18 - Bad Night With Arga

"Kamu ngomong apa ke anak saya?!”

Tubuh Vyora mendadak kaku mendengar suara bariton itu. Rasanya seperti waktu terhenti bagi tubuhnya. Vyora sungguh tak tau harus menjawab apa. Ia tak menyangka jika pria itu akan kembali secepat ini.

“Vyora… Jawab saya. Kamu manggil diri kamu apa ke anak saya?”

“Hah? Mas nanya apa?”

“Vyora….”

Wanita itu menarik napas panjang, “Buna. Kenapa? Apa nggak boleh kalau aku pengen Jijel manggil aku buna meskipun aku bukan ibu kandungnya?” tanyanya pasrah.

Cukup lama pria itu terdiam setelah Vyora mengeluarkan isi hatinya. Hal itu membuat jantung Vyora berdetak lebih cepat, ia sungguh penasaran dengan jawaban Arga setelah ini. Rasa penasarannya semakin besar kala pria itu hanya menghembuskan napasnya dan pergi meninggalkannya bersama Giselle.

Entah apa yang ada di pikiran Arga saat ini. Apa pria itu sedang menertawakannya di dalam hatinya? Mungkin iya, pasti pria itu sedang menertawakannya. Vyora, perempuan yang tidak pernah bisa mencapai level Meysa. Perempuan yang telah berstatus istri mendiang kakaknya kini juga ingin menjadi ibu seutuhnya bagi anak Meysa. Sungguh menyedihkan bukan selalu mendapatkan apa yang sudah menjadi milik Meysa.

Vyora hanya dapat menunduk lesu memikirkan semua kemungkinan itu. Jika Arga memang sedang menertawakannya maka pria itu memang benar-benar jahat. Padahal ia tak ada niat menggantikan posisi Meysa, baik bagi Arga sendiri maupun Giselle. Namun ia hanya ingin dipanggil dengan sebutan paling berharga di dunia ini. Tidak semua perempuan bisa merasakan dipanggil ibu bukan? Karena itu ia juga ingin dipanggil ibu oleh anak sambungnya.

“Minum.”

Suara itu membuyarkan lamunan Vyora. Perlahan ia mendongakkan kepalanya dan menatap pria yang kini juga tengah menatapnya dingin. Tatapan itu semakin membuat pikirannya terganggu. Bukannya menerima air mineral itu, Vyora justru menarik tangan Arga agar duduk di sampingnya.

Wanita itu menatap lekat kedua netra Arga seolah menganalisa apa yang sedang pria itu pikirkan tentangnya. Tanpa sadar wajahnya semakin mendekat, mendekat dan terus mendekat hingga menyisakan jarak beberapa senti saja.

“Kamu sedang apa sih?!” tanya Arga menjauhkan wajah Vyora dengan telunjuknya.

Namun bukan Vyora jika langsung menyerah. Ia kembali mendekatkan wajahnya pada netra Arga. bahkan sekarang kedua tangannya menahan wajah Arga agar ia bisa melihat dengan jelas.

“Vyora!”

“Bentar mas, mas diem dulu sampai aku nemuin jawaban yang aku mau.”

Pada akhirnya Arga hanya menghembuskan napasnya dan membiarkan istrinya menatap kedua netranya untuk mencari jawaban seperti apa yang wanita itu mau. Cukup lama keduanya bertatapan hingga Vyora menghembuskan napasnya dan menjauh.

Wanita itu mengalihkan pandangannya dan menunduk, “Beneran mas ngetawain aku kan.”

Kening Arga mengernyit, “Tertawa?” beonya. Seingatnya dan ia juga sangat sadar bahwa ia hanya diam dari tadi. Tak ada satu katapun bahkan tawa yang keluar dari mulutnya. Bahkan selama mereka bertatapan ia terus menahan napasnya. Jadi apa yang sedang Vyora bicarakan sebenarnya?

“Iya mas ngetawain aku kan karena aku mau dipanggil buna. Mas tadi nggak ada bilang apapun dan langsung  pergi gitu aja pasti pas jalan mas ngetawain aku kan?”

Arga hanya dapat menggelengkan kepalanya, “Jadi itu yang kamu pikirkan sampai menganalisa mata saya?”

Wanita itu mengangguk polos hingga membuat Arga tak dapat menahan kekehannya. Sungguh ia tak menyangka jika perempuan yang tak pernah mendengarkan pendapat orang tentangnya itu juga dapat berpikir berlebihan tentang pendapatnya.

Namun bagi Vyora, respon Arga saat ini semakin membuatnya terganggu. Ia pun menghentakkan kakinya kesal, “Dasar ngeselin!!” sungutnya sebelum beranjak dan mendorong stroler Giselle untuk meninggalkan Arga sendirian.

Arga hanya dapat menggelengkan kepalanya menatap kepergian istri dan anaknya, “Dasar bocah.”

...-+++-...

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan apapun antara Vyora dan Arga. Keduanya sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Pun setelah sampai di rumah, Vyora langsung mengurung dirinya di kamar bersama Giselle.

“Nak Vyora kenapa pak?”

Arga menoleh ketika Ina muncul tiba-tiba di sampingnya. Ia merasa dejavu dengan pertanyaan yang wanita paruh baya itu lontarkan. Sepertinya ia pernah berada di posisi yang sama seperti ini ketika Vyora juga langsung masuk ke kamar setelah keluar dengannya. 

Namun yang menjadi fokus Arga kali ini adalah cara Ina memanggil istrinya. Ia pun menatap wanita itu, “Kamu manggil istri saya apa?”

Ina tersentak dengan pertanyaan Arga dan spontan menunduk, “Ah itu saya mohon maaf jika lancang pak, namun nak Vyora sendiri yang ingin dipanggil seperti itu.”

Tanpa sadar sebuah senyuman tersungging di wajah maskulin Arga. Ia merasa aneh dengan situasi ini. Sungguh tak pernah ada hari yang biasa sejak ia menikah dengan Vyora. Selalu saja ada kejadian acak yang berbeda setiap berurusan dengan wanita itu. 

Sepertinya baru saja tadi Arga memarahi istrinya karena pakaian wanita itu, tetapi karena satu kejadian kecil membuatnya berbalik menjadi pihak yang harus menerima rajukan istrinya. Dan sekarang, tiba-tiba sebuah fakta yang ia dengar membuatnya menggelengkan kepala. Vyora benar-benar berbeda.

“Sekali lagi saya mohon maaf pak.”

Suara Ina membuyarkan lamunan Arga. Ia pun menatap wanita paruh baya itu dan tersenyum, “Tidak apa, lakukan seperti yang istri saya mau saja,” ucapnya sebelum pergi menyusul Vyora ke kamarnya.

Ketika pintu terbuka, ia mendapati istrinya yang tengah duduk di balkon sendirian. Wanita itu terlihat fokus dengan ponselnya yang ada di dekat telinganya. Entah siapa yang menelpon istrinya malam-malam begini. Hal itu membuat rasa penasarannya meningkat. Ia pun berjalan mendekati Vyora. Bahkan wanita itu sampai tak sadar dengan kedatangannya dan masih asyik berbicara dengan orang yang ada di seberang sana.

“Thank you Max. You’re the best one that I have.”

Entah mengapa pernyataan Vyora yang Arga dengar jelas membuat emosinya meningkat. Apalagi ketika telinganya mendengar dengan jelas nama yang wanita itu selipkan di kalimatnya. Sungguh membuatnya kesal. Ia pun menendang meja dengan keras hingga mengeluarkan bunyi nyaring hingga membuat Vyora terkejut.

Wanita itu melebarkan kedua netranya, “Mas? Mas ngapain di sini?”

Namun bukannya menjawab, Arga justru merampas ponsel Vyora dan mematikan telepon itu sepihak sebelumnya menyimpannya hingga menimbulkan tatapan tak suka dari istrinya.

Wanita itu terlihat lelah dengan semua perilaku Arga yang jauh dari kata normal. Ia menghela napasnya dan mengalihkan pandangannya, menyandarkan kepalanya pada sofa seraya memejamkan matanya, “Pergi sana, males liat kamu!”

Kembali, Arga bertindak seratus delapan puluh derajat berbeda dengan apa yang wanita itu mau. Bukannya pergi, pria itu malah duduk di samping Vyora yang membuatnya kembali membuka matanya.

“Kenapa lagi sih mas? Nggak cukup ngerampas hp aku aja? mau apa lagi?”

“Kamu sangat kekanak-kanakan Vyora.”

“Bodo!” sungut Vyora dan mendorong lengan Arga agar menjauhinya, “Pergiiiii”

Namun usaha Vyora sia-sia. Sekuat apapun tenaga yang ia keluarkan, pria itu sama sekali tak menjauh barang sejengkal pun. Arga tetap berada di tempatnya hingga tenaganya habis dan pada akhirnya ia pun menyerah dan kembali bersandar seraya memejamkan matanya. Tangannya terkepal untuk meluapkan semua emosi yang ada dalam hatinya sekarang.

“Kamu kenapa? Mau ninju saya?” tanya Arga menatap kepalan tangan istrinya.

Vyora tak tau mengapa pria itu sangat menyebalkan malam ini. Padahal mereka baru saja bertemu lagi tapi kenapa pria itu sudah membuat malamnya hancur? Tak bisakah pria itu bersikap seperti suami yang ada dalam kontrak? Tak bisakah pria itu tak mencampuri urusannya seperti sekarang?

“You’re  the worst one that I ever seen.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!