2 - A Day In Cafe

Pagi ini Vyora dan Arga memutuskan untuk kembali ke kota setelah sarapan. Meskipun baru sehari mereka tinggal di rumah keluarga Vyora dengan status baru mereka, tetapi tugas Arga sebagai seorang kolonel lah yang menyuruhnya untuk kembali dengan cepat. Pun Vyora yang sudah izin selama seminggu pun harus segera masuk kuliah.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah Arga, Vyora tak dapat mengalihkan perhatiannya dari kemewahan yang disuguhkan. Ditambah dengan adanya pengawal yang berjaga membuatnya tersadar bahwa pria yang ia nikahi adalah pria yang mapan.

Vyora sama sekali tak mengeluarkan suaranya hingga masuk ke dalam kamar. Saat itulah ia langsung mengeluarkan pertanyaan yang membuatnya penasaran, “Mas, kenapa pengawal di sini banyak banget?”

“Untuk menjaga istri saya dan orang-orang yang ada di rumah ini,” jawab Arga tanpa menatap Vyora.

Wanita itu pun mengangguk paham, “Tapi aku nggak perlu penjagaan mas. Aku bisa jaga diri sendiri,” ucapnya lagi.

Namun pernyataan Vyora membuat Arga terkekeh kecil. Ia menatap Vyora seraya menekuk tangannya di depan dada, “Maksud saya istri yang saya cintai, Meysa. Tapi kamu tau kan dia udah nggak ada di sini jadi tugas pengawal itu sekarang hanya menjaga orang-orang yang ada di rumah ini,” jawabnya dengan menekankan kata orang-orang.

Bodoh sekali Vyora karena mengira Arga menganggapnya sebagai istri, jelas-jelas pria itu sedang membicarakan kakaknya. Ia pun hanya dapat tersenyum kecut. Ia memilih untuk berbaring di samping anak sambungnya dan membiarkan pria itu pergi.

Tepat setelah pria itu keluar kamar, ponsel Vyora tiba-tiba berdering dan memperlihatkan sebuah chat yang membuat senyumnya kembali mengembang. Dengan gerakan cepat ia mengganti pakaiannya dan merias diri secantik mungkin.

Setelah selesai bersiap, Vyora segera menitipkan Giselle yang sedang tidur kepada pelayan yang ada di rumah itu dan keluar rumah. Namun sialnya, pengawal yang ada di rumah ini ternyata memiliki sifat yang sama seperti Arga. Para pria itu tak ada yang membiarkannya pergi.

“Maaf ibu, Pak Arga telah berpesan bahwa ibu harus tetap berada di rumah ini hingga Pak Arga pulang,” jelas salah satu pengawal itu.

Vyora hanya dapat berdecak dan kembali ke dalam rumah. Ia terus berpikir dan memutar otaknya agar dapat keluar dari istana memuakkan ini. Jika ia tak bisa keluar sekarang, mungkin tak ada kesempatan lain untuknya.

Cukup lama Vyora berpikir hingga sebuah ide terbesit di otaknya. Ia pun segera menelpon seseorang dan kembali berjalan keluar menemui pengawal itu. Di waktu yang bersamaan, sebuah klakson terdengar dari luar.

“Nah tuh Mas Arga. Cepat bukain gerbangnya kalau nggak mau kena marah.”

Para pengawal itu saling bertatapan, “Tapi Pak Arga tidak mungkin kembali secepat ini.”

Vyora memutar bola matanya jengah, “Terus? Emang kalian tau pasti Mas Arga pulang nya kapan? Orang dia yang barusan ngechat aku. Makanya cepet bukain!!”

“B-baik bu.”

Rencana Vyora berhasil. Ketika gerbang dibuka, ia pun segera berlari menuju sebuah taksi online yang sudah terparkir di depan gerbang. Setelah ia masuk, pengemudi pun segera melajukan nya dengan kecepatan penuh seperti rencananya. Ia melihat pengawal itu dari kaca belakang dan menjulurkan lidahnya. Ternyata mudah sekali mengelabui pengawal-pengawal itu. Cih, fisiknya saja yang besar tapi otaknya kecil.

...-+++-...

Mobil yang menumpangi Vyora berhenti di depan sebuah kafe yang terletak di pusat kota. Setelah membayar, wanita itu pun segera turun dan masuk ke dalam kafe. Ia berjalan mendekati seorang pria yang tengah duduk di salah satu dengan perasaan berdebar.

Pria itu pun tersenyum ketika menyadari kedatangan kekasihnya. Ia segera beranjak dan merentangkan tangannya, “Hai babe,” sapa Maxime mendekatkan diri pada Vyora.

Namun, bukannya menyambut pelukan Maxime, Vyora malah mundur beberapa langkah hingga menimbulkan tatapan tak suka dari pria itu. Ia juga tak tau mengapa ia melakukan hal itu tapi setelah bertemu dengan kekasih yang sangat ia rindukan rasanya seperti… ia takut suaminya memergokinya?

Maxime mengerutkan keningnya, “Babe, are you okay? Kamu beneran marah sama aku?”

Pertanyaan Maxime membuyarkan lamunan Vyora. Segera ia menggelengkan kepalanya, “Nggak, kenapa aku harus marah sama kamu? Nggak ada alasan buat aku marah kan?”

“Kalau kamu nggak marah kenapa kamu tiba-tiba ninggalin aku? Kamu bahkan nggak ada kabar selama seminggu ini? Terus barusan, kamu menghindar dari aku? Am I wrong?”

Benar, Vyora memang meninggalkan kekasihnya tiba-tiba setelah mendengarkan kabar bahwa kakaknya melahirkan dan setelah itu ia harus kembali ke kampung halamannya untuk menyiapkan pernikahannya dengan Arga yang serba mendadak karena kemauan Meysa. Ia benar-benar tak memiliki waktu untuk mengabari Maxime waktu itu.

“Babe…” Maxime melambaikan tangannya di depan wajah Vyora. “Babe! Kamu dengerin aku nggak sih?”

“Ah… iya sorry.”

Pria itu berdecak, “Kamu ada apa sih sebenernya? Ada yang kamu sembunyiin dari aku? Can you tell me now?”

Vyora menggeleng, “Nggak ada yang aku sembunyiin dari kamu,” dustanya.

Maxime hanya dapat menghembuskan napasnya, “Oke, I trust you. Kalau gitu peluk aku dong, masa pacarnya dianggurin.”

Sejenak Vyora terdiam hingga kakinya melangkah untuk memeluk pria itu, melepaskan semua kerinduan yang ia pendam selama ini. Ternyata pelukan pria itu memang dapat membuat Vyora lebih tenang.

Mereka melepas rindu tanpa menyadari bahwa tingkah laku keduanya sampai pada netra tajam pria yang tengah duduk tak jauh dari tempat mereka. Pria itu mengepalkan tangannya dan segera beranjak dari tempatnya menuju dua sejoli itu.

Arga, entah bagaimana pria itu bisa berada di kafe ini tetapi yang pasti tangannya sekarang sudah mencengkram lengan Vyora dan menariknya dengan kuat hingga istrinya terlepas dari pelukan pria itu.

“Lo siapa hah? Lepasin cewek gue!” sungguh Maxime.

“Kamu tanya saya siapa?”

Suara bariton Arga membuat Vyora merinding. Ia sungguh takut sekarang. Bukan karena ia takut dengan Arga melainkan karena ia takut pria itu akan mengatakan yang sebenarnya kepada Maxime. Ia belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya pada kekasih yang telah ia pacari selama satu tahun itu.

“Babe, tunggu sebentar di sini,” pinta Vyora sebelum mendorong tubuh Arga untuk keluar dari kafe itu.

Dengan berat Arga yang jauh di atas Vyora, membuat wanita itu kesusahan. Sungguh pekerjaan yang melelahkan hingga napasnya ngos-ngosan. Ia pun membungkuk seraya mengangkat tangannya agar suaminya memberinya sedikit waktu untuk mengatur napasnya.

Setelah napasnya kembali pulih, Vyora kembali menatap Arga dan mengacak kan pinggang, “Mas kenapa tadi lakuin itu di depan pacarku?”

“Sadar kamu bilang gitu ke saya?”

Wanita itu menangguk dengan tegas, “Aku sadar seratus persen. Lagian kamu udah terlanjur tau jadi biar ku perjelas sekarang kalau cowok yang tadi kamu temui adalah pacar aku. Dia yang harusnya jadi suami aku sekarang.”

Sikap Vyora selalu berhasil mengejutkan Arga dan selalu berhasil membuat harga dirinya terluka. Pria itu pun menatap istrinya dengan tajam, “Kamu benar-benar menguji kesabaran saya!”

“Menguji? Bukannya mas sendiri yang bilang kalau istri mas cuma Mbak Meysa? Jadi harusnya aku juga berhak buat ngasih tau mas siapa orang yang harusnya jadi suami aku! Lagi pula kalau mas lupa, pernikahan kita cuma di atas kertas aja kan? Jadi mas nggak perlu marah kayak gini.”

Arga tak melepaskan tatapan intimidasinya sama sekali. Bahkan tatapan sekarang lebih tajam hingga rasanya bisa menusuk kedua netra Vyora dengan tatapan itu.

“Sekarang pulang dan tunggu saya. Kita selesaikan masalah ini di rumah!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!