Permintaan Maaf

Setelah berbicara dengan Ardan dan Bu Ida, Pak Rahmat pun segera menghubungi Opa Faris karena merasa tak enak jika membiarkan orang menunggu kabar terlalu lama. Dan mereka berdua sepakat akan mengadakan lamaran besok sore setelah Bu Ida keluar dari rumah sakit. Setelah panggilan terputus dan mencapai kesepakatan Pak Rahmat menghubungi Ale untuk tidak pergi kemana-mana besok.

Setelah panggilan terputus Pak Rahmat duduk di salah satu kursi tunggu tak jauh dari ruangan Bu Ida. Pak Rahmat merasa ada yang berbeda dengan Putra sulungnya. Entah akan ada apa lagi drama yang di perankan oleh istri dan putranya itu. Tapi kali ini Pak Rahmat melihat perubahan yang begitu signifikan dari sikap Ardan.

Saat Pak Rahmat berada dalam fikirannya yang entah apa yang sedang di fikirkannya Ardan menghampirinya dan duduk di samping Pak Rahmat.

"Ibu tidur?" Tanya Pak Rahmat.

"Iya Yah." Ardan.

Hening

"Yah, Abang mau minta maaf sama Ayah dan Adek. Abang sudah berbuat kesalahan yang sangat fatal bahkan bertahun-tahun lamanya. Abang salah Yah." Ucap Ardan menunduk.

"Apa yang kamu lakukan Nak?" Tanya Pak Rahmat menepuk bahu kanan Ardan.

"Beberapa minggu lalu Adek kena razia kelengkapan surat menyurat di jalan kebetulan teman Abang yang kebagian."

"Adek kenal tilang? Astaga! Maafin Ayah ya Bang. Pasti Adek udah bikin Abang malu ya di kantor? Kenapa juga Adek nyetir tanpa memiliki surat-surat." Potong Pak Rahmat.

"Tidak Yah. Adek ga kena razia. Adek juga surat-suratnya lengkap." Ardan.

"Lengkap?" Pak Rahmat.

"Itu yang membuat Abang tersadar Yah." Ardan.

"Maksudmu?"

"Entah apa yang Ibu katakan pada Abang dulu di masa kecil kita sehingga membuat Abang kesal terhadap Adek tanpa alasan bahkan Abang sebagai kakak bukannya melindungi malah beberapa kali membuat adek tersudut."

"Teman Abang Wahyu meskipun dia anak buah Abang tapi usianya lebih tua yang menyadarkan Abang Yah. Dia bertanya hal biasa mengenai kedekatan Abang dan adek. lantas mengalirlah cerita-cerita kekesalan Abang pada Adek. Dan Ayah tau apa yang Abang dapatkan? Abang di tampar bolak balik dan diminta push up 100 kali oleh dia." Jelas Ardan menjeda ucapannya.

"Dia telah membuka hati Abang Yah. Abang menangis sehari semalam merutuki kebodohan Abang Yah. Abang mengingat semua kejadian yang menimpa Ale yang bahkan luput dari pantauan Abang. Hingga Ale tiba-tiba memiliki sabuk hitam Abang tak tau. Abang tau dari teman Abang yang mengucapkan selamat setelah Adek berhasil mendapatkan sabuk hitam nya."

"Masih banyak lagi yang lain hingga terakhir Adek memiliki sim yang Abang tak tau Yah. Bisa saja Adek meminta Abang untuk membuatkannya tapi Adek tidak melakukan itu Yah. Bahkan Abang tak tau jika Adek bisa menyetir mobil." Ardan mengakhiri ucapannya dengan suara isakan yang tak terbendung lagi.

"Temuilah adik mu di rumah. Besok dia sudah akan ada yang meminangnya. Mungkin suaminya kelak tidak akan rela jika kamu memeluknya meskipun kamu kakak kandung Ale. Temuilah dan mintalah maaf darinya walaupun Ayah tau Ale akan memaafkan mu tapi tidak ada salahnya jika kita berusaha. Ayah sudah memaafkan mu jauh sebelum kamu menyadari ini. Ayah tau sikap Ibu salah dalam mendidik kalian berdua tapi Ayah selalu bersikap adil pada kalian. Bahkan Ayah bingung apalagi yang harus Ayah lakukan agar Ibu kalian bisa segera sadar jika Ale adalah putrinya juga." Pak Rahmat.

"Terima kasih Yah. Abang pulang ke rumah malam ini. Abang sayang Ayah." Ardan.

"Pergilah. Dan mintalah mereka untuk pulang. Tugas mereka bukan disini. Biar menjadi urusan Ayah jika Ibu bertanya tentang mereka." Pak Rahmat.

"Terima kasih Yah." Ardan.

Ardan pun berpamitan pada Ayahnya untuk menemui Ale. Sebelumnya Ardan pun meminta dua rekannya untuk pulang dan di beri libur selama dua hari oleh Ardan. Mereka berdua pun senang bukan hanya libur dua hari isi rekening mereka pun bertambah karena Ardan telah mengisinya.

"Siap terimakasih Ndan."

Sampai di rumah. Ale mendengar suara mobil kakaknya. Tak ingin ada percekcokan di antara mereka Ale memilih diam menonton acara kuis di televisi. Ale baru saja makan malam sendiri jadilah Ale duduk menonton televisi seperti biasa setelah makan maka akan menonton televisi sebentar untuk menurunkan makanan yang mereka makan.

Grep...

Ale memberontak dan hampir akan menyikut Ardan jika saja Ardan tak bersuara.

"Bairkan seperti ini dulu Dek." Ucap Ardan masih memeluk Ale dari belakang.

Perlahan Ale pun sedikit mengendur dan membiarkan Ardan memeluknya. Entah apa yang terjadi Ale tak mengerti karena sepanjang usianya Ale tidak pernah sekalipun. Ale dekat dengan Ardhan. Ale hanya diam tanpa berkata apapun dan tanpa melakukan apapun.

"Maafkan Abang dek." Ucap Ardan melerai pelukannya.

Cup...

Ardan mendaratkan kecupannya sayangnya pada puncak kepala Ale. Ale bingung apa yang terjadi dengan Abangnya. Bahkan Ardan hingga mendaratkan kecupan di puncak kepalanya. Ardan duduk di samping Ale menatap manik mata sang Adik yang baru kali ini Ardan menatapnya.

"Selamat ya dek. Besok adek di pinang seorang laki-laki pilihan." Ucap Ardan tersenyum.

"Terima kasih Kak." Jawab Ale singkat.

Ardan tau Ale masih menjaga jarak dengan nya. Ardan tau betapa banyaknya dosa yang dia lakukan sehingga membuat sang Adik merasa waspada bahkan saat duduk dengan nya yang notabene kakaknya sendiri.

Lalu mengalirlah cerita Ardan pada Ale dan bagaimana dirinya begitu tersiksa setelah selama ini menelantarkan sang Adik. Ale menggenggam tangan Ardan setelah Ardan menyelesaikan ceritanya dan meminta maaf.

"Ale sudah memaafkan jauhkan sebelum Abang meminta maaf Bang. Abang tidak perlu seperti ini. Adek tetep menjadi Adik abang kan?" Ale.

"Tentu saja." Jawab Ardan pasti.

Keduanya saling berpelukan. Ardan mendaratkan kecupan di puncak kepala Ale. Betapa bahagianya Ale dapat memeluk Kakak laki-laki nya yang begitu dia sayangi.

"Apa besok adek sudah yakin? Adek ga nunggu lulus dulu taun depan?" Ardan.

"Yakin Bang. Adek mau mengurus putrinya Bang." Ale.

"Putri? Maksudnya?" Ardan.

"Dia single parent Bang. Istrinya meninggal tiga dua bulan yang lalu saat Keira putrinya baru berusia satu bulan." Jawab Keira sepengetahuannya dari cerita Pak Rahmat.

"Astaga! Dia cari baby sitter atau istri?" Ardan tak terima.

"Istri sekaligus Ibu bagi putrinya." Ale.

"Kamu yakin Dek? Kamu belum pernah mengurus anak kecil loh?" Ardan.

"Nanti kan ada suster Bang. Jadi Ale ga terlalu repot. Adek juga udah mulai libur semester bulan depan. Jadi Ale bisa belajar mengurus bayi pada suster dan Ibu mertua nanti." Jawab Ale yakin.

"Abang hanya bisa mendoakan saja Dek." Ardan.

"Abang ingin pelangkah apa dari adek?" Ale.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Rita Riau

Rita Riau

Alhamdulillah,,, Ardan udah nyadari kesalahan nya sebelum datang penyesalan. kini ibu Ida ,apa tu ibu masih ga waras,,🤔🙄

2024-03-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!