SWEET MARRIAGE

SWEET MARRIAGE

1 - A Wedding

“Saya terima nikah dan kawinnya Alettha Vyora Nazellya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”

Vyora tak dapat menahan air matanya kala kalimat sakral itu berhasil dilontarkan dalam satu tarikan napas. Bukan tangisan bahagia yang keluar dari netra cantiknya melainkan kesedihan yang menandakan kehancuran hidupnya.

Kata ‘sah’ yang diucapkan oleh semua saksi yang hadir menyadarkan Vyora bahwa sekarang ia benar-benar telah melepaskan kebebasannya demi menjadi seorang istri dan ibu dari bayi yang kini berada di pangkuannya. Ia menatap bayi mungil itu dalam-dalam. Bayi itu terlihat damai, bahkan sesekali mengeluarkan senyumnya kala menatap wajah Vyora. Sungguh menggemaskan, tetapi senyuman itu semakin mengingatkan Vyora dengan orang yang menjadi penyebab semua ini terjadi.

Pernikahan yang sedang terjadi saat ini bukanlah keinginan Vyora. Ia sama sekali tak pernah membayangkan bahwa pernikahannya akan terjadi secepat ini. Pun dengan pria yang sama sekali tak ada di hatinya. Sungguh ia tak siap!

Lamunan Vyora terhenti ketika seorang wanita paruh baya menepuk pundaknya, “Ayo temui suamimu,” perintah Sari, ibunya.

Dengan tatapan kosong Vyora berjalan menuju tempat ijab kabul dilaksanakan. Dengan bantuan Sari, ia duduk di samping pria yang telah resmi menjadi suaminya, menyalami pria itu dan membiarkan pria itu mencium dahinya.

Waktu benar-benar terasa lama bagi Vyora untuk menyelesaikan acara pernikahannya. Meskipun tak ada pesta, tetap saja acara pernikahan itu berlangsung sangat lama karena ia masih harus menjamu para tamu yang datang. Selama itu pula ia harus menahan diri dalam obrolan yang membuat hatinya sakit.

Setelah tamu terakhir pergi, Vyora memilih untuk langsung masuk ke dalam kamar barunya. Ia membaringkan bayi mungil itu di atas kasur lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun ketika ia selesai dan keluar dari kamar mandi, netranya malah menangkap seseorang yang membuatnya mematung.

Pria yang tengah berbaring di samping bayi mungil itu menatap Vyora dengan tatapan dingin yang mengintimidasi. Pria itu menghembuskan napasnya, “Kenapa kamu meninggalkan anak saya sendirian?” tanyanya dengan nada tak suka.

Nada bicara pria itu membuat Vyora sedikit tersinggung. Menurutnya pria yang pernah menjadi kakak iparnya itu tetap tak memiliki hak untuk menyalahkannya meskipun status mereka telah berubah sekarang. Tak bisakah pria itu bersikap lebih lembut?

Vyora menghela napasnya, “Ada mas kan? Berarti aku nggak ninggalin anak mas sendirian dong,” elaknya sebelum berjalan mendekati ranjang.

Wanita itu mengambil ponselnya yang terletak di atas kasur dan kembali menatap Arga, “Karena udah ada mas yang jaga, jadi aku mau balik ke kamarku.”

“Kamar kamu?”

Vyora mengangguk, “Iya, kamar aku. Aku mau tidur di kamarku aja.”

Tatapan dingin Arga semakin menjalar ke seluruh ruangan hingga dinginnya dapat menembus kulit Vyora. Pria itu menatap Vyora dengan tajam, “Jangan macam-macam Vyora. Lakukan tugasmu dan jadilah seperti Meysa. Lakukan seperti yang dia lakukan untuk saya dan semua orang yang ada di rumah ini.”

Meysa. Selalu saja nama wanita itu yang menjadi pembanding untuk Vyora. Wanita yang telah meninggalkan dunia ini satu minggu yang lalu itu terus mengalahkannya bahkan setelah wanita itu tiada.

Well, Vyora memang mengakui jika kakak kandungnya merupakan wanita yang sempurna. Ia pun juga sebenarnya tak pernah membenci Meysa. Namun tetap saja, ia bukanlah Meysa. Vyora adalah Vyora, bukan Meysa ataupun orang lain sehingga ia tak tau mengapa ia harus terus menjalani kehidupannya seperti yang Meysa lakukan dalam hidupnya?

Sejak kecil Vyora selalu dipandang sebelah mata. Ia harus selalu melakukan seperti yang kakaknya lakukan. Menjadi bayang-bayang Meysa menjadi penjelas hidup monokrom Vyora. Namun Vyora bukanlah Meysa. Ia tak memiliki hati malaikat seperti Meysa. Ia bukanlah perempuan secerdas Meysa. Ia juga bukan perempuan penurut seperti Meysa dan yang jelas adalah kepribadian dan kemampuan yang Vyora miliki jauh berbeda dengan Meysa.

Tak cukupkah pengorbanan yang Vyora lakukan? Menikah dengan suami kakaknya yang tak ia cintai saja sudah cukup menyiksa Vyora. Namun sekarang apakah ia juga harus menerima perlakuan Arga yang juga membandingkannya dengan Meysa? Sungguh Vyora tak dapat menerimanya.

Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dan menatap tajam suaminya, “Aku bukan Meysa!” tegas Vyora.

Mendengar nada tinggi yang istrinya lontarkan membuat Arga semakin murka. Ia beranjak dan menjatuhkan wanita itu dengan kasar ke atas kasur. Tangannya terarah untuk menahan pergerakan Vyora dan memberikan tatapan elangnya, “Tidur disini dan lakukan sesuai yang saya perintahkan! Jangan pernah meninggikan suaramu kepada saya!”

Sungguh Vyora semakin membenci Arga sekarang. Mulai hari ini dan seterusnya, tidak akan ada kata segan lagi dalam kamusnya. Pria itu bukanlah pria yang pantas untuk ia hormati. Pria itu bukan lagi kakak iparnya, melainkan iblis yang menyamar menjadi suami diktator.

Tanpa menurunkan tatapan tajamnya, tangan Vyora bergerak untuk melepaskan cengkraman Arga pada lengannya dengan sekuat tenaga, “Lepas atau aku teriak sekarang?!”

Namun bukannya melepaskan cengkeramannya, Arga justru semakin mengeratkan cengkraman itu seraya mengeluarkan smirk nya, “Coba saja jika berani.”

Vyora memicingkan matanya. Rupanya pria itu menganggapnya lemah. Hah! Lihat saja apa yang akan ia lakukan setelah ini. Ia akan membuat pria itu malu. Ia tersenyum sebelum berteriak dengan keras, “MAMA! PAPA! TOLONGIN VYORA!!”

Hening. Tak terdengar apapun dari luar. Vyora jadi berpikir apakah mungkin orang tuanya sedang keluar? Tidak, tidak. Vyora menggelengkan kepalanya dan terus berteriak. Namun tangisan bayi mungil di sampingnya membuatnya berhenti berteriak dan semakin panik.

“Lepasin aku! Kamu nggak denger Giselle nangis?”

Sejenak Arga terdiam sebelum melepaskan cengkeramannya yang mencetak bekas merah pada lengan putih Vyora. Tentu saja wanita itu merasakan sakit tetapi ia tak memperdulikan rasa sakit itu dan segera menggendong Giselle, menimang bayi itu agar kembali tenang.

“Ssttt…. cup cup cup,” ujar Vyora seraya menepuk-nepuk punggung bayi yang tengah ada dalam gendongannya.

Arga yang tak bergeming di tempatnya menatap istri dan anaknya dengan tatapan dingin. Ia memperhatikan seorang anak yang telah menjadi penyebab kematian istrinya dan seorang wanita yang telah berani merebut posisi Meysa dalam hidupnya.

Vyora dan Giselle merupakan dua perempuan yang sama-sama telah merusak kebahagiaannya dengan Meysa. Entah apakah ia dapat menerima dan menyayangi mereka berdua seperti ia menyayangi Meysa atau tidak. Ia tak yakin apalagi ketika bayang-bayang Meysa masih memenuhi hati dan pikirannya.

Memikirkan banyak hal membuat kepala Arga pening. Ia pun menata bantal dan membaringkan tubuhnya, “Saya mau tidur jadi jangan ganggu saya dengan tangisan anak itu.”

Ucapan Arga membuat Vyora menggelengkan kepalanya. Ingin sekali ia mendebat pria itu tetapi Giselle lebih penting sekarang. Ia tak ingin membuat bayi itu kembali menangis jika mendengar perdebatannya dengan Arga.

Pada akhirnya Vyora hanya mendiamkan pria itu dan mengurus Giselle hingga bayi itu kembali tertidur. Membaringkan Giselle dan ikut tidur di samping bayi itu. Tidur bersama pria untuk pertama kalinya.

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Salam kenal thor..

2024-04-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!