Hari Vyora benar-benar hancur karena Arga. Selain kasar, ternyata pria itu juga pemaksa. Ia masih ingat cara Arga memaksanya untuk naik ke mobil ini sehingga ia harus terjebak dengan dua pengawal yang sama seramnya seperti Arga. Vyora sungguh heran bagaimana bisa kakaknya mencintai pria yang sama sekali tak ada sisi baiknya itu.
“Bisa nggak sih turunin saya di sini aja?” pinta Vyora yang hanya ditanggapi oleh keheningan.
Wanita itu benar-benar jengah. Bahkan pengawalnya saja bersikap menjengkelkan. Pasti semua ini karena virus menyebalkan Arga yang menyebar ke semua orang yang ada di sekitar pria itu.
Vyora mengedarkan pandangannya untuk mencari jalan keluar. Diam-diam tangannya bergerak untuk membuka kunci pintu mobil. Sebenarnya ide yang terbesit di otaknya kali ini benar-benar gila dan sangat dramatis tetapi ia tak memiliki pilihan lain jika ingin keluar dari mobil ini. Ia tak bisa diperlakukan seperti tahanan begini.
Sepertinya satu hari saja sudah cukup bagi Vyora untuk menilai sifat Arga. Ia tak dapat bertahan lagi. Hatinya terus menyuruhnya berlari menjauh. Karena itu setelah benar-benar yakin, ia menunggu beberapa saat hingga mobil itu melewati simpangan. Ketika mobil memelan, ia segera membuka pintu dan meloncat keluar hingga membuat dua pengawal yang ada di kursi depan terkejut.
Wanita itu segera beranjak dari tempatnya terjatuh. Ia segera melangkahkan kakinya, mengabaikan kedua lututnya yang sudah mengeluarkan cairan merah segar. Namun baru beberapa langkah, tangannya sudah dicekal oleh kedua pengawal itu yang membuatnya merontah.
“LEPASIN!!” teriak Vyora.
Seakan tuli, kedua pengawal itu kembali memasukkan Vyora ke dalam mobil dan membawa wanita itu menuju istana kematian yang sudah siap menjadi saksi bisu kemurkaan Arga padanya.
Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di kediaman Byantara. Kedua pengawal itu segera membawa Vyora ke dalam kamar dan menguncinya dari luar. Berulang kali Vyora berteriak agar dikeluarkan. Namun tak ada satu pun sahutan dari orang luar hingga tenggorokannya mengering.
“FUCK YOU ALL!!!” umpat Vyora untuk yang terakhir sebelum tubuhnya menyusut ke lantai.
Tangisan tak dapat lagi Vyora tahan. Ternyata hidup bersama Arga lebih melelahkan dibandingkan hidup bersama keluarga toksiknya bertahun-tahun. Sebelumnya ia bisa bertahan dengan keluarga yang selalu membanding-bandingkannya tetapi dengan Arga? Tidak, Vyora sangat lelah dan tak bisa untuk terus bertahan.
Sepertinya keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang salah. Seharusnya Vyora bersikeras untuk menolak pernikahan ini meskipun itu artinya ia harus keluar dari keluarga itu. Harusnya ia tak memikirkan perasaan orang lain. Semua pemikiran yang timbul tanpa sadar mengantarkan Vyora menuju alam mimpi.
...-+++-...
Arga menyelesaikan pekerjaannya lebih lama dari yang ia perkirakan. Setelah kepergian Vyora, ia pun segera pergi ke markas untuk mengurus urusannya yang lain. Dan rapat yang ia jalani ternyata berlangsung lebih lama sehingga ia baru sampai rumah pada malam hari.
“Dimana Vyora?” tanya Arga pada Ina, kepalan pelayan di rumahnya.
“Ibu Vyora masih di kamar, pak. Bibi liat tadi lututnya terluka tapi bibi ketok-ketok nggak ada jawaban apapun dari ibu Vyora.”
Arga mengangguk paham dan mempersilahkan Ina untuk pulang. Ia segera pergi menuju kamarnya. Namun ketika ia membuka pintu, ia cukup terkejut ketika kegelapan memenuhi netranya. Ditambah dengan seorang wanita yang tertidur di lantai membuatnya menghembuskan napas.
“Kamu memang keras kepala, Vyora,” gumam Arga.
Selanjutnya pria itu mengangkat tubuh Vyora ala bridal style dan menidurkannya di atas kasur. Ia menatap sekilas kedua luka yang menghiasi lutut istrinya sebelum mengambil kotak obat yang terletak di laci nakas.
Arga duduk di samping Vyora dan segera mengoleskan obat merah pada luka itu. Reaksi yang disebabkan obat merah itu membuat Vyora menggeliat. Perlahan netranya membuka dengan sempurna dan menatap seorang pria yang masih fokus mengoleskan obat.
“Mas Arga?”
Suara Vyora membuat Arga menoleh. Namun sedetik kemudian pria itu kembali beralih pada luka Vyora dan membalutnya, “Bangun juga kamu akhirnya setelah membuat masalah.”
Wanita itu berdecak. Ia kira suaminya sudah melunak karena mau mengobati lukanya. Namun ternyata pria itu masih sama seperti sebelumnya, seorang Byantara yang sangat sangat sangat menyebalkan. Ia pun segera menegakkan badannya karena tak ingin dianggap lemah. Ia mengedarkan pandangannya namun jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat karena tak menemukan apa yang ia cari.
“Jijel mana?”
Pertanyaan Vyora membuat Arga mengangkat sebelah alisnya, “Jijel?”
“Iya, Lavanya Giselle Byantara aka Jijel. Gimana sih, nama anak sendiri masa lupa.”
Pria itu tersenyum kecut, “Nama anak saya Giselle bukan Jijel. Mana saya tau kalau kamu mengganti nama anak saya dengan panggilan yang aneh itu."
“Aneh kamu bilang? Itu nama kesayangan tau,” protes Vyora. “Mas aja yang nggak update jadi nggak ngerti bahasa-bahasa jaman sekarang,” gumamnya dengan suara yang sangat amat pelan.
“Apa kamu bilang?”
Vyora menggeleng dengan cepat, ternyata pendengaran pria itu sangat tajam bahkan bisa mendengar suaranya yang sangat amat pelan. Ia pun menggaruk tengkuknya, “Enggak kok. Jadi mana Jijelnya kok nggak ada?”
Pria itu mendengus kesal, “Ada di kamar sebelah,” jawabnya dengan nada yang enggan.
Namun jawaban Arga membuat Vyora melebarkan matanya, “APA? Kamu biarin anak kamu sendirian di kamar? Gila ya kamu ninggalin anak tanpa penjagaan,” ucapnya sebelum menggerakkan kakinya yang masih terasa sangat sakit.
“KAMU NYALAHIN SAYA?!” bentak Arga membuat aktivitas Vyora terhenti.
Suara Arga yang begitu menggelegar membuat telinga Vyora menegang. Pria itu menatapnya dengan tajam, “Kamu nggak sadar kalau yang ninggalin dia itu kamu? Kamu yang main pergi dengan pacar kamu dan tidak memperhatikan Giselle sebagai ibu pengganti yang harus selalu menjaganya!”
Sekali lagi Arga menyalahkan Vyora. Kali ini wanita itu tak lagi mendebat, ia hanya menghembuskan napasnya lelah. Tubuhnya benar-benar remuk sekarang sehingga membuatnya tak kuat untuk berdebat dengan suami barunya ini.
Vyora menganggukkan kepalanya, “I’m wrong, puas? Sekarang bawa Jijel kesini, kaki aku sakit nggak bisa jalan.”
Wanita itu sepertinya memang memiliki kemampuan untuk mengubah suasana dengan cepat. Entah bagaimana cara wanita itu melakukannya, tetapi Arga seolah tersihir dan tak lagi mendebat. Pria itu hanya menghela napasnya sebelum pergi menuju kamar anaknya. Menggendong putri kecilnya untuk pertama kali dan membawanya kepada Vyora.
Dengan hati-hati, Vyora menerima tubuh mungil itu. Ia menidurkan bayi yang menggeliat itu di sampingnya dan ikut berbaring. Ia menjadikan satu tangannya sebagai bantal dan tangan lainnya bergerak untuk menepuk-nepuk paha Giselle.
Sikap Vyora tak luput dari perhatian Arga. Cukup lama pria itu memperhatikan istri dan anaknya hingga suara Vyora membuyarkan lamunannya.
“Nggak usah ngeliatin aku,” larang Vyora seolah tau apa yang pria itu lakukan di belakangnya.
“Jangan terlalu percaya diri.”
Vyora tersenyum remeh, “Kalau nggak ngeliatin aku, ngapain mas masih berdiri di situ? Aku tau mas lagi liatin aku sama Jijel, ngaku aja lah. Jujur aja deh kalau mas lagi terpesona sama aku kan.”
Bukannya menjawab Arga malah pergi meninggalkan kedua orang itu menuju kamar mandinya. Hal itu tak luput dari perhatian Vyora yang hanya dapat menggelengkan kepalanya.
Argavyan Byantara. Pria yang kasar, pemaksa, dan sekarang bertambah lagi sikap negatif Arga yang tak Vyora suka. Pria itu juga memiliki gengsi yang tinggi. Pria itu jelas bukan tipenya. Ia jadi bingung bagaimana caranya agar ia bisa menyukai pria itu sebagai suaminya.
Huft sepertinya Vyora tak akan bisa mencintai pria itu. Ia pun hanya menghembuskan napasnya dan menatap GIselle, “Kamu liat kan, Jel. Papa kamu itu bener-bener bikin onty kesel. Onty nggak salah kan kalau onty lebih milih pacar onty dari pada papa kamu yang seram itu.”
“Kamu mau menjelekkan saya kepada anak saya?”
Kepala Vyora berotasi secara perlahan hingga netranya menangkap sosok menjulang yang tengah berdiri di samping kasur. Pria itu sedang menatapnya sengit hingga membuat tubuhnya sedikit bergetar takut. Sungguh, kharisma Arga yang tegas itu sangat dominan bahkan bagi Vyora meskipun ia sekuat mungkin berusaha untuk menutupi ketakutan nya dengan sifat angkuhnya.
"M-mas sejak kapan di situ?” tanya Vyora gugup.
“Sejak kamu bilang kalau kamu lebih milih pacar kamu dibandingkan saya,” ucap pria itu menghela napasnya, “Dengarkan baik-baik, saya tidak suka dibandingkan dengan siapapun!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Anita Jenius
3 like mendarat buatmu thor.
semangat ya thor...
2024-04-12
0
naotaku12
Wah, kepala otakmu pasti kreatif banget, thor!
2024-02-21
0