EPS 19

Sepasang kaki ku terus berlari menyusuri lorong sekolah menuju toilet siswi, di dalam sana aku menangis sejadi-jadinya.

Diriku menangis tanpa suara sembari menutup mulut ku rapat-rapat, menahan agar tidak berteriak.

"Hiks, dia tahu apa soal persahabatan gue, bisa-bisanya dia bicara seperti itu. Gue sayang sama Faza, gue perduli dengan sahabat gue sendiri, bahkan sekarang gue masih berharap dia hidup sehat di luar sana," ucap ku masih teringat perkataan Bian.

"Kay! Kay! Lo di dalem kan? Buka pintunya Kay!" pinta Fanny sembari menggedor-gedor pintu toilet siswi.

"Gue minta maaf karena diem aja waktu lo diperlakukan seperti itu sama Bian, gue gak tahu harus jawab apa, tapi gue percaya lo gak bersalah," ujar Fanny merasa kesal dengan dirinya sendiri, sebagai teman dia merasa gagal.

Perlahan, pintu toilet mulai terbuka dan memperlihatkan seorang gadis dengan kondisi matanya yang sembab, ekspresi wajah kecewa bercampur sedih masih terukir jelas di sana. Dengan segera, Fanny langsung memeluk tubuh Kayla.

"Kay, lo nggak kenapa-kenapa kan? Gue minta maaf, gue salah," ujar Fanny mendekap tubuh ku penuh kehangatan.

"Iya Fan, its okay kok, gak perlu minta maaf lo gak salah," balas ku membalas pelukan Fanny.

"Soal perkataan Bian, gue juga gak nyangka dia bakal ngomong seperti itu ke lo. Lo paham sendiri kan, posisi dia jadi ketua, dia cuman mau menjalankan kewajibannya aja. Ya walaupun, sikap dia memang tidak bisa dibenarkan," ucap Fanny setelah melepaskan pelukannya.

"Kita semua dibuat sedih dengan menghilangnya Faza, apalagi lo sebagai sahabatnya. Kalau lo mau, gue bisa bantu lo cari dia Kay," sambung Fanny menawarkan diri.

"Nggak perlu Fan, tapi kalau lo memang tertarik gue bisa aja ajak lo gabung dalam misi gue," balas ku membuat alis Fanny bertaut.

"Misi? Misi apaan?"

"Misi penting yang belum terungkap sampai saat ini, lo pasti tahu soal pembunuhan sadis di rumah tua dekat sekolah kan? Gue rasa itu semua ada hubungannya dengan menghilangnya orang-orang di kota, terutama.... Faza."

"Tunggu- jadi maksud lo Faza di-"

"Ssshhhttt!" desis ku reflek langsung menutup mulut Fanny. "Jangan kenceng-kenceng! Gue belum berpikir sampai sejauh itu, ini cuman praduga aja, tapi gue tetap berharap Faza baik-baik aja, semoga."

"Gue mau mengungkap misteri ini Fan, gue mau tahu siapa dalang dibalik pembunuhan berantai yang terjadi akhir-akhir ini di kota kita," ujar ku dengan raut wajah serius.

"Haha Kay, gue rasa lo lebih cocok jadi detektif daripada dokter ahli bedah," gelak Fanny mengingat dulu Kayla pernah mengatakan kalau cita-citanya adalah dokter ahli bedah.

"Ya udah deh yosh! Gue mau gabung dalam misi lo, kayaknya bakalan menarik," ucap Fanny tersenyum lebar.

"Oke," balas ku senang, semakin banyak orang yang membantuku maka semakin cepat pula kasus ini bisa terpecahkan.

...********...

Jarum jam terus berputar, sampai tak terasa sudah menunjukkan pukul tiga sore. Angkasa yang semula berselimut laut biru itu kini berubah, digantikan oleh goresan jingga dengan awan-awan seperti gulali kapas yang lembut.

Bunyi bel pulang sekolah menggema ke setiap sudut ruangan. Terdengar suara teriakan puas saling bersahut-sahutan, dan disusul dengan keluarnya puluhan anak dari tiap-tiap kelas.

Di depan gerbang sekolah, nampak Bian tengah menunggu santai jemputannya tiba. Sampai beberapa menit kemudian, tibalah sebuah mobil hitam, laki-laki itu pun bergegas masuk ke dalam untuk diantarkan pulang.

"Kita mau langsung pulang saja Tuan?" tanya Pak sopir tengah sibuk mengemudikan mobil.

"Mmm pergi ke minimarket sebentar Pak, saya mau beli snack," balas Bian dan diangguki oleh Pak sopir.

Sesampainya di minimarket tepi jalan, Pak sopir dapat melihat dari kaca spion tengah mobil, kalau Tuannya itu keluar dari dalam mobil dan berjalan pergi menuju minimarket tersebut untuk membeli makanan.

"Terima kasih Mbak," ucap Bian setelah selesai membeli snack yang ia inginkan, lalu berbalik badan hendak kembali menuju ke mobil.

Bug!

"Eh, kalau jalan lihat-lihat dong!" kesal Bian sebab baru saja ditabrak oleh seorang pemuda mengenakan jaket kulit hitam. Tatapan laki-laki itu nampak datar, seperti tidak merasa bersalah sama sekali.

Selang beberapa detik, ketika Bian mau beranjak pergi seketika lengannya langsung ditarik dan diberikan pukulan keras tepat di bawah rahangnya.

"Ah!" Bian tersungkur ke tanah, sembari memegangi rahang wajahnya yang mati asa.

"Sekali lagi lo buat Kayla nangis, selanjutnya gue yang bakal buat keluarga lo sedih, karena menyaksikan lo tidur di peti mati," kecamnya, seakan-akan dia akan benar-benar melakukannya.

Seusai memandang wajah korbannya selama sepuluh detik, pemuda berjaket hitam itu pun pergi menuju sepeda motor ninja nya yang terparkir di tepi jalan.

"Le-Levi!" kejut Bian sebab baru menyadari, kalau laki-laki yang baru saja memukulnya adalah Levi—kekasih dari Kayla. "Ck sialan!" marah Bian merasakan ada luka gores di bagian bawah rahangnya.

"Tuan Tuan! Anda tidak apa-apa Tuan?" tanya Pak sopir bergegas menghampiri Tuannya dengan perasaan khawatir.

"Saya tidak apa-apa Pak, lebih baik sekarang kita pulang," balas Bian dengan dibantu berdiri oleh pria tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!