Setelah berhasil menenangkan diri, Artha pun memberanikan diri bertanya pada sosok wajah menyeramkan yang menempel di jendela itu.
" Si ... siapa ?. Mau apa ke sini ?" tanya Artha hati-hati.
Tak ada jawaban. Sosok wajah itu hanya menggelengkan kepala lalu lenyap begitu saja.
Artha mengerjapkan matanya seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia alami. Dengan perlahan Artha mendekati jendela karena ingin melihat kemana perginya sosok aneh dan menyeramkan tadi. Tapi sayang sosok itu tak terlihat lagi.
" Itu apaan sih, kok serem banget. Bukan hantu kan ya, karena hantu ga mungkin nongol di siang tengah hari kaya gini. Tapi kenapa mendadak hilang tanpa jejak ya. Kalo bukan hantu terus apa dong ...," gumam Artha dengan bulu kuduk meremang.
Setelah beberapa saat menunggu dan sosok aneh itu tak terlihat lagi, Artha pun memberanikan diri membuka pintu. Tepat di saat itu lah Mak Is datang. Dia berdiri di balik pintu dan bersiap mengetuk pintu. Artha dan Mak Is pun menjerit karena sama-sama terkejut.
" Ya Allah ... Mak Is. Kenapa ngagetin sih ?!" tanya Artha.
" Saya juga kaget gara-gara Mbak Artha mendadak buka pintu. Emang mau kemana sih buru-buru begitu Mbak ?" tanya Mak Is.
" Ga mau kemana-mana Mak. Eh, ngomong-ngomong Mak liat orang keluar dari rumah ini ga barusan ?" tanya Artha.
" Saya ga ngeliat siapa-siapa Mbak. Emangnya siapa yang bertamu siang-siang begini ?" tanya Mak Is.
" Mmm ... bukan siapa-siapa sih Mak. Mungkin Saya salah liat aja," sahut Artha ragu.
" Oh ... gitu. Terus belanjaannya mau diapain Mbak ?. Langsung dimasak atau mau disimpan dulu di kulkas ?" tanya Mak Is.
" Disimpan aja Mak. Tapi tolong sebelum disimpan di kulkas, dicuci dan dibersihin dulu ya Mak," pinta Artha.
" Baik Mbak ...," sahut Mak Is sambil melangkah ke dapur.
Artha menatap punggung Mak Is sambil tersenyum. Kehadiran Mak Is di rumah membuat rasa takutnya jauh berkurang. Dan tiba-tiba Artha teringat dengan pantangan kampung yang pernah dikatakan Mak Is. Dia bergegas menyusul Mak Is karena penasaran dengan pantangan itu.
Namun langkah Artha terhenti saat pintu rumah diketuk dari luar. Artha menoleh dengan cemas karena mengira yang mengetuk pintu adalah bayangan seram di jendela tadi.
Ketukan di pintu terus terdengar hingga membuat Mak Is terusik. Dia pun menegur Artha.
" Ada tamu tuh Mbak. Kenapa ga dibuka pintunya ?" tanya Mak Is.
" Eh, i ... iya Mak," sahut Artha gugup.
Kemudian Artha bergegas melangkah menuju pintu. Dengan hati-hati dia membuka pintu dan terkejut saat melihat Lastri berdiri di balik pintu. Lastri nampak tersenyum sambil mengulurkan piring berisi pisang goreng kearah Artha.
" Maaf mengganggu. Bisa Kita ngobrol sebentar ?" tanya Lastri setengah berbisik.
Belum sempat Artha menjawab, Mak Is sudah bertanya dengan lantang hingga mengejutkan Lastri.
" Siapa Mbak ...?" tanya Mak Is tiba-tiba.
" Ini ...," ucapan Artha terputus karena Mak Is berjalan cepat kearahnya.
" Oh Kamu Las," sapa Mak Is saat tiba di samping Artha.
Mak Is nampak mengamati Lastri dari atas kepala hingga ujung kaki dengan tatapan tak bersahabat.
" Iya Mak. Saya mau ngasih ini sebagai salam perkenalan. Saya juga mau berterima kasih karena Mbak ini dan Suaminya bersedia hadir di pemakaman Bapak sama Ibu sampe selesai tempo hari," sahut Lastri sambil memperlihatkan piring yang dibawanya.
Mak Is pun mengangguk sambil tersenyum tipis lalu kembali ke dapur tanpa bicara lagi. Melihat sikap Mak Is membuat Artha tak enak hati.
" Maafin Mak Is ya Mbak. Ini ...," lagi-lagi ucapan Artha terputus karena Lastri memotong cepat.
" Gapapa, Saya udah biasa kok. Tolong temui Saya di belakang rumah Kamu sepuluh menit lagi ya. Ada yang mau Saya omongin sama Kamu. Penting," pinta Lastri sungguh-sungguh.
" Maaf Mbak, Saya ga bisa. Kita belum saling mengenal dan ...," Artha sengaja menggantung ucapannya.
" Saya cuma percaya sama Kamu. Tolong ...," pinta Lastri menghiba.
Artha menatap Lastri sejenak lalu menghela nafas panjang. Setelahnya dia mengangguk.
" Baik lah. Sepuluh menit lagi ya ?" tanya Artha.
" Iya. Saya tunggu ya Mbak, makasih ...," kata Lastri sambil berlalu meninggalkan Artha.
\=\=\=\=\=
Setelah berhasil mengelabui Mak Is dengan mengatakan ada sesuatu yang harus dia beli di warung, Artha pun berhasil keluar dari rumah untuk menemui Lastri.
" Aneh. Itu kan rumahku, Mak Is cuma bantu-bantu di sana. Tapi kenapa jadi dia yang mirip majikan sampe Aku harus bilang kemana pun Aku pergi," gerutu Artha sambil cemberut.
Artha pun menghentikan langkahnya saat melihat Lastri. Saat itu Lastri berdiri di bawah pohon dan melambaikan tangan kearahnya.
" Maaf terlambat ...," kata Artha dengan nafas tersengal-sengal.
" Gapapa, Saya maklum kok. Pasti Mak Is udah nanya ini itu yang bikin Kamu susah keluar," kata Lastri sambil tersenyum.
" Betul. Jadi apa yang mau Mbak Lastri omongin ?. Tadi Mbak Lastri bilang cuma percaya sama Saya kan. Maksudnya gimana ya Mbak ?" tanya Artha.
" Sabar sebentar dong. Kita kan belum kenalan, mana mungkin langsung ngomongin sesuatu yang rahasia," kata Lastri sambil mengulum senyum.
" Oh iya. Maaf, Saya lupa. Kenalin nama Saya Artha, Istrinya Mas Prashadi. Kami tinggal di rumah itu sejak dua bulan yang lalu," sahut Artha sambil mengulurkan tangannya.
" Artha. Keliatannya umur Kamu lebih muda dari Saya ya. Boleh ga kalo Saya panggil Artha aja ?" tanya Lastri sambil menyambut uluran tangan Artha.
" Boleh Mbak," sahut Artha cepat.
" Ok. Begini Tha, Saya sengaja datang ke rumah Kamu sambil bawa pisang goreng karena Saya ga mau orang curiga," kata Lastri.
" Iya, Saya paham Mbak ...," sahut Artha sambil tersenyum.
" Jadi, tujuan Saya ngajak Kamu ngobrol di sini karena Saya mau mengakui sesuatu Tha. Saya ga bisa menyimpannya terlalu lama karena Saya ... takut," kata Lastri sambil menundukkan wajahnya.
Ucapan Lastri tentu saja mengejutkan Artha.
" Kalo Mbak Lastri takut, artinya sesuatu yang mau Mbak Lastri ceritain nanti pasti serem dong," sela Artha gusar.
" Iya ...," sahut Lastri.
Untuk sejenak keheningan menyelimuti Artha dan Lastri.
" Kamu tau kan kalo belakangan kampung ini diterror sama hantu Bapak dan Ibu Saya. Tapi Saya juga diterror Tha. Padahal kan Saya Anaknya. Dan semua orang yakin mereka gentayangan karena meninggal ga wajar akibat santet. Dan sayangnya itu benar," kata Lastri sesaat kemudian.
" Maksudnya, Mbak udah tau siapa yang nyantet Orangtuanya Mbak Lastri ?" tanya Artha hati-hati.
Lastri mengangguk lalu mendongakkan wajahnya perlahan agar bisa menatap Artha.
" Saya lah yang telah menyantet Orangtua Saya itu Tha ...," sahut Lastri dengan suara bergetar.
" Apa ...?!" kata Artha lantang.
Lastri segera membekap mulut Artha dengan telapak tangannya. Dia menggelengkan kepala seolah memohon agar Artha tak menjerit. Dia juga berharap Artha mau mendengarkan apa yang akan dia katakan.
Meski awalnya takut, namun sesaat kemudian Artha mengangguk setuju.
Lastri pun tersenyum melihat Artha mengangguk. Dia melepaskan bekapan tangannya pada mulut Artha lalu mulai menceritakan semuanya.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
💎hart👑
wadoohh Lastri kelakuanmu bikin Harun yg d curigai. terlalu kau Lastri
2024-05-10
0
Maz Andy'ne Yulixah
Ya Allah ternyata benar mencurigakan si Lastri tanda kutip durhakim kamu nyantet Ortu sendiri Las2,,kayak gitu berkoar2 di kuburan padahal dia sendiri maling teriak maling😠😠😠
2024-03-25
1
Ali B.U
anak durhaka tega menzolimi orang tuanya sendiri
lanjut
2024-03-25
3