Bab 18 Lika-liku

...Bersama namun terasa jauh.......

...Clemira Ananta...

...----------------...

"Bismillah.." langkah Tama keluar dari rutan dikawal ketat masuk ke dalam mobil berlapis baja. Ia cukup dibuat terkejut dan spechless dengan banyaknya jepretan kamera yang menantinya di gerbang rutan.

Prasasti berada di dalam mobil yang berbeda dengannya dan pergi setelah Tama.

Mobil melaju dengan banyak hambatan di jalan, jadwal yang mengharuskannya tiba pukul 8 pagi terpaksa diundur hingga satu jam kemudian.

Sebuah mobil SUV bukan plat kesatuan militer memutar rodanya menuju pengadilan. Ia menatap paper bag berisi chessecake yang ada di pangkuan, favoritnya dan Tama jika sedang bertemu lalu jalan, genggamannya mengerat seiring senyum getir terbit dari bibirnya, dengan harapan Tama bisa mencicipinya nanti. Cle yakin sekian lama berada di dalam tahanan, lidah Tama pasti kelu lalu mati rasa, tak pernah merasai lagi kudapan lezat.

"Pak, parkir di dalam saja apa gimana?" supir menoleh lalu menunjuk area gerbang dan parkiran pengadilan yang telah penuh berjubel-jubel sama orang, ya iyalah, masa sama kawanan meerkat persis boutique Eyi yang lagi ngadain midnight sale.

"Ya. Ke dalem aja, kasih klakson yang kenceng, kalo bisa sampe pada budeg sekalian. Ngapain juga ini wartawan pada ngantri disini, sejak kapan pengadilan ngadain sembako murah..." dumel Rayyan geram, ucapannya itu mendapatkan decakan serta tatapan sinis Clemira. Yang benar saja, abinya itu! Mau masuk penjara rame-rame apa gimana?

"Kenapa ngga tabrak aja sekalian?" cibir Clemira yang ditertawai Ray, "boleh juga idenya. Toh yang masuk penjara bukan abi..." jawab Rayyan, selalu saja ada jawaban dari si penguasa kosa kata absurd itu, sontak supir keluarga Ananta yang sudah mengabdi sekian purnama itu hanya mengehkeh, sudah paham dengan polah tingkah para majikannya, "saya dong, non."

Tiitt....Tiit....

Laju mobil mewah nan kinclong itu menerobos masuk perlahan ke dalam parkiran pengadilan kaya lagi nglaksonin sekawanan rusa.

Sempat mendapatkan sorotan rasa penasaran, mobil Rayyan langsung mendapatkan pengawalan dari bawahannya dan security, semakin saja membuat wartawan kelojotan untuk meliput mereka. Lumayan kan, bonus gede turun kalo berita yang disajikan bikin penonton di rumah penasaran, pengen terus mantengin berita ter-update, apalagi kalo ada kisah asmara di dalamnya.

Kehadiran Rayyan dan Clemira disini sontak menjadi berita hangat teranyar di linimasa. Tentang siapa gadis ini, siapa Rayyan dan apa keterkaitan mereka dalam kasus Tama.

"Pake dulu maskernya," pinta Rayyan pada putrinya, tangan Rayyan otomatis terulur membantu Clemira memakai masker dan topi, tak rela Clemira terekspos media seperti Clemira kecil, cukup sampai pada kejadian dimana cimoy hampir diculik ketika gadis itu masih kecil saking pada gemesnya para netizen, mengundang niatan jahat beberapa oknum. Sejak saat itu Rayyan kapok dan memberikan perlindungan yang over untuk Clemira.

Rayyan pun meminta Eyi menghentikan konten medsos yang melibatkan kedua anaknya itu.

Rayyan keluar dari sana bersama sosok gadis manis yang sejak tadi malam sudah tak sabar ingin ikut bahkan sampai goser-goser di lantai dan meluk-meluk kaki sang ayah saking ingin ikutnya ia hari ini, sarapan pun terasa tak senikmat biasanya karena perasaan excited, "bi, keluarga Tama udah berangkat, kan?" tanya Clemira mengedarkan pandangan ketika sampai di pelataran pengadilan.

Kepalanya sampai pusing karena sejak tadi tak menemukan siapapun yang dikenalinya selain dari wartawan yang maksa pengen masuk dan liput, mereka bahkan sampai manjat-manjat pintu ruangan sidang dan dorong-dorong biar dapet tangkapan gambar yang bagus, untung saja pintunya sekuat iman para kyai, jadi ngga roboh saat terjangan bah para awak media.

Rayyan mengangguk, "sudah. Rangga sudah abi beritahu."

"Bang!" sapa seorang pengacara bawahan Afrian pada Rayyan. Rupanya di belakang badan pengacara itu muncul sosok lain, pria tua dengan songkok hitam dan batik wereng bersampingan dengan wanita berjilbab motif polos dan gamis. Netra Clemira teralihkan pada seorang bertubuh atletis lainnya yang mirip Tama namun terlihat lebih sangar, dan seorang pemuda seumuran dirinya berpenampilan lebih modis dan funky.

"Pak,"

"Pak letkol,"

Rayyan tersenyum, "panggil saja Rayyan, pak, bu. Tidak usah ada embel-embel letkol." Pinta Rayyan menerima jabat tangan dari Rangga dan kedua orangtua Tama, serta salim takzim dari Gio. Sejenak kedua lelaki itu meneliti penuh rasa penasaran pada Clemira yang saat bertemu ia langsung meraih punggung tangan ibu dan bapak lalu salim takzim.

Keduanya tebak, ia adalah gadis yang sedang bersama Tama. Jelas mereka tak tau, pasalnya Clemira belum pernah berjumpa dengan adik, dan kakak Tama, hanya sekedar tau saja.

"Ibu," ibu bahkan langsung meraih Clemira ke dalam dekapannya seraya menangis, menumpahkan kesedihan hatinya saat itu, "maafkan Tama ya nduk," kalimat pertama yang begitu lirih ibu ucapkan pada Cle, membuat seketika hati Clemira diselimuti mendung.

Rayyan yang sedang mengobrol santai tentang kasus dan langkah hukum pun tak bisa untuk tak terdistrack oleh moment itu, nuraninya tersentuh dengan sikap ibu Tama, hati bajanya mendadak berubah jadi tahu. Satu yang Rayyan yakini sekarang...Lelaki itu dilahirkan dari keluarga yang bersahaja, buktinya adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh sang ibu.

Clemira menggeleng, "mas Tama ngga salah, bu. Tenang aja, abi bakalan bantu...iya kan bi?" kini si princess itu menoleh, membuat kedua saudara Tama dapat menilai jika kekasih Tama itu cukup manja pada bapaknya.

Sudah tertebak, lalu Gio dan Rangga saling menatap satu hati, Tama? Apakah bisa, si pendiam itu memanjakan wanita? Ada senyuman geli yang tak dapat disembunyikan dari Gio.

"Opo? Jangan meremehkan pria pendiem..." lirih Rangga hafal dengan apa yang akan dikatakan adik bungsunya itu. Gio mengu lum bibirnya kencang-kencang.

"Kok abi? Om Nuha dong," jawab Rayyan menyenggol pengacara yang kini sudah melapisi pakaiannya dengan jubah hitam ciri khas pengacara.

Keriuhan kini terjadi di depan pelataran, para awak media itu kini sibuk berebut menyerbu kedatangan seseorang yang penting, membuat perhatian mereka yang tengah berhangat-hangat ria teralihkan barang sejenak.

Degupan jantung mulai tak bisa dikondisikan namun nyatanya harus menelan pil pahit, ketika yang berjalan masuk adalah menteri Rewarangga yang secara khusus datang ke sidang perdana Tama dan Prasasti.

Entah bisa dibilang hikmah dibalik musibah, atau memang sudah rejekinya, keluarga Tama yang hanya seorang biasa-biasa saja, bukan jutawan apalagi turunan priyai kini mendadak ngartis dan famous.

Pagi kemarin mereka masih ngumpul bareng ke bo dan kawan-kawan. Namun pagi ini, mereka bisa satu circle dengan para pejabat negri. Ngimpi apa semalem?!

"Assalamu'alaikum, pak Rangga...." Rangga sempat tertegun sejenak, ia kira Rayyan memanggilnya, namun ternyata panggilan akrab menteri yang namanya selalu berkibar itu sama dengan namanya.

"Pak Ray, Cle..." sapa papa Rewarangga.

"Kenalkan ini...." Rayyan menggeser posisinya agar papa Rangga dapat melihat keluarga salah satu perwira yang kini menjadi pesakitan.

"Keluarga Pratama Adiyudha, om." ujar Clemira meneruskan. Pandangan papa Rangga sempat menatapnya sejenak dengan alis terangkat, namun sejurus kemudian matanya menyipit demi tersenyum ramah.

"Suatu kebangaan untuk saya bertemu bapak," Rangga menjabat tangan papa Rewarangga yang mengangguk sopan. Di sampingnya Gio hanya bisa terbengong-bengong persis bebek kena samber gledek melihat menteri favoritnya berdiri di hadapannya saat ini. Ia bahkan mengucap wow lantang di hatinya, mas Tama berapa kali sehari tahajud sampe bisa macarin anak keluarga orang ternama di negri ini? Yang begini namanya rejeki cah lanang soleh.

"Maafkan putra saya, pak. Hukumlah saya jangan putra saya..." ucap ibu kembali menitikan air matanya memancing awak media untuk mendekat demi meliput moment ini.

"Bu, ibu... Saya tau. Apa yang sudah dikatakan pak Rayyan pada bapak, ibu dan keluarga adalah perwakilan dari saya..." ucap papa Rangga menentramkan, yang langsung menarik kembali bahu wanita paruh baya itu untuk tidak bersimpuh apalagi bersujud di kakinya, ia bukanlah Tuhan yang patut disembah oleh sesama manusia.

"Putra ibu dan bapak, adalah putra kebangaan negara...ksatria yudha kepunyaan ibu pertiwi." Lirih papa Rangga, "kita berjuang bersama demi hak mereka. Tenang saja."

Disusul keluarga Prasasti yang baru saja tiba, kemudian mereka berkumpul dan menunggu di dekat ruang tunggu dengan pengawalan dan penjagaan ketat.

Clemira duduk di samping ibu, dan tak sedikitpun berpindah tetap setia menggenggam tangan-tangan tua ibu Tama. Rangga dapat lihat kesungguhan anak perwira militer itu untuk Tama.

Hingga sekitar satu jam mereka menunggu, kini suasana lebih chaos saat mobil-mobil berlapis baja mulai mendatangi pelataran pengadilan bersama satu unit brigade mobile bersenjata lengkap.

"Terdakwa datang!" seru salah satu awak media bangkit dari duduknya, membuat keluarga yang mendengar ikut bergegas tak sabar terkhusus Clemira.

Deg!

Jantungnya terasa berhenti dengan perasaan membuncah terlampau senang dan terharu, dari mobil pertama ia melihat sosok terkasih keluar dengan dikawal seraya tergesa memasuki gedung, berlari dari kejaran awak media yang mengejarnya bak malaikat pencabut nyawa.

Tama setengah berlari dengan rangkulan para aparat, terkadang ia ditarik dan terdorong hingga beberapa saat mencapai ruangan.

Langkahnya terhenti ketika netranya menangkap pemandangan yang telah lama dirindukan, "Tama..."

Ibu, bapak, mas Rangga, Gio, bersama sosok gadis bertopi dan masker, meski sosoknya tertutup benda-benda itu, dari sorot mata dan perawakannya, ia tau bahwa ia adalah Clemira.

Bahagia, sedih, luapan kerinduan, dan rasa bersalah berkumpul menjadi satu, melihat mereka berkumpul adalah impian Tama, namun ia tak menyangka, kenapa harus di kondisi saat dirinya begini?

"Bisa minta waktunya sebentar?" ucap om Nuha pada personel lembaga perlindungan yang bertugas mengawal Tama.

Serasa mimpi, Tama menatap orang-orang tersayang dengan sorot mata redup penuh kerinduan.

"Silahkan."

Tama yang digiring masuk ke dalam ruangan bersama keluarga langsung menghambur bersimpuh di depan ibu dan bapaknya, Clemira sempat tersentak saat lelaki yang terbiasa tegas nan lugas kesayangannya itu langsung bersujud di lantai samping kakinya.

Tak terasa air mata ikut jatuh, mas Tama...tangannya mengerat mencengkram paper bag.

Rayyan menarik senyumannya melow dan mengusap bahu Clemira, "setangguh-tanggugnya prajurit, akan bersimpuh juga saat dihadapkan kaki ibunya."

"Iya, bi." angguk Clemira. Luapan rasa bersalah dan rasa kangen itu begitu membuat siapapun penghuni disana ikut hanyut.

"Wes mangan le?"

"Sampun bu," jawab Tama.

Kini tatapan Tama beralih pada bapak lalu kedua saudaranya. Hingga akhirnya berlabuh di netra Clemira yang kemudian membuka topi dan maskernya.

"Aku bawain chessecake favorit kita." sodornya ke arah Tama. Baru saja ia akan menerima itu, pihak pengadilan sudah menyela, "sudah waktunya."

"Nanti kita makan sama-sama." Jawab Tama bermaksud meminta waktu selepas sidang atau saat istirahat nanti.

Clemira mengangguk cepat dan menarik itu kembali, bersama namun terasa jauh. Seperti inikah liku yang harus mereka lewati sebagai ujian.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Mia Camella

Mia Camella

/Cry//Cry/

2024-05-14

1

Entin

Entin

/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/

2024-04-16

0

nurhayati rambe

nurhayati rambe

aduh mewek banget loh,,,

2024-04-04

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 44 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!