Bab 12 Bantuan

Bukan menyalahkan apalagi menghina dan menumpahkan segala kesalahan pada Tama serta Prasasti. Kalimat pertama yang papa Rangga ucapkan membuat Saga memberi respectnya untuk sang mertua.

"Apa yang akan terjadi pada keduanya, setelah ini?" ia menoleh pada Saga, meskipun papa Rangga tau jelas resiko yang akan keduanya dapat.

Saga menggeleng tak berani mengeluarkan suaranya, namun sejurus kemudian, "pembelot di ufuk cakrawala, keluarga dalam status bahaya, satu berada di Ma lang, satu di Sura baya."

Papa Rangga awalnya mengernyit bukan karena ia tak paham, namun ia tak percaya jika itu yang Fasuari lakukan demi mendapatkan kursi pemerintahan, "sudah benar-benar gelap mata, dia."

"Baihaqiii!" teriak papa Rangga seraya langsung berbalik badan dan masuk ke dalam pesawat, "sesampainya disana hubungi LPSI!"

Tama masih menunduk, namun ketika pesawat yang membawa papa Rangga dan Saga mulai melayang naik, ia ikut melihatnya, harapannya kini ia serahkan pada Saga dan papa Rangga.

Tama dan Prasasti digiring bak pesakitan, yeah! Kini status mereka terduga penghianat bangsa, kan? Resiko sudah mereka ketahui dan pastinya mau tak mau harus ditanggung.

"Mau kerja apa setelah ini, Tam?" kekeh Prasasti sumbang. Tama benar-benar tak terpikirkan soal itu, saat ini pikiran dan hatinya benar-benar kalut, tentang bagaimana keluarganya akan begitu terpukul, apakah dirinya akan membuat ibu kembali sakit? Bapak malu? Sudah tentu Clemira pun akan menjauh dan Rayyan akan melarang putrinya bertemu lagi dengan dirinya. Pekerjaan yang selama ini ia banggakan, pekerjaan yang selama ini ia mengabdi seluruh jiwa dan raga akan meninggalkannya dalam kehancuran.

"Kamu sendiri?" seraya menahan sakit di dadha, Tama dan Prasasti berjalan dalam pengawasan ketat para prajurit lain. Luka di badan tak sebanding dengan luka di hati. Bagi prajurit luka sekujur badan pun tak ia hiraukan.

"Mau kaya tapi berkhianat..." celetukan salah satu prajurit di belakang, "mas'e...mas'e..." dengusnya terkekeh sumbang.

"Dapet apa bang, dari pak Fasuari?" ucapnya mencibir.

"Rumah, tanah, uang sekoper?" kekehnya lagi sumbang.

"Diam kau," sengit Prasasti, sementara Tama hanya bisa diam. Bukan tak sakit hati, melainkan ia sudah terlalu lelah untuk melawan, mau ngajak berantem sampai badan remuk pun posisinya saat ini tetaplah salah.

Pesawat heli lain datang menjemput mereka, dengan di dorong kedua perwira ini masuk ke dalam pesawat untuk selanjutnya ditahan di pangkalan terdekat. Prestasi yang semula dielu-elukan bagai tak ada arti.

Begini rasanya terbuang dan terhinakan, Tama merasa harga dirinya sudah tak ada lagi.

Ia dan Pras masuk ke ruang perawatan terlebih dahulu, demi mengobati luka tembak dan luka lainnya di tubuh. Dokter tentara tak selembut dokter anak, andai yang merawat lukanya adalah Clemira, maka sedikitnya ia bisa tersenyum. Apa kabar dengan gadisnya sekarang?

Genap seminggu tak ada kabar berita dari Tama untuk Clemira.

"Mi," panggil Cle duduk di meja makan yang berhadapan langsung dengan meja kompor, dimana Eyi sedang masak sarapan untuk keluarganya.

"Hm," gumamnya dengan kedua tangan dan mata yang fokus menuangkan tumisan ayam rica-rica, Rayyan memang suka dengan masakan yang pedas, persis mulutnya.

Tangannya memutar di bibir gelas bekasnya minum barusan, rambut tergerai itu belumlah keramas hari ini, bahkan mandi pun belum. Calon suster satu ini emang agak-agak males mandi rupanya.

"Emang dulu abi juga gini ya? Jarang ketemu, jarang kasih kabar." Clemira memainkan ujunh telunjuknya di atas meja makan, entah apa yang ia gambar.

Eyi tak bisa untuk tak menoleh, "iya. Lebih dari ini...harusnya kakak juga tau ini dong, kenapa harus nanya lagi? Tama belum ada kabar?" tembak Eyi tepat.

"Resiko." Tambah Eyi menyodorkan piring yang sudah diisi nasi hangat ke depan Clemira, beruntungnya anak-anak Rayyan itu memang selalu dicekoki makanan enak buatan Eyi, tanpa tau perjuangan sang ibu untuk bisa memasak itu ada lidah bawahan Rayyan yang dikorbankan.

"Umi ngga akan minta kamu buat sabar, kalo mau marah...marah aja, umi ngga larang. Tapi kalo udah kepincut marah pun tetep mau sama dia..." ucap Eyi, "Panjiii!" teriaknya pagi-pagi, selalu....anak bujangnya itu...ketimbang mau makan doang, mesti diteriakin dulu kaya maling. Gimana kalo disuruh kerja!

Clemira diam dan lebih memilih menyendok ayam yang masih mengepulkan aroma asap mengguggah selera. Bukan Panji yang datang dengan tergesa, melainkan abinya, "wihh, tumben udah bangun?!" serunya menyapa sang putri dengan tergesa, Rayyan bahkan menyendok nasi cepat-cepat persis orang dikejar se tan kredit.

"Sabar bi, lapar ngga gitu juga..." ucap Clemira menyerahkan sendok bekas ayam rica-rica.

Rayyan hanya menyunggingkan senyumnya, ia memang sedang diburu waktu, harus cepat-cepat menemui sang kakak demi memastikan kabar berita semalam.

"Abi mesti cepet. Ibu pertiwi memanggil," jawabnya memancing rasa keki Clemira, "dih. Lebay."

"Beneran, ada situasi genting. Kalo semalam ibu Eirene yang manggil, kalo sekarang ibu pertiwi..." katanya lagi sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Abi ih!" Clemira sampai tersedak mendengarnya, pasalnya ia sudah benar-benar dibuat penasaran dan khawatir, apakah benar sedang terjadi hal genting di luar sana.

Rayyan tertawa, namun sejurus kemudian tawa itu memudar berubah menjadi kegetiran, setelah kabar semalam ia dapatkan dari Fath dan Saga, satu yang ia khawatirkan, putrinya Clemira. Pastilah saat ini putrinya itu sedang menunggu kabar anak singkong satu itu. Berita tentang pengkhianatan kemarin akhirnya sampai di tubuh kesatuan negri, bagaimana tidak para perwira yang terduga berkhianat adalah para perwira yang telah menorehkan prestasi di kesatuan.

Peristiwa itu benar-benar menampar angkatan bersenjata negri dan pemerintahan.

"Abi kok udahan?" kritik Clemira saat menemukan 5 menit kemudian Rayyan telah selesai sarapan, benar-benar rapi tanpa meninggalkan sisa nasi sebutir pun di piringnya.

"Udah. Kamu aja yang lelet. Nanti siang ngampusnya dianter sama Bian," ucap Rayyan, "ajudan lagi pada libur, mau pada karokean..." seloroh Rayyan beranjak dari kursinya.

Panji yang baru datang tertawa, ayahnya ini emang beda dari ayah-ayah orang lain, agak ngga waras, tapi mungkin daya tarik inilah yang membuat mantan model internasional itu mau menjadi ibu dari anak-anaknya selain dari kekayaan Ananta.

"Abi ngga ikut karokean?" tanya Panji duduk di kursi makan.

"Mau, ini aja mau nyusul..." jawabnya yang langsung dihadiahi cubitan keras dari Eyi. Clemira dapat tertawa melihat itu.

"Abis ini abang ngga usah pulang lagi," ucap Eyi tidak langsung duduk melainkan mengambil secangkir kopi yang telah ia buat untuk suaminya.

"Katanya diusir tapi masih dilayani sepenuh hati," cibir Clemira.

"See...umi kalian itu udah cinta mati sama abi, ngga bisa ke lain hati..." ucapnya mencolek dagu sang istri, yang selalu jadi bulan-bulanan gombalannya di depan kedua putra-putri yang sudah beranjak gede, dan justru memancing gidikan jijik dari kedua anaknya itu.

"Huweekkk, udah pada tua juga ih!"

Eyi menggeleng, "bisa liat sendiri lah ya...yang doyan umbar gombalan sama janji manis tuh siapa." Mata Eyi merotasi jengah lalu duduk mengibaskan rambutnya ke depan Rayyan, tak peduli mau rambutnya bau ayam atau bau bawang. Panji kembali tertawa geli melihat kelakuan kedua orangtuanya, memang drama inilah yang selalu menghibur rumah ini pagi-pagi, pernah di suatu hari umi dan abinya saling diam tanpa mengumbar candaan begini, dan mereka tau jika kedua orangtuanya itu sedang tak rukun.

"Masya Allahhhh wanginya...." puji Rayyan.

Clemira hampir memuntahkan kembali sarapannya, memang abinya itu sudah benar-benar ngga waras karena sang ibu.

"Wangi apa, orang baru beres masak....lebay banget orang kelilipan cinta," cibir Clemira.

"Iya wangi," ujar Rayyan, "wangi katel gosong..." Rayyan langsung kabur. Panji kembali tertawa sampai memuncratkan makanannya ke depan Clemira, "Panjiiii ih jorokk!"

Eyi hanya bisa mesam-mesem saja dibuatnya, setidaknya Clemira dapat tertawa hari ini. Ia ingat semalam, saat keduanya sudah mulai menyelami dunia bawah sadar, telfon berdering membawa kabar mengejutkan jika dalam tubuh kesatuan militer negri terjadi peristiwa pengkhianatan, namun ia tak begitu percaya jika para perwira itu benar-benar dibutakan oleh uang.

"*Kenapa bang?" tanya Eyi melihat keseriusan Rayyan diantara wajah bantalnya*.

(....)

"*Gue tau, Pratama Adiyudha bukan perwira seperti itu." Ucap Rayyan*, meskipun di dalam hatinya ia bertanya-tanya penuh keraguan, apakah Tama memang seperti itu, tuntutan status sosial antara dirinya dan Clemira, atau faktor dari restunya, yang membuat Tama melakukan itu? Maka esok ia harus segera mencari tau. Terlebih disaat Fath berkata jika Saga mengatakan Tama adalah pion serta meminta Rayyan berangkat ke Ma lang demi memberikan perlindungan untuk keluarga Tama, maka bisa ia simpulkan kalau Tama berada di bawah ancaman.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Mytha🕊

Mytha🕊

tamaaa, prassss... big hug 🤗🥺

2024-04-05

3

Lisa aulia

Lisa aulia

Tama nggak salah...please jng di hujat..

2024-03-26

2

El aisya

El aisya

pilihan yang sulit ya tam😥

2024-03-22

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 44 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!