Sebelum memulai ceritanya, Lastri nampak menghela nafas berkali-kali seolah ada sesak yang menghimpit dadanya.
" Kamu pasti udah denger cerita tentang Saya dan Harun. Saya yakin Hanah atau Rumi ga akan melewatkan cerita itu. Saya akui itu semua fakta. Dan Saya juga ga akan menyangkal kalo sampe hari ini Saya masih mencintai Harun," kata Lastri dengan suara bergetar.
Ada air yang menggenang di kedua mata Lastri saat mengatakan perasaannya. Dan Artha tahu Lastri sangat terluka saat itu. Karena iba, Artha pun mengulurkan tangannya lalu mengusap lengan Lastri dengan lembut. Merasa nyaman dengan tindakan Artha, Lastri pun tersenyum lalu melanjutkan ceritanya.
" Saya dan Suami Saya menikah karena dijodohkan. Saya sudah berusaha menerima pernikahan Kami, begitu pun dia. Tapi ternyata sulit Tha. Banyak hal yang ga cocok dan selalu jadi penyebab pertengkaran Kami. Dari hal sepele sampe yang besar ga pernah ketemu jalan tengahnya. Saya capek, Saya putus asa. Tapi tiap kali Saya ceritain gimana kondisi rumah tangga Saya, Bapak sama Ibu justru nyalahin Saya Tha. Mereka bilang Saya yang ga mau belajar mencintai Suami, terlalu banyak menuntut dan ga tau bersyukur," kata Lastri sambil mengusap matanya yang basah.
" Apa Suami Mbak Lastri suka melakukan kekerasan ?. Mmm ... maksud Saya, memukul atau menyakiti fisik Mbak Lastri mungkin ?" tanya Artha hati-hati.
" Sesekali kalo marahnya udah kelewatan, dia mencengkeram lengan Saya kaya gini Tha. Ga sakit sih, tapi kadang lebam aja. Kalo udah kaya gitu biasanya dia minta maaf terus pergi dari rumah. Apa itu termasuk kekerasan Tha, padahal Saya tau dia begitu gara-gara Saya," sahut Lastri sambil menunduk.
Artha terdiam karena bingung harus menjawab apa.
" Waktu Suami Mbak pergi, perasaan Mbak gimana ?" tanya Artha sesaat kemudian.
" Menyesal, sedih, marah. Pokoknya campur aduk Tha. Kalo udah kaya gitu biasanya Saya nangis. Saya jadi inget sama Harun. Karena selama Kami bersama, ga sekali pun Harun menyakiti Saya ...," sahut Lastri sambil tersenyum tipis.
" Maaf sebelumnya, tapi Mbak Lastri emang salah. Mbak ga boleh membandingkan Suami Mbak sama Mas Harun yang udah berkeluarga juga. Harusnya Mbak Lastri move on sama kaya yang Mas Harun lakukan. Mbak liat, Mas Harun sekarang bahagia sama Anak dan Istrinya. Harusnya Mbak Lastri juga bisa begitu dong," kata Artha.
" Saya ga bisa Tha. Saya ga terima ngeliat Harun bahagia sama orang lain. Harusnya dia bahagia cuma sama Saya !" sahut Lastri gusar.
Artha menghela nafas panjang mendengar jawaban Lastri. Dia paham bagaimana perasaan Lastri.
" Terus apa hubungannya sama santet yang Mbak kirimkan ke Orangtua Mbak ?" tanya Artha.
" Karena gara-gara mereka Saya kehilangan Harun !. Keegoisan dan kesombongan mereka membuat Harun terluka dan pergi. Mereka pikir Kami hanya bermain-main dengan perasaan Kami. Seenaknya aja mereka memutuskan hubungan Kami di saat Kami sudah punya banyak mimpi. Yang Saya sesalkan, kenapa ga dari awal mereka menentang hubungan Saya dan Harun. Apalagi setelah memaki dan mengusir Harun, mereka justru memilihkan laki-laki asing untuk Saya. Laki-laki kaku dan ga peka yang cuma bisa marah-marah setiap hari !" sahut Lastri berapi-api.
" Sabar Mbak ...," kata Artha sambil menoleh ke kanan dan ke kiri karena khawatir menarik perhatian orang.
" Biar Tha. Biar semua orang tau gimana jahatnya mereka. Selain memisahkan Saya dengan Harun, mereka juga membuat Saya ga bahagia !. Jadi ga salah kan kalo Saya santet mereka ?. Saya pergi ke dukun sakti, Saya minta dukun itu melakukan sesuatu supaya Bapak Ibu sakit. Bukan kah kalo mereka sakit, mereka ga bisa kemana-mana. Kalo udah kaya gitu mereka bakal butuh Saya untuk menemani mereka di rumah karena cuma Saya yang mau tinggal di sana. Dan itu artinya Saya juga ga perlu pulang ke rumah Suami Saya. Rumah yang bikin Saya ga betah karena dipenuhi amarah ...," kata Lastri sambil berlinang air mata.
Awalnya Artha tak ingin percaya dengan pengakuan Lastri. Tapi setelah Lastri menceritakan semuanya, akhirnya Artha pun percaya.
" Astaghfirullah aladziim ...," kata Artha sambil menggelengkan kepala.
" Iya Tha. Saya yang nyantet mereka, tapi Saya ga pernah bermaksud membunuh mereka ...," kata Lastri sambil mengusap air matanya.
" Jadi Kamu yang udah nyantet Pak Limo dan Istrinya hingga mereka meninggal tragis Las. Itu artinya Kamu juga yang udah bikin kampung ini jadi wingit !" kata seorang warga tiba-tiba.
Lastri dan Artha terkejut mendengar suara lantang seorang pria yang datang tiba-tiba itu. Dan saat mereka menoleh ke sumber suara, mereka makin terkejut karena melihat banyak warga yang bermunculan satu per satu dari balik pohon.
" Mbak, gimana nih ...," kata Artha cemas.
" Tenang aja Tha, Kamu aman kok. Karena mereka ngincer Saya bukan Kamu," sahut Lastri.
" Maksudnya ngincer gimana Mbak ?" tanya Artha.
" Pergi Tha ...," pinta Lastri sambil mendorong tubuh Artha agar menjauh darinya.
" Ga Mbak. Saya bakal di sini sama Kamu," sahut Artha sambil berusaha mendekati Lastri lagi.
Namun sayang langkah Artha terhenti karena seseorang menahan lengannya. Artha menoleh dan melihat Rumi mencengkeram lengannya sambil menggelengkan kepala sebagai isyarat agar Artha menjauh dari Lastri.
" Pergi lah Tha. Saya akan mempertanggung jawabkan semua perbuatan Saya. Terima kasih karena sudah mau mendengar ...," kalimat Lastri terputus disusul tubuhnya yang merosot jatuh ke tanah.
Rupanya seorang pria yang diketahui sebagai kerabat pak Limo telah memukul tengkuk Lastri hingga wanita muda itu jatuh tak sadarkan diri.
Melihat hal itu Artha pun panik lalu mencoba menggapai Lastri. Namun Rumi dibantu warga menarik tubuh Artha agar tak menyentuh Lastri.
" Jangan Tha ...!" kata Rumi.
Sesaat kemudian kerabat pak Limo yang tadi memukul tengkuk Lastri pun bergegas menggendong tubuh Lastri lalu membawanya pergi meninggalkan tempat itu. Warga yang sejak tadi berkerumun pun mengikuti dari belakang.
" Dia mau dibawa kemana Mbak ?" tanya Artha.
" Pulang ke rumahnya. Kalo Kamu mau tau apa yang bakal terjadi, ayo ikut ...," sahut Rumi sambil berlalu.
" Sejak kapan Kalian di sana ?" tanya Artha sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan Rumi.
" Sejak Kamu datang ke sana," sahut Rumi.
" Jadi Kalian memata-matai Saya ?" tanya Artha dengan mimik wajah tak suka.
" Ga usah berlebihan Tha. Sebenernya warga curiga saat ngeliat Lastri bertamu ke rumahmu tadi. Bukannya Kalian ga saling kenal ya ?" tanya Rumi.
" Oh itu. Mbak Lastri cuma ...," ucapan Artha terputus saat Rumi memotong cepat.
" Setelah Kamu keluar dari rumah, Mak Is ngasih tau warga kalo Kamu sama Lastri janjian di suatu tempat. Makanya Kami ngikutin Kamu tadi. Kami juga kaget waktu denger apa yang Kalian omongin. Kok bisa-bisanya Kamu dengerin pengakuan Lastri dengan santai. Apa Kamu ga takut Lastri bakal melukai Kamu karena menganggap Kamu adalah orang yang bakal membocorkan rahasianya ?" tanya Rumi sambil menatap Artha lekat.
" Saya ... Saya ga mikir ke sana Mbak," sahut Artha gugup.
" Dasar ceroboh. Lain kali jangan kaya gini ya Tha," kata Rumi setelah menghela nafas panjang.
Entah mengapa mendengar ucapan Rumi membuat sisi hati Artha menghangat. Dia tahu Rumi peduli padanya.
" Iya Mbak. Maaf ...," kata Artha sesaat kemudian.
" Ok, dimaafin. Sekarang ayo Kita liat apa yang bakal warga lakukan sama Lastri," ajak Rumi sambil menarik tangan Artha agar berjalan lebih cepat.
Artha pun mempercepat langkahnya mengikuti Rumi. Keduanya berhenti tepat di pekarangan rumah pak Limo yang saat itu sudah dipadati warga.
Di teras rumah terlihat paman Lastri yang bernama Nasar, suami Lastri, kakak Lastri dan beberapa kerabat. Wajah mereka terlihat tegang. Nampaknya mereka juga baru mendengar apa yang terjadi.
Tak lama kemudian, Lastri keluar dari dalam rumah dengan tubuh limbung. Tak seorang pun membantu, termasuk suami Lastri. Pria itu hanya menatap Lastri tanpa berkedip seolah siap meledakkan kemarahannya. Beruntung Lastri berhasil menggapai daun pintu. Dia pun bersandar di sana sambil memijit tengkuknya yang sakit.
" Jadi itu benar Lastri. Kamu yang telah menyantet Orangtuamu dan membuat mereka meninggal ga wajar ?!" tanya Nasar tak sabar.
" Iya ...," sahut Lastri lirih.
" Kenapa Kamu sekejam itu Lastri. Mereka Orangtuamu, yang melahirkan Kamu ke dunia ini, yang membesarkan Kamu, membiayai hidupmu ...," ucapan Nasar terputus karena Lastri memotong cepat.
" Sekaligus orang yang menghancurkan hidupku ...," sela Lastri ketus.
" Lastri !" panggil Nasar.
" Cukup Paman. Sekarang semua orang udah tau kalo Aku lah penyebab semuanya. Jadi sekarang, hukum Aku. Ayo hukum Aku seberat mungkin Paman !" tantang Lastri dengan suara lantang hingga membuat sang paman terdiam.
Melihat paman, suami, saudara dan kerabatnya membisu Lastri pun tersenyum.
" Begini lah Kalian saat melihat ketidak adilan di depan mata. Kalian diam saat Bapak dan Ibu menghancurkan hidupku. Kalian diam mengetahui Aku ga bahagia. Kalian juga diam saat Aku meminta bantuan. Dan sekarang Kalian diam saat Aku dituduh membunuh. Melihat Kalian yang egois ini membuatku muak. Jadi jangan salahkan Aku kalo Aku memperjuangkan kebahagiaanku dengan caraku sendiri ...!" jerit Lastri.
" Plaakkk ...!"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Lastri hingga membuat wanita muda itu jatuh terhempas ke lantai.
Semua orang terkejut. Dan makin terkejut saat mengetahui siapa yang telah menampar Lastri tadi.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
💎hart👑
sapa?
2024-05-10
0
Maz Andy'ne Yulixah
Apakah Bojone seng nampar🤔
2024-03-25
1
Ali B.U
next
2024-03-25
2