Bab 10 Melindungi negri hingga tarikan nafas terakhir

"Aduh Ga, udah sampai tanah belum ini?" Papa Rangga memejamkan matanya kuat-kuat, kalo bisa akan ia pasang selotip biar matanya tak terbuka dan tak bisa melihat situasi sekitar yang menurutnya menyeramkan, seperti sedang ada di jembatan sirotol mustaqim versi pemahamannya.

Papa Rangga tak mau tersadar jikalau kini ia sedang meluncur dari atas ketinggian yang seketika bisa bikin raga berpisah dengan sukmanya, bila ia melakukan kesalahan sedikit saja.

Ia tak dapat merasakan kaki yang telah menjejak tanah, seolah kini tulang-tulangnya melunak persis bandeng presto.

Brukk---

Sepatu delta Saga menjejak tanah membantu papa Rangga agar tetap bertumpu.

Saga segera melepas pengaman yang terhubung dengan sling, "pa, papa oke? ayok pa, Saga bantu papa lari..." ajaknya, Saga kemudian memberikan isyarat pada rekan-rekannya untuk membentuk ring pengawalan, yang seketika membuat mereka mengacungkan senjata.

Dammm!!

Riuh dan riak dedaunan hancur seketika saat helikopter menabrak pepohonan dan jatuh. Para perwira itu refleks melindungi papa Rangga, sebagai misi utama kali ini.

"Astagfirullah!"

Belum usai keterkejutan mereka akan kecelakaan heli, kini dari arah belakang serbuan tembakan mulai menyerang.

"Lari...lari..lari!"

Papa Rangga tak menyangka jika pekerjaannya akan membutuhkan kegesitan layaknya orang mules cari wesee, atau layaknya orang yang dikejar rentenir begini.

Ia tau secara teori jika para prajurit itu kerjaannya perang, tapi tak pernah memahami situasi di lapangan, lebih mengerikan ketimbang nonton dari layar televisi, besok-besok ia akan berguru pada Rambo.

Saga membawa rombongan kementrian ke area hutan yang rimbun, setidaknya banyak tempat untuk berlindung dan bersembunyi, serta mencari makanan.

Dorrr!

Dorrr!

Dorrr!

Deru nafas yang memburu begitu kontras dengan keringat yang mengucur deras membanjiri pakaian.

"Haduuhhh, udah tua begini masih disuruh lari sprint. Encok papa, Ga. Asam urat ini..." ocehnya lagi.

Izan dan Rio menepis dahan yang menjuntai menghalangi jalanan.

Bersembunyi, mungkin inilah keputusan terbaik untuk saat ini seraya memikirkan strategi apa yang harus dilakukan.

"Gilak, siapa mereka?" dumel Darius.

Saga tak berani menduga-duga atau berprasangka buruk, namun entah kenapa feelingnya mengatakan jika serangan itu sangat ia kenali.

Jika perhitungannya tidak salah, maka ia perkirakan itu adalah blue falcon, lettu Pratama Adiyudha, Saga menggeleng menepis perhitungan otaknya, "tak mungkin."

"Apanya yang tak mungkin, Ga?" tanya Bayu digelengi Saga.

Setelah dirasa cukup jauh mengecoh, Saga memilih satu tempat bersembunyi yang menurutnya cocok, meski di belakang sana mereka sudah mengintai dan mendekat, cepat atau lambat mereka akan menghadapi para penyerang itu.

"Kita istirahat disini saja," pinta Saga melihat juga wajah-wajah tak sanggup lagi dari rombongan kementrian termasuk mertuanya.

"Papa ngga apa-apa? Maafin Saga, pa." Ujarnya.

Papa Rangga menggeleng dan tersenyum diantara rasa lelah serta ringisan tak sanggupnya, "papa yang harusnya minta maaf. Sepertinya semua ini bermuara dari masalah personal dengan papa."

Ia membuka kancing manset agar tak terlalu ketat di pergelangan tangan yang mulai kebas, seolah aliran da rah ikut meninggalkannya.

Kemudian papa mengusap keringat kotor di sekitar garis wajah dengan lengan baju, "kalo mama mertuamu tau, papa pasti kena omel..." ia tersenyum seraya menatap nyalang lengan baju putihnya yang kini berubah kotor.

Saga tersenyum, namun kemudian ia meminta papa Rangga menutup mulutnya. Pun, pada semua yang ada disana ketika pendengarannya menangkap suara langkah kaki dari kejauhan disusul lesatan peluru.

Dorrr!

Dorrr!

Kembali mereka waspada dibuatnya, "astagfirullah, pak...." lirih Dewi berbisik ketakutan. Ia adalah satu-satunya bawahan papa Rangga perempuan yang ikut dalam agenda kegiatan hari ini.

Tak ada teriakan atau seruan seperti mereka sedang main sab ung ayam, menandakan jika personel atau orang-orang yang kini tengah menyerang mereka adalah orang yang memang tau lapangan. Saga melihat gerakan profesional mereka yang senyap bak bayangan.

"Ga," Izan dan yang lain refleks berlindung diantara pepohonan.

Saga mengangguk sebagai jawaban atas firasat rekan-rekannya.

"Shitttt," decih Bayu yang harus menelan kenyataan pahit bila dugaan kalau mereka adalah personel profesional disetujui Sagara.

"Sopo sih," gerutu Aryo.

Formasi kini dibentuk secara otomatis sesuai sop pengawalan yang telah menjadi aturan kesatuan. Izan dan Aryo mengawal rombongan kementrian di tempat persembunyian mereka, sementara Saga, Bayu, dan Darius melawan dan membuat ring penjagaan di belakang.

Wajah ketakutan tergambar begitu jelas, bahkan Baihaqi berbisik pada papa Rangga, "pak bagaimana ini---" satu kalimat yang mewakili semua perasaan takut dan khawatirnya.

"Saya tau. Tenang saja, semua akan baik-baik saja dan pulang secepatnya." Tukas papa Rangga, perlahan namun pasti Saga menghitung semua kemungkinan yang ada, amunisi peluru dan kondisi medan.

"Tidak mungkin jika kita battle, mengingat amunisi peluru yang dimiliki tak akan cukup. Tapi pun tak mungkin jika kita terus berlari, sementara cepat atau lambat mereka pasti menemukan kita," ujar Saga.

Darius mengangguk membenarkan, "lalu bagaimana?"

Saga mengatur strateginya.

****

Tama dan rekan lain terus berjalan penuh kewaspadaan, ia yakin jika Saga sudah menyadari keberadaan mereka.

"Oh, come on....jangan membuang waktu!!!" ucap Fasuari geram. Tama harus bergerak cepat, tak mau ambil resiko mengorbankan nyawa yang tak bersalah dan tak tau menau.

Pria itu membagi tim menjadi 3 untuk kemudian menyebar ke sisi selatan dan utara demi mengepung rombongan papa Rangga.

Prasasti mengangguk mengambil sisi utara bersama 2 personel lain, kemudian Rio bersama seorang lain ambil selatan, sementara Tama sendiri bersama seorang rekan mengambil jalan lurus.

...

Bunyi binatang ber-trakea menjadi gema hutan yang menambah kesan mencekam di lubuk hati, sementara jarak antara Saga dan Tama semakin terpangkas.

Saga melihat pergerakan di depan sana meski hanya sekelebatan lalu bersiap menarik pelatuknya.

"Siap," benak mereka bergumam, menjadi satu dari sekian banyak bunglon hutan.

Hening pada awalnya, Tama menghentikan langkah demi meneliti sesuatu yang ia temukan di atas pijakan kaki. Ia tau jika Saga menggiring mereka ke area jalur tengkorak.

Seulas senyuman smirk tercetak di bibir Saga, dugaannya semakin kuat jika orang yang sedang mengincar dirinya dan yang lain adalah orang yang ia kenal.

Salah satu personel pasukan khusus yang memang hanya mereka yang terpilih saja yang tau jalur ini dan akan melakukan apa yang sedang Tama lakukan saat ini.

"I got you," Saga mengarahkan senapannya menargetkan dua orang itu sebagai target serangan.

Namun belum Saga melepaskan tembakan, rupanya Tama telah melepaskan serangannya pada Saga.

Dorrr!

Hingga baku tembak tak terelakkan disana.

"Si al!"

"Ada apa ini?" Darius bertanya-tanya terlebih ia melihat satu lambang yang sangat dikenalinya, "Ga, mereka...."

"Ya, entah apa yang terjadi. Mereka sama seperti kita," jawab Saga fokus untuk mencari target dan berlindung.

"Lindungi saya," pinta Saga berlari maju dengan posisi berjongkok demi mendekati musuh.

"Siap." Jawab keduanya.

Tama pun melakukan hal yang sama, "lindungi saya."

Jarak mereka semakin dekat dan terpangkas, hingga disaat yang menurut keduanya tepat, keduanya saling berhadapan.

Ck...ck....

"Si al!" Saga kehabisan peluru di senjata laras panjangnya, namun ia merogoh amunisi pistol yang ia selipkan di rompi anti pelurunya.

Dorrr!

Dorrr!

Dorrr!

Hujan peluru bertaburan mengisi hutan yang semula tenang, namun tak ada yang lebih mengejutkan lagi ketika Saga kini berdiri di depan seseorang yang sejak tadi menghujaninya dengan tembakan peluru.

Tangan Saga terulur membidik tepat di arah tenggorokan musuh, sementara musuhnya sendiri membidik Saga di dadha dengan laras panjang ciri khas kesatuan.

Namun tak ada lesatan yang meliar dari moncong senjata keduanya, hanya sorot mata tajam diantara keduanya.

Meski wajah tertutup buff, Saga tau sosok yang ada di balik seragam hitam itu. Dan wajah Saga semakin membuat hati Tama terusik.

"Apapun alasannya, tindakanmu tidak dibenarkan."

"67890, lettu Pratama Adiyudha menjalankan misi sesuai perintah." Jawab Tama.

"Kalau begitu, misiku pun sama. Melindungi kedaulatan negri dari segala ancaman sampai tarikan nafas terakhir..." balas Saga, kedua tangan lelaki itu masih pada posisi yang siap menembak satu sama lain.

Tama menghela nafasnya berat, lalu sedetik kemudian ia mengarahkan senjata milik Saga ke arah dadhanya sebelah kiri, "negara kedaulatan harga mati, Ma lang kota kelahiran, Pemburu Manokwari di ufuk cakrawala," isyaratnya pada Saga dengan harapan Saga pasti mengerti dengan maksudnya untuk melindungi keluarganya dan dimana letak si penghianat bangsa itu.

Dorrr!

Satu peluru bersarang di sana.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Jupita Fitriyani

Jupita Fitriyani

papa ngelawak mulu ,org lg dagdigdug jga 🤣

2024-05-08

2

Lisa aulia

Lisa aulia

apa mungkin Tama..ya Allah semoga saja saga mengerti...

2024-03-26

2

nurhayati rambe

nurhayati rambe

aduhh sedih lahh,,,

2024-03-10

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 44 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!