Bab 13 Pindah

Penyerangan yang terjadi di apartemen Edward, telah sampai di telinga Clara. Dia begitu khawatir dan meminta pria itu untuk pulang dan tinggal bersamanya. Namun Edward menolak. Dia beralasan ingin hidup mandiri dan memilih tinggal di rumah lama milik mendiang ibunya yang jauh di pinggiran kota.

Lagipula, sudah lama ia tidak berkunjung ke sana. Dia sangat ingat, terakhir ia kesana saat ia masih kecil. Dia suka sekali bermain ke danau bersama dengan Ayahnya. Saat mereka memutuskan pindah ke New York pun, mereka belum sempat mengunjungi rumah itu karena masih dalam perbaikan. Dan sekarang, ia akan tinggal di sana untuk sementara waktu.

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan, hah? Ini juga rumahmu. Apa kau tidak menyayangi mommy, hah?" Clara menghubungi Edward dan terus membujuk pria itu agar mau tinggal bersamanya. Tapi Edward tetap menolak.

"Maaf mom. Bukan aku tidak mau tinggal di sana. Tapi aku sudah terlalu nyaman tinggal sendiri. Lagipula aku selalu menghabiskan waktu di kantor. Jadi percuma juga aku tinggal di sana karena akan sangat jarang di rumah," seru Edward beralasan

"Apa maksudmu terlalu nyaman tinggal sendiri, hah?"

"Mom, please!!"

Terdengar helaan nafas panjang di seberang sana. Edward tahu Clara kesal karena ia menolak untuk tinggal di rumah keluarga Simon. Tapi ia melakukan hal itu karena alasan tertentu.

Jika ia menerima tawaran ibunya untuk tinggal bersama di saat hubungan ibunya dan Catherine sedang tidak baik-baik saja, itu akan membuat Catherine semakin membencinya.

Lagipula, dia belum tahu siapa orang yang sudah membunuh ayah dan ibunya. Bagaimana jika pelaku adalah orang yang berbahaya? Dia tidak ingin melibatkan keluarga Simon dalam bahaya. Dia harus memastikan jika keluarga Simon baik-baik saja.

"Baiklah, terserah kau saja. Tapi satu hal yang harus kau ingat. Mommy dan Daddy tidak pernah membedakan dirimu dan Catherine. Kalian adalah anak-anak kami. Kami menyayangi kalian," seru Clara

"Thanks mom. I love you," sahut Edward.

"Jaga dirimu baik-baik."

Edward berdehem pelan dan mematikan sambungan telepon secara sepihak. Lalu dia bersiap untuk pergi ke rumah lama ibunya

Tidak membutuhkan waktu yang lama, ia sampai di rumah lama Ainsley. Ia memarkirkan motornya dan perlahan masuk ke rumah tersebut.

Walaupun rumah itu kecil, tapi setidaknya cukup nyaman untuknya. Hanya saja jarak antara rumah dan kantor jadi lumayan jauh. Tapi tidak masalah, lagipula dia masih menjalani pemeriksaan atas kasus yang baru saja terjadi. Walaupun ia bertindak untuk membela diri, tapi ia sudah menghilangkan nyawa orang. Jadi untuk sementara waktu ia tidak bertugas terlebih dahulu.

Edward meletakkan tasnya di sofa. Rumah ini sudah lama tidak di tinggali, jadi wajar jika terlihat kotor. Sepertinya ia harus menyewa jasa kebersihan besok untuk membersihkan rumah ini dan menyusun ulang perabotan yang ada.

"Hah ... Aku lelah sekali. Gara-gara mereka, aku tidak tidur sama sekali," gerutu Edward. Dia pergi ke kamar yang di duga adalah kamar Ainsley. Ia membersihkan kamar tersebut dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

Baru saja ia memejamkan matanya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia buru-buru mengambil ponsel dan mengangkat sambungan telepon tersebut.

"Iya Kate, ada apa?" tanya Edward

"Maaf aku baru membaca pesan mu. Aku tidak tahu kenapa kau ingin bertemu dengan ku tapi jika hal itu karena mommy, maaf aku tidak bisa datang," seru Catherine di seberang sana

"Apa yang kau katakan? Ya, aku ingin bertemu dengan mu memang ada hubungannya dengan mommy. Tapi aku lebih tertarik dengan kekasihmu. Aku ingin bertemu dengannya. Dan aku berjanji, aku akan membujuk mommy agar mau merestui hubungan kalian."

"Benarkah?"

"Tentu saja. Jadi, kapan kau ada waktu? Aku ingin bertemu dengan mu dan jangan lupa ajak kekasihmu itu," seru Edward

"Aku akan menghubungi mu nanti kak. Terimakasih banyak." Catherine langsung mematikan sambungan telepon begitu saja.

Edward tersenyum mendengar adiknya begitu senang. Ya, mungkin dengan begini ia bisa membuat hubungan ibu dan adiknya membaik. Dan semoga saja pria itu orang yang pantas untuk Catherine.

"Sekarang tinggal memikirkan orang-orang yang menyerang ku. Sebenarnya, siapa mereka?" gumam Edward. Ia mencoba mengingat-ingat apakah ia menyinggung orang akhir-akhir ini. Tapi sepertinya tidak, lalu siapa yang mengirim mereka ke apartemennya?

"Pria itu ... " Edward menegakkan tubuhnya. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi polisi kenalannya.

"Halo kapten, ada yang bisa saya bantu?" tanya Leo di seberang sana

"Ada yang ingin aku tanyakan. Bagaimana dengan kasus pria sombong yang sudah menganiaya pekerja kebersihan kemarin. Apa dia masih ada di sana? Maksudku ... "

"Malam itu setelah kau pergi, Ayahnya datang dengan seorang pengacara. Dia di bebaskan dengan jaminan dan ayahnya juga mau bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada korban," seru Leo

"Oh ... Begitu. Terimakasih." Edward mematikan sambungan telepon begitu saja. Kini dia yakin jika yang mengirim pembunuh itu adalah pria sombong yang ia jebloskan ke penjara karena hanya dia yang tahu nomor apartemen nya.

Tapi, jika saat itu juga pria itu bisa langsung bebas, berarti dia berasal dari keluarga kaya. Atau jangan-jangan kakak kekasihnya juga ikut campur atas hal ini?

"Cih ... Aku pikir dia akan mengajak ayah dan juga kakak kekasihnya untuk datang menemui ku. Ternyata dia malah mengirim pembunuh bayaran amatiran seperti mereka. Awas saja jika aku bertemu dengannya lagi. Akan aku kuliti dia," geram Edward. Dia kembali membaringkan tubuhnya.

Dia sedang tidak bertugas untuk beberapa hari kedepan. Jadi dia bisa fokus mencari pembunuh ayah dan ibunya. Lagipula dia sudah menemukan petunjuk. Dan ia akan mulai mencari petunjuk lain nanti.

"Bersabarlah mom, dad. Aku pasti akan segera menemukan pelaku. Akan aku buat mereka membayar semuanya. Aku pastikan itu." Edward mengepalkan tangannya erat. Bayangan kedua orang tuanya meregang nyawa di depan matanya kembali memenuhi memori ingatan.

Mereka hanya segerombolan pengecut yang menyerang keluarganya saat tengah malam. Jika tidak, mereka semua pasti akan mati di tangan ayah dan ibunya.

...----------------...

Sementara itu, pria yang dimaksud Edward, kini terlihat sangat marah. Dia baru saja mendapatkan kabar jika orang-orangnya telah mati di tangan Edward.

"Sial!! Kenapa mereka bisa kalah? Padahal dia hanya seorang diri. Atau jangan-jangan dia bukan orang sembarangan?"

"Tidak!! Aku yakin dia hanya orang biasa. Lihat saja penampilannya. Tapi kenapa mereka bisa mati semua?" pria itu terlihat gelisah. Ia berjalan kesana kemari dan terus memikirkan hal itu.

Memang jika di lihat-lihat pria itu mempunyai tubuh yang atletis. Tapi hal itu tidak menjamin seseorang itu hebat dalam bertarung.

"Kali ini kau lolos, tapi tidak untuk lain kali. Jika aku bertemu dengan mu lagi, akan aku buat kau berlutut meminta ampun di hadapan ku," geram pria itu

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!