Bab 2 Papan Catur

...Kugenggam tanganmu, berjalan bersamaku.......

...~Tama~...

...****************...

"Gimana kampus?" tanya Tama mengawali obrolan, karena sejak tadi Cle belum membahas hal receh keseharian di kampusnya, hal receh yang selalu ada di obrolan mereka ketika bertemu.

Alisnya naik, meski Tama tak dapat melihat itu, "baik. Kampus masih berdiri, ngga ada yang gendong."

Bahu Tama bergetar karena tertawa, salahnya memang! Salah mulutnya yang mengeluarkan pertanyaan salah. Ia lupa kalau kekasihnya itu definisi cantik-cantik sengklek, jenius itu memang beda tipis sama bloon.

Cle ikut terkikik, lalu ia semakin merapatkan posisi dan memeluk Tama erat, "kangen wangi ini..." disesapnya aroma seragam bau matahari Tama, aneh memang, cewek cantik senengnya parfum alam mana ditambah bau ketek pula. Tama berdehem demi apa yang dilakukan Clemira ini, tak taukah Clemira apa yang ia lakukan itu berbahaya untuk kesehatan jiwa dan raga Tama?

"Mas," bisiknya seperti bisikan kalbu.

"Hm,"

Clemira berdecak, "ck. Mas sariawan? Coba minum racun!"

"Kamu tenaga medis menyesatkan," kekeh Tama.

"Abisnya kalo dipanggil jawabnya cuma C sama K, ck."

"Dalem, nduk..." ralat Tama membuat Clemira mendorong bahu tegap seperti gedung pencakar langit ibukota itu. Bagus tuh buat dijadiin tempat bersandar beban hidup orang sekota!

"Nanti acara tujuh bulanan Zea, mas bisa datang dong?" tanya Cle.

"InsyaAllah. Kalau memang tak ada tugas di luar, diusahakan datang. Wong Saga sudah undang, ndak enak..." jawabnya tak menjanjikan, ia sadar betul posisi dirinya, apalah yang cuma bawahan, pion-pion para petinggi yang bisa jadi esok hari ia sudah dikirim ke daratan paling ujung di perbatasan nusantara sekalipun.

Clemira tersenyum kaku karena itu artinya jawaban Tama tidak pasti, menurut pengalaman yang sudah-sudah si cowok gula aren ini selalu mangkir dari janjinya karena tugas dari kesatuan.

Dalam hatinya Clemira sangat ingin marah, namun ia pun tak bisa apa-apa, ia begitu paham dengan pekerjaan dan kehidupan seorang abdi negara mengingat ia pun keluarga abdi negara, bahkan Clemira terlampau paham dengan itu meski tetap saja, hatinya berkhianat, tak dapat dipungkiri jika ia begitu ingin Tama selalu ada untuknya, "hemmm..." Clemira mengangguk dengan lengu han berat.

Tama membelokan arah sepeda motor ke gerai dessert ternama di ibukota, dimana salah satu menunya adalah makanan favorit Rayyan dan Eyi, yang selalu Tama beli jika hendak berkunjung ke rumah Clemira. Tama jarang membawa Clemira untuk bertemu di luar, ia justru lebih sering menemui Clemira di rumahnya karena banyak alasan, terutama sikap jantannya yang menghargai keluarga Clemira.

"Klappertart durian," pinta Clemira di depan kasir berwajah ramah itu, dan tanpa sungkan Tama yang membayarnya.

"Mas," panggil Cle membuat Tama menolehkan kepalanya saat selesai memasukan kembali kartu tipis ke dalam lipatan dana kehidupan di saku belakang.

"Ya?"

"Ngga apa-apa emangnya?" ringis Cle. "Aku tau gajih kamu loh, kamu tuh sering banget beliin abi sama umi klappertart ini, sampe seminggu sekali, bahkan waktu kamu ngga datang ke rumah aja kamu tetep kirim pake ojol..." bukan apa-apa, harga penganan favorit abinya itu kan cukup menguras kantong prajuritnya, belum lagi biaya yang harus Tama gelontorkan juga untuk biaya kuliah Gio, adiknya.

Saat ini Gio tengah kuliah di jurusan yang tak main-main. Tama dan mas Rangga menjadi tumpuan kedua orangtuanya yang hanya mengandalkan uang pensiunan guru di hari tua mereka.

Tama melirik dengan mata jahil, "kalo gitu nanti kamu bayar," jawabnya.

"Dih, kan aku ngga minta?! Mas sendiri yang mau bawa buat abi.." sewot Clemira, meskipun anak horang kaya, kalau disuruh bayar membayar barang yang tak ia mau, ogah gilak! Mana kalo diitung-itung sudah berapa pula uang yang Tama belanjakan untuk puluhan kotak klappertart dan sudah dimakan pula oleh keluarganya.

"Nah itu tau, aku yang mau sendiri bukan karena paksaan, bukankah usaha itu butuh pengorbanan, bukankah masa depan itu butuh investasi? Anggaplah sekarang aku sedang berusaha, dengan mengorbankan apa yang kupunya untuk apa yang kumau di masa depan..." jawabnya ribet, bikin otak cerdas Clemira terpaksa mesti marathon mikirin maksud dari ucapan Tama.

"Mau romantis aja ribet ah!" omel Clemira mencubit pipi yang tak chubby milik Tama dari samping, padahal kan cukup bilang semua itu buat kamu, done! Beres! Tapi kok kayanya gengsinya tinggi untuk kalimat sesakral itu.

Keduanya keluar dari toko, uluran tangan Tama menjalar hangat menggenggam tangan putih Clemira. Bukan di pergelangan tangan persis gandeng anak tk, atau merangkul layaknya kakek sama cucu, melainkan menyelipkan setiap jemari diantara sela-sela jemari tangan mulus Clemira.

Gadis itu tersenyum hangat dan menggoyang-goyangkan tautan tangan mereka seperti anak sd, lalu beralih mengecup punggung tangan Tama, sekejap dunia berasa milik berdua, yang lain cuma roh gentayangan. Tak ada taman sakura pun, depan toko kue pun jadi. Cinta emang sekamvreet itu. Aroma polusi kota aja berasa kaya bau taman surgawi.

Senyum dari hati ke hati perlahan berubah, Clemira malah cekikikan dan tertawa tergelak membuat Tama mengerutkan dahi.

"Kenapa? Ada kotoran di muka, mas?" tanya Tama gelagapan menyentuh wajah dengan tangan satunya yang tengah memegang paper bag, takut ada upil segede gajah yang nyelip di idung.

Clemira menggeleng, "dari tadi aku liatin tangan kita."

"Liat deh. Kaya papan catur!" tawanya melihat betapa kontrasnya warna kulit punggung keduanya.

Tama berdecak lalu terkekeh sumbang saat ikut melihatnya, benar! Tangan Clemira tampak putih mulus kaya fla vanilla, beda dengan tangannya yang item buluk, bukti kerasnya perjuangan mempertahankan negara kedaulatan.

"Tapi ngga apa-apa, tangan item ini yang nantinya akan selalu lindungin Cle." Ujar Clemira, "tangan item ini juga yang senantiasa lindungin kedaulatan negara dari langit khatulistiwa," tambahnya. Clemira lalu mengambil ponselnya dan memotret tautan tangan keduanya, "bisa ngga itu kata itemnya jangan di ulang-ulang?" ujar Tama bertanya, Clemira langsung menyemburkan tawanya.

"Yuk ke rumah! Ketemu calon mertua galak!" ajak Clemira memberikan julukan mertua galak untuk abi Ray.

.

.

Tama duduk dengan posisi tegak, macam mau foto ktp. Dibawah sorot mata menginterogasi dan intimidasi dari Rayyan, ia tak terpengaruh, baginya sudah biasa menghadapi senior atau atasan galak, termasuk musuh mematikan sekalipun.

Mau senyum lebar takut dipikir brand ambassador merk pemutih gigi, mau senyum kaku nanti dipikir ngga ikhlas, penuh paksaan, Ya Tuhannn! Se-serba salah itu berada dekat Rayyan.

"Sore pak."

"Siang," jawab Rayyan. Clemira sudah berdecak merotasi bola matanya searah jarum jam, melihat sikap menyebalkan sang abi. Kalau ngga takut dianggap anak durhaka sudah ia jepret mulut abinya dengan karet ban truk Reo.

"Bi,"

"Ganti dulu baju, bersih-bersih...udah makan?" potong Rayyan beralih menatap Cle.

"Iya bi," angguknya seketika patuh. Pemandangan menggelikan yang akhir-akhir ini selalu menjadi bahan bullyan Panji untuk Clemira.

"Mas, aku ke dalem dulu." Pamit Clemira mencicit seperti hamster, dunia mendadak seperti ruangan ujian yang ngga boleh berisik saat Rayyan berada disana.

Tama mengangguk tersenyum, memancing delikan bola mata Rayyan, menyaksikan moment itu Rayyan merasakan hawa panas tak menentu. Meski sebenarnya beberapa kali ia sampai dicubit Eirene sebagai bentuk teguran, tapi tetap saja, melihat putri yang menurutnya masih akan menjadi putri kecilnya itu tumbuh dewasa serta menyukai lawan jenis sungguh menyentil hati seorang ayahnya.

Bersamaan dengan Clemira yang masuk dengan perasaan berat hati, Eyi menjadi malaikat penolong hubungan Cle dan Tama saat itu.

"Lama nunggu, ya. Maaf ya....barusan air panasnya habis, jadi mesti manasin dulu..." secangkir teh manis hangat yang masih mengepulkan asapnya tersaji di atas meja dekat Tama.

"Ngapain repot dek, tamu itu harusnya memaklumi empunya rumah, apa yang ada itu aja yang disajikan. Ngga usah berlebihan begitu, air putih saja cukup kan?!" tembak Rayyan julid nyelekit.

"Siap! Betul pak," refleksnya menjawab, memantik raut wajah malas Eyi, sejurus kemudian Eyi menyunggingkan senyumannya melihat paper bag yang Tama taruh di meja, "wah! Ini pasti klappertart favorit tante sama om ya?! Emang nih, calon mantu idaman!" seru Eyi setidaknya mencairkan suasana mencekam di teras rumah.

"Om...om, ompong..." cibir Rayyan menggerutu.

Grekkk!

Rayyan sampai tersentak dan menghentikan nafasnya barang setaun demi apa yang dilakukan Eyi. Dengan sengaja Eirene menginjak kaki suaminya yang ia lewati demi mengambil paper bag klappertart.

Ingin teriak, yang benar saja! Marwahnya sudah pasti jatuh ke dasar jurang di depan Tama. Istrinya itu memang benar-benar minta di lu mat.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Arifah

Arifah

😂😂😂 bisa gitu menjabarkannya bikin ngakak 🤣🤣

2024-06-08

0

Maldini

Maldini

😂😂😂😂😂😂

2024-05-02

2

#ayu.kurniaa_

#ayu.kurniaa_

.

2024-04-12

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 44 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!