Mendadak Jadi Mommy

Mendadak Jadi Mommy

Pertama

Pagi-pagi seperti biasa Ibu Ida dan Alexa atau biasa di panggil Ale terlibat perdebatan hanya perkara pemilihan menu sarapan. Dan seperti biasa Pak Rahmat akan selalu menjadi penengah dan berada di kubu Ale. Namun semua tak membuat Ale menjadi besar kepala karena pembelaan sang Ayah.

"Ayah itu selalu saja membela anaknya." Geram Bu Ida.

"Jangan di paksa dong Bu. Ale kan memang tidak suka nasi kuning sejak kecil." Bela Pak Rahmat.

"Hah... Rewel. Coba lihat Abang kamu Ardan apa saja dia mau makan makanya dia jadi polisi." Bu Ida.

"Apa hubungannya Bu? Lagian Ale ga mau jadi polisi." Ale.

"Sudah-sudah... Sana berangkat kuliah. Ini Ayah kasih uang lebih buat beli sarapan." Ucap Pak Rahmat memberikan selembar uang seratus ribuan.

"Eee... Apaan itu beli sarapan segitu banyak. Sini ibu tukar uangnya." Ucap Bu Ida tak terima.

Namun, bukannya memberikan uangnya Ale malah pergi berlari meninggalkan orang tuanya yang sudah bisa di pastikan akan adu mulut perkara uang tersebut. Ale sudah biasa mendengar kedua orang tuanya beradu mulut bahkan hanya masalah sepele.

Alexa menaiki angkutan umum untuk sampai di kampusnya yang tak jauh dari komplek perumahannya. Dalam perjalanan menuju kampus Ale mendapat kabar jika kuliah pagi di cancel dan akan di gantikan siang hari setelah jam mata kuliah ke dua. Jadilah yang seharusnya Ale bisa bersantai siang hari nyatanya Ale masih harus mengikuti perkuliahan.

"Alexa.."

Suara seseorang memanggil Ale ketika Ale berjalan menuju kantin untuk mengisi perutnya. Ale berjalan santai karena tidak terburu-buru dengan jam mata kuliahnya.

"Hai Dra... Udah di kampus juga lu?" Tanya Ale pada Indra teman satu kelasnya.

"Iya. Gw baru tau kabarnya pas udah nyampe." Indra.

"Sama sih gw juga tau pas udah di angkot." Ale.

"Lu mau kemana?" Indra.

"Kantin. Mau makan gw belum sarapan tadi." Ale.

"Kebiasaan. Ya udah yuk gw temenin. Sahabat-sahabat lu pasti belum dateng." Indra.

"Mereka masih otw. Paling ntar nyusul." Ale.

Mereka berdua pun pergi ke kantin. Bukan tak tau jika Indra menyukai Ale hanya saja Ale selalu bersikap biasa saja karena Ale tak ingin berpacaran. Menurutnya pacaran hanya akan membuang-buang waktunya. Ale lebih menyukai diam di dalam kamarnya ketika tak ada acara apapun.

"Alexa..... Ya ampuuuun... Gw cariin lu ya." Teriak Prastiwi sahabat Alexa.

"Kebiasaan lu. Untung gw ga keselek." Jawab Ale.

"Iya Wi. Jangan teriak-teriak kenapa." Indra.

"Ish... Sana lu. Urusan cewek nih." Usir Prastiwi.

"Eh, lu yang baru dateng lu yang usir gw. Lu ga liat gw lagi makan sama Ale." Protes Indra.

"Ish... Berisik kalian. Ganggu konsentrasi gw makan." Ucap Ale seraya mengangkat mangkuk buburnya untuk berpindah tempat.

"Gara-gara lu nih. Ngapain sih lu dateng sekarang." Indra.

"Yee... Serah gw lah." Prastiwi.

Tak lama Dinda dan April pin datang bergabung bersama Tiwi, Indra dan Ale. Dinda terlihat sedikit murung tidak seperti biasanya membuat ketiga sahabatnya saling sikut penuh tanda tanya. Sebelum bertanya apapun pada Dinda, Ale dan kedua sahabatnya yang lain berbicara melalui mata mereka jika masih ada Indra di sana maka mereka tak dapat mengatakan apapun.

"Dra, lu ga ada kerjaan lain ya. Ke perpus ke atau kemana gitu biar lu pinter sana jangan nimbrung sama kita-kita." Usir April.

"Apaan sih Lu Pril. Suka-suka gw dong mau dimana aja." Indra.

"Guys... Hari ini ga ada perkuliahan... Yeeee..." Sorak Tiwi yang paling cerewet di antara mereka berempat.

"Apa sih Wi. Jangan becanda deh." Ale.

"Liat di grup Le. Dosen kita dua-duanya berhalangan dengan konsekuensi besok jadwal kita padat." Tiwi.

"Huh... Melelahkan." Ale.

"Mending sekarang aja padatnya bisa ga?! Besok Eros libur terus gw kuliah..." Ucap April lesu.

"Makanya sekolah lu yang bener. Malah nikah sih lu." Indra.

"Gw menghindari dosa Dra. Dari pada kaya lu diem disini mata lu tuh ga di jaga.Dosa lu." April...

"Astaga! Susah ngomong sama Bu Ustad sih. Ya udah deh gw mau balik. Mending gw ke bengkel cari duit daripada kumpul sama kalian." Indra.

"Yeee... Lagian siapa yang nyuruh lu gabung sama kita. Sorry ye ga ada tuh." Jawab Tiwi.

"Udah berisik." Ucap Ale menunjuk pada Dinda yang masih diam terpaku walau ketiga sahabatnya ribut sejak tadi.

Biasanya Dinda akan ikut menyerang Indra jika Indra ikut gabung bersama mereka. Ale, Tiwi dan April saling pandang memberi isyarat siapa yang akan membuka suara terlebih dahulu. Dan seperti biasa Ale lah yang akan menjadi bahu sandaran jika ketiga sahabatnya sedang bersedih.

Ale mendekati Dinda bertukar tempat duduk dengan April. Sebelum memulai pembicaraan Ale menarik nafas dalam mengatur emosinya.

"Din." Panggil Ale merangkul bahu sahabatnya.

Grep....

Dinda memeluk Ale dari samping dan pecahlah tangisan Dinda yang sejak tadi tertahan. Tak ada yang mengeluarkan suara satupun. Ale pun hanya diam membiarkan Dinda menumpahkan segala isi hatinya. Ale mengusap lembut punggung Dinda bertujuan agar Dinda lebih tenang.

Tiwi dan April pun saling berpelukan. Mata mereka sudah berkaca-kaca melihat dan mendengar Dinda menangis. Hati mereka teriris sakit mendengarnya. Begitulah mereka berempat hanya Ale yang sedikit lebih bisa menahan tangisnya.

Tak ada satupun diantara mereka bertiga yang mengeluarkan suara. Setelah tangis Dinda mereda dan Dinda mengurai pelukannya pada Ale barulah Ale bersuara. Namun sebelumnya Ale memberikan tissue dahulu pada Dinda.

"Thanks." Dinda.

"Lu bisa cerita sama kita Din.. Walaupun tak ada solusi seenggaknya lu lebih lega." Ale.

Dinda menatap ke tiga sahabatnya sebelum bercerita.

"Huh..."

"Gw kasian sama sepupu gw guys... Dia masih bayi merah tapi udah ga punya ibu." Dinda.

"Maksud lu gimana?" April.

"Kalian inget kan adiknya Bunda? Nah, istrinya di temukan meninggal dengan pria lain di hotel." Dinda.

"Loh, bukannya Om lu itu udah gugat cerai istrinya ya?" Tiwi.

"Iya tapi masih dalam proses. Jadi secara hukum masih istri sah Om gw." Dinda.

"Iya juga ya. Bayinya juga baru 40 hari kan Din?" April.

"Iya. Kasian gw. Setiap hari dia nangis." Dinda.

"Lah, bukannya emang nangis kerjaannya anak bayi ya." Ucap Tiwi polos.

Plak...

Pukulan mendarat di lengan Tiwi yang berasal dari April yang berada di sampingnya.

"April... Sakit ih.." Protes Tiwi.

"Makanya beg* jangan di piara." April.

"Yang sabar ya Din. Dibalik semua kejadian ini pasti akan ada hikmahnya." Ale.

"Iya Din, Ale bener tuh. Sekarang sepupu bayi lu dimana? Bukannya Om lu tinggal di jakarta ya?" April.

"Di rumah Oma gw Pril. Oma ga tega jadi bawa dia pulang ke sini." Dinda.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

piyo lika pelicia

piyo lika pelicia

semangat ☺️

2024-06-15

0

piyo lika pelicia

piyo lika pelicia

kasihan 😔

2024-06-15

0

piyo lika pelicia

piyo lika pelicia

keluarga yang tak harmonis

2024-06-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!