Lamaran

Hari ini Ale benar-benar berdiam diri di rumah. Tak ada satupun chat atau panggilan yang di balasnya dari ketiga sahabatnya terutama Dinda. Karena Ale yakin Dinda mengetahui tentang lamaran yang akan di laksanakan sore ini padanya. Bukan karena marah pada Dinda hanya saja Ale ingin memberikan kejutan pada Dinda.

Dinda pun telah mengakui dalam isi chat pribadinya pada Ale. Namun Ale membiarkannya begitu saja. Sekali-kali ngerjain temen sendiri ga dosa kan ya. Ibu Ida pun telah kembali dari rumah sakit. Bu Ida tampak kesal karena ternyata tak ada polisi yang menunggunya selama dirinya di rumah sakit. Itu yang Pak Rahmat inginkan. Tak ada pengawalan polisi pun nyatanya baik-baik saja.

Walau Bu Ida kerap beradu argumen dan cenderung tak menyukai Ale dan entah mengapa seperti itu sejak kelahiran Ale, Bu Ida tetap membantu menyiapkan acara lamaran dadakan ini. Walaupun tak ada pesta meriah seperti kebanyakan orang.

Ardan sudah berada di rumah sebelum rombongan datang karena mereka sengaja meminta waktu sore tidak malam. Mereka tidak ingin meninggalkan Keira sendiri bersama suster. Oleh karena itu, mereka menginginkan waktu sore agar Keira bisa ikut berpartisipasi.

Semua keluarga telah berkumpul. Keluarga Ibu Ida pun datang menghadiri acara lamaran ini begitu juga dengan keluarga Pak Rahmat. Terlihat Dinda berada di antara para keluarga pihak laki-laki. Ale dengan sengaja tak menghiraukan Dinda sedikit pun tampak Dinda sedikit murung dan merasa bersalah.

"Bagaimana Nak Alexa apa niat baik dari Mas Bima di terima oleh Nak Alexa?" Tanya Pak RT sebagai wakil dari keluarga Ale.

Alexa hanya diam menatap sekelilingnya. Terakhir Ale menatap Keira yang berada dalam gendongan Suster Yuli. Ale menarik nafas dalam kemudian pandangannya berhenti pada Bima sang calon suami.

"Bismillah. Hm... Ya saya terima." Ale.

"Alhamdulillah..."

Kompak semua mengucapkan syukur bersamaan. Tidak dengan Dinda. Dinda meneteskan air matanya karena merasa bersalah. Seharusnya Dinda menanyakan kesiapan Ale terlebih dahulu sebelum Opa nya berbicara dengan Pak Rahmat. Namun nasi sudah menjadi bubur semua sudah terlambat acara pun sudah terlaksana. Jika kelas Ale dan Bima tak bahagia maka Dinda lah orang pertama yang merasa paling bersalah.

Grep

Dinda memeluk Ale erat. Sudah sejak tadi dirinya menantikan waktu yang tepat untuk bisa bertemu dengan Ale. Ale hanya tersenyum saat Dinda memeluknya sementara Dinda sudah menangis dan meminta maaf.

"Le, lu maafin gw kan? Gw beneran ga tau kalo Opa ternyata ada niat jodohin lu sama Om gw Le. Lu kenapa ga tolak aja Le?" Ucap Dinda melerai pelukannya.

"Loh, klo gw tolak hilang dong kesempatan gw?" Ale.

"Maksud lu? Kesempatan apa? Jadi Ibu? Lu bakalan bisa jadi Ibu suatu saat nanti Le dari anak lu sendiri." Dinda.

"Kesempatan jadi tante lu. Kalo gw jadi tante lu kan gw bisa nyuruh-nyuruh lu kalo lu tolak dosa loh kan gw tante lu." Ale.

"Jahat.... Giliran gw mau jadi kakak ipar lu ga boleh tapi lu malah salip jadi tante gw. Pantesan gw ga boleh deket sama Kakak lu." Dinda.

"Dih emang yakin Abang gw mau?" Ale.

"Iiisshhh... Kan belum usaha." Rengek Dinda.

"Hahahaha... Jangan. Cari yang lain aja." Ale.

Sementara di taman Ardan mencoba berbicara dengan Bima tanpa sepengetahuan Ibu Ida tentunya. Karena bisa runyam semuanya jika Ibu Ida tau. Ardan mengambil kesempatan ketika mereka semua berbincang sambil menikmati santapan yang di sediakan. Pak Rahmat pun tampak senang memangku Keira. Sementara Bu Ida belum ingin menyentuh bayi tersebut.

"Maaf jika saya lancang. Saya sebagai Abang hanya ingin menitipkan adik saya satu-satunya pada anda. Jangan pernah sakiti dia dalam bentuk apapun. Sejak kecil Ale tak pernah bahagia. Ibu selalu membedakan antara aku dan Ale. Jika anda tak berkenan kembalikan saja Ale pada kami. Saya akan membawa Ale pergi jauh dari Ibu." Ardan.

Bima tersentak bagaimana bisa seorang ibu kandung melakukan hal seperti itu pada putri kandungnya sendiri. Bima pun hanya bisa diam mencerna setiap ucapan Ardan. Ada nada penyesalan di dalamnya. Namun Bima pun tak dapat berucap apapun. Berjanji untuk membahagiakan Ale bagaimana bisa karena jangankan membahagiakan, mengenal Ale saja Bima belum. Bahkan pernikahan ini pun hanya karena Keira.

"Saya akan berusaha Bang." Hanya itu yang keluar dari mulut Bima.

Semua kembali berkumpul. Di tetapkan jika minggu depan Ale dan Bima akan melangsungkan akad nikah dan untuk resepsi akan di laksanakan beberapa bulan setelahnya. Ale hanya pasrah pada keputusan Ayah nya. Dirinya tak ingin membuat Pak Rahmat bersedih bahkan malu karena penolakan dirinya. Apapun yang akan terjadi pada pernikahannya nanti Ale berserah diri pada Tuhan.

Setelah semua tamu pulang Ale langsung di introgasi oleh Ibu Ida. Bahkan Bu Ida yang baru keluar dari rumah sakit tampak segar tak sedikit pun terlihat jika dirinya batu saja sembuh.

"Kamu kenal dimana sama duda itu? Pasti kamu merayu dia ya? Jangan sampai nanti Ibu denger kalo kematian istrinya ada sangkut pautnya dengan kamu." Ibu Ida.

"Astagfirullah. Ale ga tau Bu. Kenapa Ibu berpikiran buruk seperti itu." Ale.

"Ya bisa saja. Masa iya baru di tinggal mati udah mau nikah lagi sama kamu. Pasti kalian udah ada hubungan kan sebelumnya? Secara Si Bima itu Om nya Dinda." Ibu Ida.

"Astagfirullah... Terserah Ibu aja mau kaya gimana. Yang pasti Ale ga tau menau tentang kematian istrinya dulu. Lagian mereka ga tinggal di sini Bu. Dulu mereka tinggal di jakarta." Ale.

"Nah kan kamu tau mereka tinggal di jakarta." Bu Ida.

"Ya kan tadi mereka yang bilang Bu." Ale.

"Sudah-sudah. Yang terpenting kedepannya kalian harus bisa saling menjaga dan terbuka. Saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangan jangan mau pas senengnya aja pas sedih di tinggalin." Pak Rahmat.

"Iya Pak." Ale.

"Nak, kamu kenapa ga minta pelangkah tadi sama si duda itu?" Tanya Bu Ida pada Ardan yang sibuk dengan ponselnya.

"Abang ga mau memberatkan apapun yang mereka kasih Abang terima." Ardan.

"Ish... Jangan seperti itu kamu. Nanti nyesel Dan." Bu Ida.

"Nanti segera bawa calon mu pada Ayah Bang. Segera susul Ale menikah." Pak Rahmat.

"Iya Yah. Nanti Abang seleksi dulu ya Yah." Ardan.

"Jangan lama-lama seleksinya." Pak Rahmat.

"Siap Yah." Ardan.

"Harus teliti dong ga sembarangan kaya anak kamu Mas. Masa sama duda aja langsung suka. Heleh... kaya ga ada perjaka saja." Ibu Ida.

"Yah, Ale pamit istirahat ya." Ale.

"Iya Nak." Pak Rahmat.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Rita Riau

Rita Riau

moga ga ada karma buat ibu Ida yg sudah menzolimi anak sendiri,,,
tapi kalo karma akan lebih bagus lagi,,, biar sadar kalo seorang ibu itu tempat nya anak berlindung

2024-03-26

1

Sri Ayuu

Sri Ayuu

jadi curiga kenapa Bu Ida malah ga sayang sama Ake anak perempuan nya, aneh banget pasti ada sesuatu

2024-03-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!