EPS 17

Aku menatap punggung Zidan yang semakin menjauh, ribuan tanda tanya muncul, ketika iris mata ku memandang tubuh jangkung tersebut. Mengenai latar belakang Berlian, sebenarnya apa yang Zidan maksud? Kenapa hubungan mereka begitu aneh.

"Eh iya, gue lupa harus masuk kelas!" ucap ku menepuk jidat, lalu segera berbalik badan hendak beranjak pergi ke kelas.

Namun, tiba-tiba langkah ku terhenti saat kemunculan seorang laki-laki di hadapan ku seraya memasang ekspresi dingin. Seketika isi pikiran ku yang semula dipenuhi oleh Berlian menjadi lenyap, dan berhasil digantikan olehnya.

"Le... Levi," cengang ku gemetar, menatap sepasang manik mata elang itu.

"Lo berani ninggalin gue lagi," ujar Levi masih tetap dengan ekspresi dinginnya, lalu menyingkirkan sehelai rambut yang menutupi pipi ku dan membelainya lembut.

Pundak ku sedikit gemetar dibuatnya, terkadang aku merasa Levi seperti seorang monster yang ganas namun berkepribadian lembut. Bahkan sampai sekarang pun aku masih belum mengerti mana sifat dia yang asli.

"Ka... kan gue sudah bilang sama lo, gue mau berangkat sama Berlian. Emang lo gak baca pesan dari gue?" balas ku memberanikan diri membuat kontak mata dengan Levi.

"Owh," responnya singkat lalu menggerogoh saku celananya, mengambil benda pipih dari dalam sana. Levi mengecek handphonenya sebentar, gadis itu tidak berbohong ada satu pesan masuk dari dirinya pukul enam pagi tadi.

"Gue bawa hadiah spesial buat lo," ucap Levi seraya menunjukkan sebuah map coklat kepada ku. "Tapi sayangnya gak gratis," sambungnya tersenyum penuh arti.

"Ish, katanya hadiah spesial buat gue, lah kok pilih-pilih," balas ku sebal. "Emang isinya apaan sih?"

"Kalau lo mau tahu ada syaratnya, hitung-hitung sebagai hukuman karena lo sudah ninggalin gue tadi pagi. Kemarin gue sudah beri lo kesempatan, dan sekarang lo mengulangi hal yang sama," jawab Levi.

"Huh ya udah kalau gak mau kasih tahu, bodoh amat. Gue mau masuk kelas," ucap ku acuh, dan mengambil beberapa langkah melewati Levi.

"Isi map ini soal data penting pembunuhan berantai itu, yakin lo gak mau tahu?" sahut Levi sukses membuat tubuh ku mematung.

"Sudah gue duga lo pasti akan tertarik," sambungnya tersenyum smirk.

...********...

Di perpustakaan sekolah, jam pertama telah dimulai beberapa menit yang lalu. Namun aku dan Levi masih berada di meja belakang perpustakaan untuk membahas soal isi map coklat yang ia bawa. Jujur, sepanjang aku membaca semua isi data tersebut dengan teliti, otak ku hanya berhasil dipenuhi oleh satu kata 'kenapa?' kenapa pembunuh itu melakukan ini semua?

"Masih ada tiga titik yang berhasil kita temukan, gue yakin pembunuhan ini akan terus berlanjut," ucap Levi menandai peta kecil tersebut dengan spidol merah.

"Hm, gue rasa ini pasti dari orang yang sama dengan kasus di rumah tua itu. Tapi... gue masih dibuat bingung, kenapa dia melakukan ini semua Lev?" balas ku kepada laki-laki itu.

"Yang pasti dia mempunyai maksud dibalik ini semua Kay, ada tujuan yang ingin dia capai. Dan kita tidak tahu itu apa, terkadang mereka sengaja meninggalkan jejak untuk menunjukkan sesuatu kepada kita," ujar Levi.

"Dan sekarang yang perlu kita lakukan hanyalah menunggu kejutan apa yang akan dia lakukan selanjutnya."

"Maksud lo? Lo mau kita diem aja di sini, biarin dia bebas berkeliaran di luar sana? Bagaimana kalau korban yang dia buat semakin bertambah banyak Lev," balas ku khawatir.

Bibir Levi mengembang, ia tersenyum simpul. "Terkadang lo perlu berpikir seperti si pembunuh itu Kay, ini seperti puzzle dan dia mau menunjukkan itu kepada kita. Jangan anggap dia sama seperti penjahat lainnya yang hanya modal membunuh orang lalu membuang jasadnya begitu saja."

"Dia berbeda Kay, jangan samakan psikopat dengan pembunuh biasa. Dia punya cara unik tersendiri untuk menunjukkan ciri khasnya kalau itu adalah dia," pungkas Levi membuat ku tertegun. Apa memang benar cara seperti inilah yang disukai oleh mereka, apa tidak ada cara lain?

"Tunggu!" henti ku sembari memegang lengan Levi yang hendak membereskan semua berkas tersebut kembali ke dalam map coklat.

Aku mengangkat lengan kanan Levi lalu membaliknya. Terdapat tato kecil bertuliskan 'Kay' dengan emoticon love, di bagian bawah telapak tangan sebelah kiri.

"Tato itu, nama gue?" tanya ku menatap wajah Levi yang sudah merona merah, laki-laki itu berusaha menyembunyikan rasa malunya.

"Ehem, iya," balas Levi tetap harus stay cool, walaupun sekarang kondisi jantungnya sudah dibuat acak-acakan oleh gadis itu. "Kenapa? Aneh ya?"

"Nggak kok, lo diam-diam manis juga ya orangnya. Apa perlu gue juga tato pergelangan tangan gue dengan nama lo? Biar sama," balas ku berniat menggoda Levi, raut wajah gemas laki-laki itu terlalu sayang jika dibiarkan.

"Nggak usah, ditato itu sakit gue yakin lo gak bakal tahan. Cukup simpan nama gue di dalam hati lo aja udah lebih dari cukup," ujar Levi tersenyum manis, lagi-lagi dia berhasil membalikkan keadaan sekarang akulah yang dibuat salah tingkah oleh anak itu.

"Ih dasar tukang gombal! Basi!" sebal ku menepuk pelan wajah Levi.

"Huft, tapi lo suka kan? Jujur aja, wajah lo sampai merah gitu," balas Levi.

"Kata siapa? Wajah gue gak merah, kebetulan aja kipasnya lagi mati jadi gerah," alibi ku.

"Owh iya deh terserah, kalau salting mah ngomong aja lagian gue suka kok lihatnya, lo makin lucu soalnya."

"Ah udahlah, gue mau balik ke kelas, bye!" ujar ku cepat-cepat pergi dari sana, sebelum jantung ini meledak gara-gara ulah laki-laki tersebut.

"Haha Kay Kay."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!