Harun pun tiba di hadapan Sari. Dengan cepat dia meraih kedua bahu istrinya itu lalu mencengkeramnya dengan kuat hingga Sari meringis kesakitan.
" Sakit Mas !" kata Sari sambil berusaha menepis tangan Harun.
" Kamu yang keterlaluan Dek !. Bisa-bisanya Kamu nuduh Aku ngelakuin perbuatan hina kaya gitu !" kata Harun tak mau kalah.
" Aduuuhh ... iya iya, Aku minta maaf karena udah keterlaluan nuduh Kamu. Sekarang lepasin dong Mas. Sakit nihhh ...," pinta Sari.
" Ga akan. Kamu tarik dulu tuduhan Kamu tadi Dek !" kata Harun.
" Tapi Aku ngomong begitu kan karena ada alasannya Mas," sahut Sari kesal.
" Alasan apa ?" tanya Harun.
" Ga usah pura-pura lupa Mas. Aku tau Kamu sama Lastri dulu pacaran. Hubungan Kalian ga direstui sama Pak Limo dan Istrinya itu karena Kamu kere. Aku tau Kamu pasti sakit hati. Apalagi setelah Lastri dijodohin dan nikah sama orang kota itu. Iya kan ?" sahut Sari sambil menatap wajah Harun dengan tatapan cemburu.
Harun pun menghela nafas panjang lalu mengurai cengkraman tangannya.
" Aku memang sakit hati Dek. Tapi Aku udah ikhlas kok. Dan jangan lupa kalo Kita menikah lebih dulu daripada si Lastri. Itu artinya Aku ga dendam dan udah ngelupain semuanya. Apalagi Aku juga punya Istri yang cantik dan Anak-anak yang sehat. Jadi untuk apa Aku nyantet mereka," sahut Harun.
Ucapan Harun membuat Sari tersanjung sekaligus malu. Dia merasa tak enak hati karena telah menuduh suaminya menyantet tetangga mereka itu. Tapi kedatangan arwah pak Limo dan istrinya tadi juga membuat Sari bingung.
" Kalo bukan Kamu yang nyantet mereka, buat apa mereka datang ke sini Mas ?" tanya Sari sesaat kemudian.
" Ya mana Aku tau," sahut Harun.
" Atau ... karena Kita tetanggaan sama mereka ya Mas. Kan selama ini Kita ga pernah neko-neko sama mereka walau pun Aku tau Kamu pernah punya hubungan sama Anaknya," tebak Sari.
" Mungkin ...," sahut Harun sambil menggedikkan bahunya.
" Kalo boleh tau, Kamu sempet ngomong sesuatu ga sama mereka ?" tanya Sari.
" Iya. Aku suruh pergi tadi," sahut Harun.
" Terus mereka bilang apa Mas ?" tanya Sari penasaran.
" Ga ada. Kan Aku langsung tutup jendelanya tadi," sahut Harun.
Sari pun mengangguk tanda mengerti. Setelahnya dia menoleh kearah remote televisi yang hancur. Harun pun mengikuti arah tatapan Sari kemudian menggaruk tengkuknya sambil tersenyum malu.
" Itu ... besok Aku ganti," kata Harun.
" Apanya ?" tanya Sari.
" Remotenya lah," sahut Harun sambil berlalu.
" Daripada cuma beli remotenya, lebih baik beli tivinya juga Mas. Biar sekalian. Kaya tivinya Pak Ahmad itu lho, bagus ...," kata Sari.
" Iya nanti. Tapi gimana mau beli tivi kalo Aku jarang gajian gara-gara disuruh libur terus sama Kamu," gerutu Harun sambil mengerucutkan bibirnya.
Sari pun tersenyum mendengar jawaban suaminya. Setelahnya dia mematikan televisi lalu menyusul suaminya ke kamar.
\=\=\=\=\=
Keesokan harinya Sari menceritakan apa yang suaminya alami kepada Hanah dan Rumi. Karena diceritakan di depan Artha, sudah barang tentu Artha pun ikut berkomentar.
" Waahh ... kok bisa gitu sih Sar !" kata Hanah cemas.
" Aku ga tau. Kan mereka datang sendiri tanpa diundang," sahut Sari gusar.
" Tapi Aku ga percaya kalo Harun yang nyantet mereka Sar," kata Rumi yang diangguki Hanah.
" Ya ga mungkin lah, Aku udah pastiin sendiri kok semalam. Mas Harun marah banget waktu Aku ga sengaja keceplosan ngomong begitu," kata Sari.
" Ck, jelas aja marah. Kamu juga gimana sih Sar, kok bisa-bisanya nuduh Suami sendiri melakukan kejahatan. Udah untung Kamu ga dipukul sama si Harun," kata Hanah sambil berdecak sebal.
Sari pun mengangguk sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
" Maaf, maksudnya gimana ya Mbak. Saya kok jadi bingung ...," sela Artha tiba-tiba.
Sari, Rumi dan Hanah pun tersentak kaget lalu sama-sama menoleh kearah Artha seolah baru menyadari kehadiran Artha di sana. Padahal saat itu mereka sedang berbincang di depan pagar rumah Artha.
" Artha. Duh, gimana nih Sar ?" tanya Hanah.
" Gapapa Han, Artha orangnya ga ember kok. Dia pasti ga bakal cerita kemana-mana. Iya kan Tha ?" tanya Sari sambil menatap Artha lekat.
" Iya Mbak, insya Allah Saya ga akan cerita kemana-mana lagi nanti. Terus maksudnya gimana Mbak, apa kalo didatengin sama arwah orang yang meninggal ga wajar artinya Kita bersalah sama mereka ?" tanya Artha penasaran.
" Iya Tha ...," sahut Sari, Rumi dan Hanah bersamaan.
" Kalo seandainya arwah penasaran itu mendatangi orang yang ga salah atau ga punya kaitan sama kematian mereka gimana Mbak ?. Kasian dong orang yang didatengin itu," kata Artha gusar.
" Itu hampir mustahil Tha. Minimal orang yang didatengin arwah penasaran itu ya orang yang udah terlibat dengan kematian mereka," sahut Hanah.
Jawaban Hanah membuat Rumi dan Artha refleks menoleh kearah Sari.
" Apa ?" tanya Sari yang menyadari tatapan Rumi dan Artha mengarah padanya.
" Jangan-jangan ...," Hanah sengaja menggantung ucapannya karena khawatir menyinggung Sari.
Sedetik kemudian wajah Sari pun memucat. Setelahnya dia membalikkan tubuhnya lalu berlari cepat kearah rumahnya.
" Tunggu Sar !. Sariii ...!" panggil Hanah sambil berusaha mengejar Sari.
Namun langkah Hanah terhenti karena lengannya ditahan oleh Rumi.
" Ga usah dikejar Han," kata Rumi.
" Tapi kasian Sari, Rum ...," sahut Hanah gusar.
" Gapapa, Kita tunggu aja. Kita ga bisa ikut campur karena itu urusan keluarga mereka," kata Rumi.
" Iya Rum. Semoga Harun ga terlibat ya ...," kata Hanah penuh harap.
" Iya," sahut Rumi.
" Emangnya Mas Harun punya alasan untuk menyakiti Pak Limo, Mbak ?. Kan katanya santet itu dikirim untuk membalas dendam," kata Artha tiba-tiba.
Hanah dan Rumi saling menatap sejenak lalu mengangguk. Kemudian Rumi menceritakan apa yang terjadi.
" Kamu tau Lastri ga Tha ?. Itu lho, Anaknya Pak Limo yang katanya ngamuk di pemakaman kemarin," kata Rumi.
" Oh itu. Iya Mbak, Saya tau," sahut Artha.
" Nah, Lastri itu dulu pacarnya Harun. Mereka pacaran sebelum Harun nikah sama Sari. Pacarannya lumayan lama ya Han ...," kata Rumi sambil menoleh kearah Hanah.
" Iya Rum. Udah hampir tiga tahun," sahut Hanah.
" Betul. Tapi sayang hubungan mereka ditentang sama orangtuanya Lastri. Pak Limo dan Istrinya ga suka sama Harun karena Harun miskin. Mereka juga ngata-ngatain Harun saat dia datang dan bermaksud melamar Lastri dulu," kata Rumi.
" Kasian Mas Harun. Tapi harusnya kalo Pak Limo ga suka, ya dilarang aja dari awal Mbak. Kenapa nunggu sampe tiga tahun baru ga disetujui. Wajar kalo Mas Harun sakit hati. Pasti dia dan Lastri udah punya cita-cita untuk berumah tangga," kata Artha prihatin.
Bukan tanpa alasan Artha mengatakan hal itu. Entah mengapa Artha teringat dengan kisah cintanya dan Prashadi yang juga ditentang oleh kedua orangtua mereka.
" Itu juga yang ada di pikiran Kami Tha. Tapi ga tau lah. Susah kalo ngomong sama orang kaya yang masih mikir gengsi," sahut Rumi ketus.
" Terus Mbak ?" tanya Artha penasaran.
" Setelah dimaki-maki, Harun pergi ga tau kemana. Tiga bulan kemudian Harun balik lagi ke sini sama Sari yang katanya Istrinya. Waktu balik ke sini, pas banget di rumah Pak Limo lagi nyiapin pesta pernikahannya Lastri. Warga gempar, khawatir Harun ngamuk atau melakukan sesuatu. Tapi ternyata ga terjadi apa-apa sampe pesta selesai. Rupanya Harun dan Lastri sama-sama berusaha menerima takdir. Dan selanjutnya Lastri diboyong sama Suaminya ke kota sedangkan Harun mengajak Sari menempati rumah Orangtuanya. Hidup Harun dan Sari bahagia, apalagi sejak dua Anaknya lahir. Tapi ga tau kenapa, justru Lastri yang keliatan ga bahagia. Padahal dia menikahi orang kaya pilihan Orangtuanya lho," kata Rumi.
" Katanya sih dia susah punya Anak, mungkin itu yang bikin dia ga bahagia," sahut Hanah.
" Kayanya sih gitu. Mungkin itu juga sebabnya kenapa Lastri marah di pemakaman. Dia pasti sengaja nyindir Harun yang kebetulan juga hadir di pemakaman," sela Hanah.
" Mungkin Lastri mengira Harun lah yang menyantet Orangtuanya dan membuatnya sulit hamil," sahut Rumi.
" Tapi Mas Harun tetap bertahan di sana meski pun Lastri ngomong begitu Mbak. Justru keluarganya Lastri yang marah dan malu. Karena gara-gara omongan Lastri, Pak Limo dan Istrinya ga dapat doa seperti yang diharapkan," kata Artha.
Rumi dan Hanah terkejut mendengar ucapan Artha. Mereka memang tak menyaksikan sendiri 'kehebohan' di pemakaman karena sibuk membantu di rumah duka.
Tak lama kemudian Rumi dan Hanah pun pamit lalu berlarian meninggalkan Artha karena hujan turun tiba-tiba. Artha pun bergegas masuk ke dalam rumah diiringi tatapan tajam Mak Is. Tanpa Artha sadari, Mak Is juga mendengar perbincangannya dengan Rumi dan Hanah tadi.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
Mak Is juga mencurigakan🤨🤨
2024-03-25
1
Ali B.U
.next
2024-03-25
1