SWEET MARRIAGE
“Saya terima nikah dan kawinnya Alettha Vyora Nazellya binti Juan Mahendra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
Vyora tak dapat menahan kristal bening yang terjatuh dari matanya saat kalimat sakral itu berhasil dilontarkan dalam satu tarikan napas. Ia menangis bukan karena bahagia seperti mempelai pada umumnya, tetapi ia menangis karena kalimat itu menandakan bahwa kebebasannya benar-benar sudah terenggut.
Kata sah yang diucapkan oleh semua saksi yang hadir pun semakin menegaskan bahwa sekarang Vyora bukan lagi wanita bebas yang bisa bertindak semaunya. Ia telah menjadi istri dari seorang pria yang asing untuknya. Ia juga harus menjadi ibu dari seorang bayi yang belum mengerti apapun.
Bayi yang sedang berada di pangkuan Vyora itu terlihat damai. Bayi suci itu belum mengerti apa yang terjadi di sekelilingnya. Senyuman yang tersungging dari bibir kecilnya adalah senyuman paling menyakitkan yang Vyora lihat. Bayi itu tersenyum kepadanya mungkin karena bayi itu mengira ia adalah ibu kandungnya. Padahal tidak, bayi itu bahwa tak mengerti bahwa ibu kandungnya telah pergi.
Benar, pernikahan yang sedang terjadi merupakan pernikahan yang dipaksakan terjadi. Vyora sama sekali tak pernah membayangkan akan berada di pelaminan secepat ini. Apalagi dengan pria yang tak pernah bersemanyam di hatinya. Sungguh, ia tak siap tetapi tak ada kesempatan untuknya bisa mengatakan hal ini.
Pernikahan yang terjadi semata-mata karena keinginan seorang wanita di akhir hayatnya. Wanita itu mengatakan permintaan terakhirnya tepat setelah satu jam lahirnya bayi mungil dan suci. Permintaan yang ditujukan untuk Vyora tanpa bisa Vyora tolak.
"Ayo temui suamimu."
Tuturan Sari membuyarkan lamunan Vyora. Wanita paruh baya itu segera mengambil alih bayi yang ada di pangkuan Vyora sebelum membantu putrinya berjalan menuju tempat ijab kobul.
Jantung Vyora terasa berhenti berdetak kala ia melihat orang-orang yang ada di tempat itu untuk pertama kali. Apalagi ketika ia didudukan pada kursi yang bersebelahan dengan pria dewasa yang sudah sah menjadi suaminya. Untuk pertama kalinya, ia harus menyalami tangan seorang pria dan membiarkan pria itu mencium dahinya.
Takdir Tuhan memang selalu mempermainkannya. Vyora hanya bisa terdiam menjalani prosesi pernikahan yang melelahkan itu. Meskipun tidak ada resepsi yang meriah, ia masih harus menahan telinga dan hatinya dari ucapan-ucapan menyakitkan yang harus ia terima.
"Kasihan ya, masih muda tapi malah dapatnya suami orang."
"Yang sabar ya, jadi istri pengganti sepertinya memang sudah takdir kamu."
Tak ada satu pun kalimat yang membangun mental Vyora. Semuanya hanyalah basa basi yang sangat menyakitkan, bahkan yang lebih miris, semua kalimat itu terlontar dari mulut keluarga besarnya dan keluarga besar suaminya. Oh Tuhan, sampai kapankah ia harus bertahan?
...-+++-...
Akhirnya setelah menyelesaikan acara yang melelahkan, Vyora segera masuk ke dalam kamar bersama putri sambungnya. Ia membaringkan bayi itu sebelum membersihkan diri di kamar mandi. Ia berusaha secepat mungkin untuk kembali menemui putrinya, namun seorang pria yang tengah berbaring di samping putrinya membuat langkah Vyora terhenti.
Pria itu memberikan tatapan dingin yang mengintimidasi dan menghela napasnya, "Kenapa kamu meninggalkan anak saya sendirian?" tanyanya dingin.
Tatapan itu memang membuat Vyora takut. Namun ia tak mungkin menunjukkan ketakutannya di depan pria yang baru beberapa jam menjadi suaminya. Ia hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan mendekati ranjang untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur.
"Maaf, karena udah ada mas yang jagain Giselle, jadi aku akan tidur di kamarku aja."
"Kamar kamu?"
Vyora mengangguk. Namun anggukan itu semakin membuat netra Arga menggelap. Tatapannya semakin menusuk, "Jangan macam-macam Vyora. Status kamu sudah berubah jadi jangan buat masalah dan gantikan Meysa sesuai perjanjian."
Meysa, Meysa dan Meysa. Vyora memang berdiri di sini karena Meysa. Namun mau sampai kapan nama Meysa selalu menjadi penentu hidupnya? Ia memang sedang menjalankan perannya untuk menggantikan Meysa. Namun tak bisakah pria itu mengatakannya dengan bahasa yang lebih baik?
Tak taukah pria itu bahwa Vyora sedang berusaha untuk melakukan yang terbaik demi kakaknya? Sejak kecil ia selalu berusaha untuk mengambil hati semua orang yang terus membandingkan dan mengharuskannya menjadi seperti Meysa. Namun semua usahanya sia-sia. Ia tetap tak mendapatkan semua perhatian itu. Bahkan ketika dirinya memutuskan untuk keluar rumah dan memulai hidupnya sendiri, ia masih harus kembali untuk menjadi pengganti Meysa.
Seharusnya Arga memahami posisi Vyora yang tak mudah. Namun pria itu malah terkesan menyalahkan dan tak menyukai kehadirannya. Pria itu seolah mengharuskan Vyora untuk bertindak seperti yang kakaknya lakukan. Sungguh ia tak bisa karena sampai kapan pun ia bukanlah Meysa.
Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dan balik menatap Arga, "Aku bukan Meysa!"
Mendengar nada tinggi yang istrinya lontarkan membuat amarah Arga semakin meningkat. Ia beranjak dan menjatuhkan wanita itu dengan kasar ke atas kasur. Tangannya terarah untuk menahan pergerakan Vyora dan kembali memberikan tatapan elangnya, “Tidur disini dan lakukan sesuai yang saya perintahkan! Jangan pernah meninggikan suaramu kepada saya!”
Melihat perlakuan Arga yang kasar membuat Vyora menghilangkan rasa segannya pada Arga. Sebelum hari ini ia masih menghormati pria itu sebagai pria yang pernah menjadi kakak iparnya. Namun di matanya sekarang Arga merupakan iblis yang tengah menyamar menjadi suami diktator yang sangat ia benci.
Tanpa menurunkan tatapan tajamnya, tangan Vyora bergerak untuk melepaskan cengkraman Arga pada lengannya dengan sekuat tenaga, “Lepas atau aku teriak sekarang?!”
Namun bukannya melepaskan cengkeramannya, Arga justru semakin mengeratkan cengkraman itu dan mengeluarkan smirk nya, “Coba saja jika berani.”
Vyora memicingkan matanya. Rupanya pria itu menganggapnya lemah. Lihat saja apa yang akan ia lakukan setelah ini. Ia akan membuat pria itu meminta maaf kepadanya. Ia tersenyum sebelum berteriak dengan keras, “MAMA! PAPA! TOLONGIN VYORA!!”
Hening. Tak terdengar apapun dari luar. Vyora jadi berpikir apakah mungkin orang tuanya sedang keluar? Tidak, tidak. Vyora menggelengkan kepalanya dan terus berteriak. Namun tangisan bayi mungil di sampingnya membuatnya berhenti berteriak dan semakin panik.
“Lepasin aku! Kamu nggak denger Giselle nangis?!"
Sejenak Arga terdiam sebelum melepaskan cengkeramannya yang mencetak bekas merah pada lengan putih Vyora. Tentu saja wanita itu merasakan sakit tetapi ia tak mempedulikan rasa sakit itu dan segera menggendong Giselle, menimang bayi itu agar kembali tenang.
“Ssttt…. cup cup cup,” ujar Vyora seraya menepuk-nepuk punggung bayi yang ada dalam gendongannya.
Arga yang tak bergeming di tempatnya hanya menatap istri dan anaknya dengan tatapan dingin. Ia memperhatikan seorang anak yang telah menjadi penyebab kematian istrinya dan seorang wanita yang telah berani merebut posisi Meysa dalam hidupnya.
Vyora dan Giselle merupakan dua perempuan yang sama-sama telah merusak kebahagiaannya dengan Meysa. Entah apakah ia dapat menerima dan menyayangi mereka berdua seperti ia menyayangi Meysa atau tidak. Ia tak yakin apalagi ketika bayang-bayang Meysa masih memenuhi hati dan pikirannya.
Memikirkan banyak hal membuat kepala Arga pening. Ia pun menata bantal dan membaringkan tubuhnya, “Saya mau tidur jadi jangan ganggu saya dengan tangisan anak itu.”
Perintah Arga membuat Vyora menggelengkan kepalanya. Ingin sekali ia mendebat pria itu tetapi Giselle lebih penting sekarang. Ia tak ingin membuat bayi itu kembali menangis jika mendengar perdebatannya dengan Arga.
Pada akhirnya Vyora hanya mendiamkan pria itu dan mengurus Giselle hingga bayi itu kembali tertidur. Membaringkan Giselle dan ikut tidur di samping bayi itu. Tidur bersama pria yang berstatus suaminya untuk pertama kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Anonymous
.
2024-07-08
0
Bundanya Syahdan
hadir thor 🥰
2024-06-02
0
Q
Bintinya ketinggalan thor
2024-05-26
0