Restu

Ale mengernyitkan keningnya ketika dirinya membaca pesan dari Pak Rahmat. April, Dinda dan Tiwi pun saling memandang penuh Tanya ada apa. Kemudian Ale terkejut ketika atensinya beralih pada ketiga sahabatnya nyatanya mereka tengah menatap padanya semua.

"Ada apa?" Ale.

"Lo itu yang ada pa Le?" Tiwi.

"Ayah, chat gw minta ketemu di kantornya." Ale.

"Ada apa memangnya?" April.

"Ngga tau juga." Ale.

"Jangan-jangan Opa udah ketemu sama Ayah nya Ale lagi." Batin Dinda.

"Din, gimana sepupu lu udah sembuh?" Ale.

"Kata Bunda Keira udah bisa pulang. Hasil lab nya ga ada apa-apa tapi demam nya masih naik turun Le. Pas kemarin ada lu itu udah turun masuk susu 2 botol tapi setelah itu ga bisa lagi Le. Suhu tubuhnya naik lagi. Dokter pun menyayangkannya. Tapi Dokter sudah ijinkan Keira pulang." Dinda.

"Keira suka sama lu Le. Dia nyaman sama Lu." April.

"Masa iya begitu. Dia kan belum ngerti apa-apa." Ale.

"Anak kecil itu tidak bisa berbohong Le. Rasa nyaman yang dia terima dari lu itu tulus ngga kaya Dinda yang terpaksa." April.

"Apaan lu? Gw ga pernah terpaksa tuh jagain Keira." Protes Dinda.

"Iya lu emang ga terpaksa tapi lu datang ke rumah Oma atas perintah dari Oma kan karena mau nitipin Keira ke lu." April.

"Tapi kan Ale juga gw yang ngajak." Dinda.

"Ish pokoknya beda Din." Kesal Tiwi.

"Sama aja Wi." Dinda.

"Beda Din. Anak-Anak itu sensitif. Mereka akan tau mana yang tulus dan kejam." April.

"Berarti Lu tulus Le ngurusin Keira?" Tiwi.

"Yee... Bukan ya ngurus itu mah cuma nemenin aja." Elak Ale.

"Iya juga sih." Tiwi.

"Tetep rasa tulus dan nyaman itu ga semua bisa mendapatkan." April.

"Udah-udah ih apaan sih kalian." Dinda.

Setelah berbincang kemana-mana akhirnya mereka pun membubarkan diri. Ale pergi ke kantor Pak Rahmat menggunakan ojek online. Ale menyapa beberapa orang teman Ayah nya kemudian sampailah Ale di ruangan Pak Rahmat.

"Ayah..." Panggil Ale.

"Le, sini masuk nak." Pak Rahmat.

Ale memasuki ruangan Pak Rahmat mencium punggung tangan Pak Rahmat kemudian duduk di sofa yang terdapat di ruangan tersebut berdampingan dengan Pak Rahmat.

"Ada apa Yah?" Ale.

"Adek kenal Pak Faris?" Tanya Pak Rahmat.

"Pak Faris Opa nya Dinda?" Tanya balik Ale.

"Iya."

"Iya adek kenal. Kenapa memang nya Yah?" Tanya Ale.

"Tadi siang beliau datang menemui Ayah." Ujar Pak Rahmat dan mengalirlah apa yang Opa Faris bicarakan dengannya tadi siang.

Ale terdiam tanpa menyela ucapan Ayah nya. Ale menelisik wajah sang Ayah.

"Jadi, apa Adek menerima pinangan Pak Faris untuk putranya?" Tanya Pak Rahmat.

"Huh... Yah, Adek ga kenal sama putranya Opa Faris. Tapi, Adek tau putrinya pernah dua kali bertemu pas di rumah Opa Faris dan kemarin di rumah sakit. Apa itu tidak terlalu cepat untuk Opa meminang Adek untuk putranya?" Ale.

"Itu juga yang Ayah pertanyakan saat Pak Faris mengatakan tujuannya menemui Ayah. Tapi Ayah mengerti setelah Pak Faris menjelaskan perihal kematian Ibu kandung dari cucunya." Pak Rahmat.

"Apa Ibu tau?" Ale.

"Tidak. Karena Pak Faris menemui Ayah di luar ruangan Ibu." Pak Rahmat.

"Ayah ridho Ale menikah dengan Putra Opa Faris dan melangkahi Abang?" Ale.

"Jika Adek bersedia. Ayah akan bicara dengan Abang Ardan dan Ibu sore ini." Pak Rahmat.

"Jika Ayah ridho Ale ikhlas Yah." Jawab Ale tanpa ragu.

"Nanti kamu bukan hanya menjadi Istri dek tapi sekaligus menjadi Bunda untuk putrinya." Pak Rahmat.

"Siapapun pasangan Ale nanti bukan kah Ale akan tetap menjadi Bunda Yah?" Tanya balik Ale.

"Tapi saat ini kamu masih sekolah nak. Satu tahun lagi kuliah kamu selesai. Apa tidak masalah?" Tanya Pak Rahmat khawatir.

"Tidak Yah. Selama Ayah ada untuk Ale. Ale yakin semua akan baik-baik saja." Ale.

"Syukurlah. Bismillah ya sayang. Ayah selalu berdoa yang terbaik untuk kalian Putra putri Ayah." Pak Rahmat.

"Iya Yah." Ale.

Ale dan Pak Rahmat pun pulang bersama. Pak Rahmat mengantarkan Ale ke rumah terlebih dahulu sebelum dirinya kembali ke rumah sakit. Pak Rahmat pun memilih untuk mandi dan berganti pakaiannya terlebih dahulu. Setelah beristirahat sejenak Pak Rahmat pun kembali pergi ke rumah sakit dan seperti biasa pula Ale akan sendiri di rumah.

"Ayah, kenapa baru datang?" Tanya Bu Ida yang melihat kedatangan suaminya.

"Ayah mandi di rumah sekalian cek Ale." Pak Rahmat.

"Bi, Bibi boleh pulang." Ucap Bu Ida pada Bibi yang bertugas menjaganya saat siang hari.

"Baik Bu. Bibi permisi Bu, Pak." Bi Nani.

"Terima kasih Bi." Pak Rahmat.

Bibi pun keluar dari ruangan Bu Ida. Pemandangan pertama yang Bi Nani lihat adalah dua orang polisi yang berjaga di depan ruangan Bu Ida. Bi Nani pun hanya menggelengkan kepalanya saja melihat kedua polisi tersebut.

"Bi, sudah mau pulang?" Tanya Ardan yang berpapasan dengan Bi Nani.

"Eh, iya Bang. Kasian Dek Ale sendiri di rumah." Bi Nani.

"Bibi hati-hati ya." Ardan.

"Iya Bang." Bi Nani.

Bi Nani pun melanjutkan langkahnya. Ardan menyapa kedua anak buahnya sebelum dirinya masuk ke dalam ruangan Bu Ida.

"Terima kasih ya kalian sudah bersedia saya tugasnya di sini." Ardan.

"Siap tidak jadi masalah Ndan." Jawab salah satu polisi tersebut.

"Terima kasih. Saya masuk dulu." Ardan.

"Siap silahkan Ndan."

Ardan masuk ke dalam ruangan Bu Ida. Menyapa Ayah dan Ibunya seperti biasanya.

"Ibu bagaimana sekarang? Sudah lebih baik?" Tanya Ardan duduk di tepian tempat tidur.

"Alhamdulillah sudah Nak. Kata dokter besok Ibu sudah bisa pulang." Lapor Bu Ida.

"Syukurlah. Di rumah lebih nyaman Bu daripada di sini." Ardan.

Bu Ida pun tersenyum menatap sang putra. Pak Rahmat hanya diam menatap keduanya.

"Bang, jika Adek menikah lebih dulu apa Abang ga keberatan?" Tanya Pak Rahmat to the poin.

"Kenapa Ayah bicara seperti itu? Jangan bilang jika Ale hamil duluan dan harus menikah?" Sosor Bu ida.

"Hus... Ibu bicara kok sembarangan." Pak Rahmat.

"Ya terus apa coba tiba-tiba Ayah bilang begitu? Ale hamil?" Bu Ida.

"Astagfirullah Bu. Jangan punya fikiran negatif pada putri sendiri." Pak Rahmat.

"Bagaimana Bang?" Tanya Pak Rahmat.

"Abang sih tidak masalah Yah. Lagian Abang belum siap menikah sekarang Yah belum ada calon juga." Ardan.

"Apa ada pelangkah yang Abang minta?" Pak Rahmat.

"Iyalah. Mobil misalnya atau rumah cocok itu kalo anak kamu itu mau nikah duluan." Lagi-lagi Bu Ida menyambar.

"Abang minta apa?" Pak Rahmat.

"Semampunya Ale dan pasangan saja Yah. Abang tidak masalah." Jawab Ardan bijak.

"Syukurlah. Nanti Ayah sampaikan pada mereka." Pak Rahmat.

"Memang siapa yang akan menikahi Ale?" Ibu Ida.

"Bima Putra bungsunya Pak Faris."

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

retiijmg retiijmg

retiijmg retiijmg

kyknya ale bkn anak kandung ibunya ya thor

2024-04-30

0

Rita Riau

Rita Riau

itu ibu kenapa sih ga waras bgt,,,
tega" nya bilang anak hamil duluan,,
dan bikin nyesek obrolan ayah sama anak,,, moga setelah ini Alexa akan bahagia,,,biar itu nya dapet karma

2024-03-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!