Bab 16

Senyuman manis tersungging di bibir Tania. Ia merasa senang karena akhirnya Kak Saka mau makan bersama. Tanpa membuang waktu Tania segera menghangatkan makan malam yang sudah mulai dingin. Setelah semuanya selesai gadis cantik itu duduk manis di kursi sambil menunggu Sang Kakak.

20 menit menunggu, suara pelan pintu yang terbuka terdengar membuat Tania segera menfokuskan pandangan. Dia melihat ke arah kamar Saka dengan jantung yang berdegup kencang. Pintu kamar Saka terbuka lebar dan tampaklah Sosok Saka yang terlihat segar sehabis mandi. Pria itu memakai kaos putih lengan pendek dan celana jogger warna hitam. Saka berjalan pelan menuju meja makan kemudian menarik kursi untuk dia duduki.

Tania yang melihat Kak Saka sudah duduk di depannya dengan cepat dia mulai bangkit berdiri, "Kakak mau makan apa? Tania ambilkan nasinya ya kak."

Saka menganggukkan kepala pelan. Tania yang melihat Saka hanya menganggukkan kepala, mulai mengambil nasi dan menaruh ke dalam piring. Setelah itu meletakkannya di dekat Saka.

"Kak Saka mau makan apa? Ikan gurame bakar kakak mau?" Tanya Tania sambil menatap Saka.

"Sup ayam dan Ikan mujair goreng saja." Jawab Saka.

"Ini Kak." Dengan telaten Tania mengambil Ikan mujair lalu meletakkannya di atas piring pria itu. Menuangkan sup ayam ke dalam piring berisi nasi tadi dengan sendok sup.

"Terima kasih." Ucap Saka, berterima kasih karena Tania sudah menyiapkan makanan untuknya.

"Sama-sama."

Gadis cantik itu duduk kembali dan memulai menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.

"Selamat makan." Ucap keduanya pelan secara bersamaan. Mereka makan dengan pelan dan diam. Baik Tania atau Saka, tak ada satupun diantara mereka yang memulai pembicaraan. Mereka tak berbicara sama sekali. Keheningan dan rasa canggung menyelimuti acara makan malam mereka, hanya ada suara dentingan sendok yang saling menyahut menemani makan malam ini.

"Ada yang ingin ku bicarakan denganmu. Aku tunggu di ruang tamu." Ucap Saka datar sambil menatap Tania sekilas. Setelah mengucapkan itu Saka berlalu pergi menuju ruang tamu meninggalkan Tania sendirian di meja makan. Tania terpaku melihat punggung Saka yang kian menjauh. Di dalam benaknya dia bertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan oleh Kak Saka kepadanya? Melihat tatapan datarnya saat mengucapkannya apa ini tentang kejadian semalam. Tania menghela nafas pelan, gadis cantik itu segera membereskan meja makan dan tak lupa mencuci piring.

"Ehem.." Saka berdeham. Membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Menatap lurus ke arah mata indah itu.

Mereka sekarang sedang duduk berdampingan di sofa panjang. Jarak duduk keduanya pun cukup jauh.

Saka menghela nafas pelan sebelum berbicara, "Aku minta maaf, Tania. Maaf karena sudah menyakitimu selama ini."

"Maafkan aku." Ucap Saka sambil menundukkan kepala.

"Kakak..." Ucap Tania tercekat, matanya berkaca-kaca menatap Saka. Dia tidak menyangka Kak Saka akan meminta maaf padanya.

"Aku sadar telah menyakitimu Tania. Tidak seharusnya aku bersikap seperti itu. Pernikahan ini memang bukan kehendak kita bersama dan aku malah menyalahkan mu atas semuanya. Menyakiti perasaanmu, bersikap kasar selama ini, membentak dan tidak menghargai usahamu."

"Dan maaf untuk kejadian semalam. Aku dalam keadaan tidak sadar dan tidak sengaja melakukannya. Aku sudah mencoba mengingatnya tapi aku tidak bisa mengingat apapun. Maafkan aku Tania.."

"Kakak..."

"Kemari lah Tania..." Perintah Saka sembari menarik lembut tangan Tania agar lebih mendekat ke arahnya.

"Apakah aku menyakiti tubuhmu? Apa ini terasa sakit? Maafkan aku." Tanya Saka, dia mengusap lembut tanda merah keunguan itu di leher Tania dengan ibu jarinya.

Semburat merah muncul di pipi Tania saat mendengar pertanyaan Saka dan sentuhan pria itu.

"Boleh aku memelukmu?"

Tania mengangguk pelan. Saka membawa tubuh Tania ke dalam pelukannya dan memeluknya erat sambil mengusap lembut rambut pirang sebahu milik gadis itu.

"Sekali lagi aku meminta maaf. Maafkan kakak.."

"Aku sudah memaafkan Kakak."

Saka meletakkan dagunya di atas kepala Tania sembari telapak tangannya berpindah mengelus punggung Tania dengan lembut. Sejenak dia memejamkan mata, "Asal kau tau saja Tania, aku merindukanmu...

Sudah berapa lama ya aku tidak memelukmu seperti ini?"

"Aku juga merindukanmu Kak..," Tania mengeratkan pelukannya di pinggang Saka dan membenamkan wajahnya di dada Saka. Menghirup pelan aroma tubuh Kakaknya itu lalu meresapinya. Membuat perasaannya menjadi tenang.

Saka membuka kelopak matanya.

"Hm... mengenai pernikahan kita? Aku sudah mengambil keputusan. Aku akan berusaha untuk melupakan Ina dan menjalani pernikahan kita ini mulai dari awal. Menjalaninya seperti air mengalir. Biarkanlah waktu yang menjawab kemana cinta dan pernikahan kita berlabuh."

"Iya kak." Ucap Tania sembari mengangguk lalu ia merasakan sebuah kecupan lembut mendarat di puncak kepalanya.

.

.

.

"Selamat pagi Kak!" Sapa Tania sambil tersenyum lebar melihat Saka yang sudah rapi dengan pakaian kantor berjalan menuju ke arah meja makan.

"Selamat pagi!" Sapa balik Saka datar. Pria itu menarik kursi untuk dia duduki.

Tiga hari telah berlalu, dan semenjak itu Saka telah merubah sikapnya. Pria itu mulai menghargai usahanya. Dia mau memakan makanan buatan Tania dan mau memakai pakaian yang sudah disiapkan olehnya. Ya terkadang Saka hanya berbicara seperlunya saja saat bicara padanya, tak lupa dengan wajah datar tanpa senyum. Tania merasa Kak Saka belum sepenuhnya kembali ke sosok Kakaknya yang dulu. Meskipun begitu Tania tetap bersyukur setidaknya Kak Saka sudah sedikit berubah.

Saka menyeruput sedikit kopi hitam buatan Tania dan mengigit sepotong roti lapis.

"Kau tidak berangkat kuliah Tania?" Tanya Saka. Dia melihat Tania yang hanya memakai kaos biasa dan celana jeans pendek.

Tania menelan roti lapis yang baru dikunyahnya itu kemudian meneguk air putih. Dia melihat ke arah Saka yang tengah menatapnya.

"Nanti jam 9 siang aku berangkat Kak." Jawab Tania.

Saka menatap Tania sekilas, setelah mendengar jawaban gadis itu dia hanya menganggukkan kepala dan melanjutkan sarapan.

"Aku berangkat ke kantor." Ucapnya setelah menyelesaikan sarapan paginya. Saka bangkit berdiri dan melangkahkan kaki menuju pintu.

"Kak tunggu!" Seru Tania menghentikan langkah Saka.

Pria itu berhenti melangkah lalu menoleh ke arah Tania sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Boleh aku mencium punggung tangan Kakak." Pinta Tania dengan malu-malu. Gadis itu menundukkan kepala sambil meremas kedua tangan di pangkuannya. Dia malu dan gugup. Selama tiga hari ini Kakaknya itu berangkat ke kantor setelah menyelesaikan sarapan dan pergi begitu saja. Tidak ada namanya bersalaman atau kecupan di kening. Tapi kali ini Tania ingin sekali mengecup punggung tangan Saka, dia hanya ingin berbakti ke Kakaknya sekaligus suaminya itu.

Lama Saka melihat ke arah tangannya dan Tania yang ada di kursi meja makan secara bergantian. Akhirnya Saka berjalan menuju Tania lalu mengulurkan tangan kanannya di depan Tania.

"Katanya mau mencium tanganku. Ini.."

Tania mendongak wajah, melihat ke arah tangan Kakaknya. Dengan Senyum tipis Tania segera meraih telapak tangan Saka dan mengecup punggung tangannya.

"Ya sudah Kakak berangkat." Saka tersenyum tipis sambil mengacak pelan puncak kepala Tania.

.

.

.

"Yah sayang sekali kau tidak bisa menemaniku makan siang." Ucap Tania sedih. Sekarang dia sedang berada di kantin kampus untuk makan siang.

"Iya. Maaf Tania aku tidak bisa menemanimu makan siang bersama. Tiba-tiba Bu Rina menyuruh kami semua untuk praktik di laboratorium anatomi untuk perbaikan nilai. Maaf ya Tania." Terdengar suara dari seberang sana.

"Ya sudah Sarah, tidak apa-apa kok. Aku bisa makan siang sendirian hari ini. Semangat praktiknya ya. Aku doakan kau mendapat nilai yang sempurna."

"Terima kasih Tania kau memang sahabat terbaikku."

"Kau juga sabahat terbaikku Sarah."

"Permisi." Terdengar suara khas pria dewasa menyapa pendengaran Tania tiba-tiba, membuat dirinya sedikit kaget. Dengan terburu-buru Tania mematikan sambungan telepon dan meletakkan ponsel ke dalam tas.

Setelah itu dia mendongak untuk melihat siapa gerangan pemilik suara itu.

"Eh!? Pak Ilham?" Ucap Tania sedikit kaget. Dia tak menyangka ternyata pemilik suara itu adalah Dosen Ilham.

"Boleh saya duduk di sini?" Tanya Dosen Ilham sambil tersenyum.

"Oh!? Iya Pak, silakan." Jawab Tania.

Terlihat Dosen Ilham meletakkan nampan berisi makanan di atas meja. Menarik sebuah kursi di seberang dirinya untuk dia duduki

Entah kenapa Tania terasa canggung jika bersama dengan Pak Ilham. Dan jangan lupakan banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Banyak mahasiswi yang menatapnya tak suka dan ada juga yang menatap iri. Sungguh Tania tidak enak berada di situasi ini. Untuk mengalihkannya dia memakan mie ayam.

"Tumben sekali kamu sendirian Tania. Biasanya kamu bersama Sarah." Tanya Ilham di sela-sela kegiatan makan siangnya.

"Sarah sedang ada praktik Pak." Jawab Tania. Tangannya meraih jus mangga dan meminumnya.

"Oh." Ujarnya ber'oh'ria saja.

"Kamu dan Sarah beda jurusan kan. Kamu jurusan hukum sedangkan Sarah jurusan kedokteran tapi kalian kelihatan akrab sekali ya.. padahal kan kalian beda jurusan."

"Saya dan Sarah sudah berteman baik saat masa orientasi mahasiswa baru Pak. Dan kami menjadi sahabat sampai sekarang."

"Hm. Kalian memiliki ikatan pertemanan yang baik."

Tania mengangguk pelan menanggapi perkataan Dosen Ilham.

"Oh iya, nanti sore Tania mau tidak menemani saya datang ke perkumpulan?"

"Perkumpulan? Perkumpulan apa ya Pak?"

Ilham tersenyum manis menatap Tania.

"Seminggu yang lalu saya dan beberapa dosen hukum lainnya sudah membentuk suatu perkumpulan. Perkumpulan yang terdiri dari dosen, mahasiswa senior dan juga para alumni. Biasanya kami bertemu dan berkumpul di cafe atau restoran. Di sana kami saling Sharing bersama, berbagi pengalaman, berdiskusi, dan mengemukakan pendapat. Apa Tania tertarik untuk bergabung?"

"Tenang saja di sana ada mahasiswa seangkatan kamu juga kok." Ucapnya ketika melihat keraguan di mata gadis itu.

"Memangnya boleh saya ikut bergabung Pak Ilham." Tanya Tania.

"Tentu saja boleh Tania. Barusan kan saya mengajakmu." Ucapnya sedikit terkekeh.

"Hehe iya. Kalau begitu saya ikut Pak."

"Baiklah nanti saya tunggu jam 4 sore di depan Aula."

"Baik Pak."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!