolong nggak?” tanya setelah panggilan itu tersambung.

“Ada apa say?”

“Villa lo yang deket pantai. Gue boleh kesana sekarang nggak sama anak gue. Gue lagi suntuk banget sumpah butuh tempat mikir.”

Tanpa pikir panjang Caroline pun langsung menyetujui, “Boleh kesana aja. Nanti ada pak Bayu sama Bu Dini kek biasa. Apa mau gue anterin aja kah?”

Senyum Vyora tersungging mendengar tawaran Caroline, “Nggak perlu, Lin. Gue bisa naik taksi nanti. Tapi thanks ya.”

“Sure. All for you, Vy.”

Setelah mendapatkan persetujuan dari Caroline, Vyora segera memesan taksi dan pergi menuju villa yang biasa ia kunjungi setiap liburan semester itu. Butuh waktu satu jam untuk sampai ke villa tersebut.

Kedatangan Vyora langsung disambut oleh Bayu dan Dini yang memang sudah mengenalnya secara dekat. Bayu dan Dini merupakan pasangan suami istri yang sudah lama dipekerjakan untuk menjaga villa keluarga Caroline sehingga tak heran jika Vyora juga sudah mengenal mereka dengan baik.

"Nak Vyo, ini siapa?" tanya Dini yang terlihat penasaran sejak netranya menangkap bayi kecil yang ada dalam gendongan Vyora.

Wanita itu hanya dapat tersenyum, "Ini anak Vyo Bu. Namanya Jijel."

Mata Dini melebar ketika mendengar jawaban Vyora, "Nak Vyo kapan hamilnya? Seinget ibu, liburan kemarin perutnya masih kecil ya. Apa waktu itu udah hamil?"

Vyora terkekeh. Dini masih saja lugu seperti biasanya. Wanita paruh baya itu selalu berhasil membuatnya tertawa, "Nggak Bu. Vyo baru kok nikahnya, ini anak sambung Vyo."

"Oalaa, ibu kira anak kandung nak Vyo. Kan ibu jadi kaget. Ya udah kalau gitu nak Vyo istirahat dulu sama Jijel biar ibu buatin makanan. Udang asam manis kayak biasanya kan?"

Senyum Vyora semakin mengembang. Ia pun segera mengangguk, "Ya dong Bu. Jan lupa telur ceploknya ya Bu."

"Siappp."

Udang asam manis dan telur ceplok merupakan makanan yang wajib ada jika Vyora datang ke sini. Masakan Dini memang terlalu nikmat apalagi masakan signature nya, udang asam manis yang selalu bisa menaikkan mood Vyora. Biasanya seberat apapun beban yang ia pikul, masakan Dini selalu berhasil membuatnya kembali ceria ketika datang ke sini.

Semoga saja Arga tak mengganggu nya dan membuat mood nya yang perlahan naik ini kembali turun. Namun baru saja Vyora memohon, ponselnya tiba-tiba berdering dan menampilkan nama yang membuatnya kembali emosi.

"Mas Arga mau ngapain lagi sih!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!