13 - Beside

Sore ini Vyora segera meninggalkan ruang kelas setelah dosen menutup kelas, meninggalkan kedua temannya yang masih setia berada di bangku mereka. Ia berencana untuk mengajak Giselle mengunjungi kediaman Majendra sore ini.

Setelah membelah jalanan kota yang ramai dan menyesakkan, ia dan putri kecilnya akhirnya sampai di kediaman yang hampir mirip dengan kediaman Arga. Ketika ia turun dari mobil, kedatangannya langsung disambut oleh beberapa pengawal yang bertugas.

“Mbak Chessy nya ada?” tanya Vyora ramah.

Pengawal itu pun menunduk dan tersenyum, “Mari saya antarkan, Bu Chessy sedang berada di taman belakang dengan tuan Altair.”

Keduanya segera berjalan ke taman belakang yang sangat sejuk. Bibir Vyora tersungging kala melihat seorang anak yang tengah berlarian di hamparan rumput yang lembut dengan seorang wanita yang sedang duduk sembari mengamati putranya.

Chessy yang menyadari kedatangan Vyora pun tersenyum dan melambaikan tangan, “Hai Vy. Sini duduk,” sambutnya.

Dengan senang hati Vyora pun duduk di samping Chessy. Ia kembali menatap Altair yang masih sibuk bermain seorang diri. Entah mengapa sejak menatap bocah lucu itu, timbul perasaan menyenangkan di hatinya. Ia jadi membayangkan bagaimana perkembangan anaknya nanti. Pasti menyenangkan melihat Giselle berlarian mengejar kupu-kupu seperti yang Altair lakukan sekarang.

Melihat sikap Vyora membuat Chessy tersenyum, “Kamu suka anak kecil ya.”

Wanita itu mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya pada Altair, “Alta umurnya berapa mbak? Lucu banget.”

“Baru tiga hari yang lalu ulang tahun yang ke dua tahun.”

Jawaban Chessy membuat netra Vyora melebar, “Oh ya?? Wah aku perlu cari kado nih. Alta sukanya apa ya mbak?”

Chessy terkekeh, “Coba tanya sendiri sana.”

Vyora menyengir, “Kalau gitu nitip Jijel dulu ya mbak,” pintanya seraya memberikan bayi itu kepada Chessy. Selanjutnya ia berjalan mendatangi bocah laki-laki itu dan berjongkok di dekatnya, “Hai, Al boleh nanya sesuatu nggak?”

Anak itu pun menoleh dan memiringkan kepalanya mengikuti wajah Vyora, “Aya apa?” tanyanya dengan suara yang menggemaskan.

Vyora memang terkenal sebagai penyayang anak kecil, karena itu ia yang tak tahan dengan tingkah menggemaskan bocah laki-laki di depannya pun langsung mencubit gemas kedua pipi Altair. Ia tertawa kala bocah itu memajukan bibirnya.

Tingkah laku kedua orang itu membuat Chessy menyunggingkan senyum. Ia pun mengambil ponselnya dan merekam keduanya, mengirimkannya pada seseorang di seberang sana yang sedang menjalankan tugasnya.

Argavyan Byantara, pria yang tengah mengamati laut lepas itu pun sedikit terkejut kala ponsel yang ada di saku celananya berdering. Ia melihat notifikasi itu dan membukanya. Sebuah video dan pesan yang dikirimkan oleh istri sahabatnya.

Jangan dibuka kalau nggak mau tambah kangen

Kening Arga mengernyit ketika membaca pesan yang wanita itu kirimkan. Ia yang penasaran apa maksud Chessy pun segera membuka video yang wanita itu kirimkan. Ia dapat melihat tawa wanita yang terlihat begitu bahagia dengan laki-laki kecil yang ia kenal betul. Ia memicingkan matanya, tawa yang Vyora keluar dalam video itu adalah tawa yang tak pernah wanita itu keluarkan ketika bersama dengan dirinya. Ia pun hanya bisa tersenyum kecut melihat nya.

“Lagi ngapain lo?”

Lamunan Arga terhenti ketika gendang telinganya dipenuhi oleh suara rekannya. Ia pun memberikan tatapan tak sukanya dan menunjukkan layar ponselnya dengan enggan, “Istri lo ngirim video nggak jelas ke gue.”

Arfan segera menerima ponsel itu dan menonton video yang Arga maksud. Beberapa saat setelahnya ia pun terkekeh, “Ini istri lo kan? Lah bisa ketawa tuh dia, ketawa lepas banget lagi sama anak gue kok kata lo dia nggak bisa ketawa?”

Arga mengedikkan bahunya, “Kalau sama gue dia emang nggak pernah ketawa gitu.”

“Lo nakutin kali. Serem sih lo makanya Vyora takut sama lo.”

Pria itu menghembuskan napasnya, “Malah dia yang berani banget sama gue. Lo nggak tau aja kalau dia selalu ngedebat gue, ngelakuin semua hal yang gue larang, buat masalah terus padahal udah tau gue bakal marah. Kalau gitu kan berarti dia nggak ada takut-takutnya sama gue. Dia tuh emang… dia emang beda banget sama Meysa.”

Arfan tersenyum tipis mendengarkan cerita temannya. Ia sudah mengenal Arga sejak pertama kali masuk di akademi sehingga ia tau bagaimana sifat sahabatnya itu. Ia pun menepuk pundak Arga, “Itu lo tau dia beda sama Meysa.”

“Ga, come on… lo harus bisa nerima kalau sekarang yang jadi istri lo Vyora. Lo nggak bisa perlakukan dia kayak Meysa yang bakal selalu nurut sama lo. Lo harus bisa ngetreat dia dengan cara yang bisa istri lo terima.”

Pria itu menunduk, “Gue nggak tau… setiap gue ngeliat dia gue…”

“Lo pasti bisa Ga. Lo pasti bisa nganggep Vyora sebagai Vyora dan Giselle. Lo juga pasti bisa nerima anak lo perlahan,” ucap Arfan meyakinkan. “Kalau lo mau gue bisa kasih cara buat lo ngadepin Vyora. Lo tau dia mirip sama Chessy dulu kan.”

Benar, jika teringat cerita empat tahun yang lalu sepertinya nasib dirinya dan Arfan tak jauh berbeda. Ia pun menoleh, “Apa caranya?”

...-+++-...

“Dia mau kapal besar katanya mbak. Masa mau kapal besar kaya yang dipake papanya sih ada-ada aja anakmu mbak.”

Vyora yang menyerah dengan permintaan Altair hanya bisa terduduk masam di samping Chessy. Ia pun mengambil alih kembali Giselle yang sudah tertidur dan memindahkannya pada stroler yang ia bawa tadi seraya menimang bayi itu sebentar agar merasa lebih nyaman.

Perilaku Vyora tak luput dari perhatian Chessy. Wanita itu pun tersenyum teduh, “Vy, mbak boleh tanya sesuatu nggak?”

“Nanya apa mbak?”

“Kamu sayang banget ya sama Giselle?”

Pertanyaan Chessy hanya ditanggapi oleh senyuman dan anggukan. Apa hal itu harus dipertanyakan? Tentu saja ia sangat menyayangi Giselle bahkan ia sudah menganggap Giselle seperti anaknya sendiri. Tidak ada yang lebih penting dari Giselle saat ini.

“Tapi kamu tau kan kalau kamu nggak bisa cuma sayang ke Giselle? Inget perkataan mbak kemarin kan?”

Ya. Vyora paham arah pembicaraan Chessy. Ia juga sangat ingat apa yang wanita itu katakan kemarin ketika mereka berkeliling setelah menghadiri acara jalasenastri. Ia sangat-sangat-sangat paham. Namun sampai sekarang pun rasanya masih sangat sulit untuknya meskipun ia sudah berjanji akan mencoba bertahan lebih kuat dan memperbaiki pernikahannya, apalagi sekarang mereka tidak pernah berkomunikasi sejak pria itu pergi bertugas.

“Vyora…”

Panggilan Chessy membuyarkan lamunan Vyora. Ia pun menoleh ke arah wanita itu, “Aku tau mbak. Tapi mbak tau sendiri kan, sekarang kita bahkan nggak pernah ketemu. Komunikasi juga nggak ada sama sekali terus gimana hubungan kita mau lebih baik?”

“Kalau gitu coba kamu yang nelpon dia duluan. Kalau lagi ada sinyal pasti diangkat kok.”

“Maksud mbak, mbak suruh aku duluan yang ngehubungin Mas Arga?”

Wanita itu mengangguk dengan yakin, “Nggak ada salahnya dicoba. Kalau dua-duanya gengsi nggak akan ada perubahan. Pun cewek yang maju duluan juga bukan berarti lebih rendah kan.”

Kali ini Vyora tak mendebat. Ia hanya mendengarkan nasehat Chessy. Mustahil memang mengharapkan Arga menghubunginya terlebih dahulu dengan sifat gengsinya. Namun apa tak apa jika ia menghubungi pria itu terlebih dahulu? Apa pria itu tak akan merasa lebih superior lagi?

Pikiran Vyora terhentikan ketika ponselnya berdering. Ada sebuah telepon masuk. Namun ketika membaca nama yang menelponnya, kedua netranya pun melebar. Sebuah nama yang membuatnya tersadar bahwa ia juga terikat dalam hubungan selain dengan Arga.

Maxime.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!