Bab 3

Sedangkan di taman belakang mansion para tamu undangan menatap heran dan kebingungan karena acara tak kunjung dimulai. Saka sendiri mengerutkan dahinya, tampak bingung apakah telah terjadi sesuatu?

Kenapa adiknya tadi berlari sambil berteriak memanggil Mama. Dan di mana Ina? Bukannya Tania tadi datang seorang diri.

Saka menolehkan kepala ke papanya. Mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Arman mencoba menyampaikan pesan 'Ada apa?' .

Arman hanya mengedikkan bahu menjawab pertanyaan yang Saka sampaikan dari komunikasi non verbal tadi.

.

.

.

Akhirnya mereka semua pergi mencari keberadaan Laila dan juga Tania. Sekaligus mencari Ina. Apakah telah terjadi sesuatu.

Meninggalkan sejenak Bapak penghulu yang sudah menunggu terlalu lama dan berpamitan kepada para tamu undangan.

Arman, Saka, Paman Bima dan juga istrinya berjalan menghampiri Tania dan Laila yang tengah duduk di sofa ruang keluarga.

"Ada apa?" Tanya Arman.

"Iya ada apa? Dan di mana putriku?" Sekarang giliran Bima yang bertanya.

"Tania di mana Ina? Bukannya mama tadi menyuruhmu untuk menemui Ina." Tanya Saka kepada Tania.

Tak ada jawaban. Mereka hanya diam. Baik Laila maupun Tania, mereka tidak mau menjawab pertanyaan.

Mamanya Ina merasa ada yang tidak beres di sini. Beliau berinisiatif menghampiri Laila. Mengelus lengan teman baiknya dengan lembut.

"Ada apa sebenarnya Laila? Dan di mana putriku aku tak melihatnya?"

"Ini bacalah! Putrimu yang menulis." Laila memberikan secarik kertas itu.

Mamanya Ina membacanya.

.

.

Maaf Saka aku tidak bisa menikah denganmu... maafkan aku...

INA.

.

.

"Astaga... Ina apa yang kau lakukan ini nak!" Ucap Mamanya Ina lirih. Raut wajahnya kaget dan juga kecewa.

Paman Bima menghampiri istrinya. Merebut secarik kertas itu dari tangan istrinya. Paman Bima telihat mengeram marah setelah membaca surat dari putrinya. Apa ini? Putri nya kabur.

Paman Bima menolehkan kepala ke arah Saka.

"Ina kabur Saka." Kata Paman Bima sambil memberikan kertas itu kepada Saka.

Saka mengambilnya dengan tangan gemetar. Ina kabur? Kabur?

.

.

.

Saka mengusap wajahnya dengan kasar, menyugar rambut hitam miliknya yang berantakan. Menyeka air mata sialan sebelum ia bangkit berdiri.

Saka menghembuskan nafas panjang untuk menetralkan rasa sakit hatinya. Hatinya hancur berkeping-keping tak terbentuk. Gadis yang dipuja dan dicintainya pergi meninggalkan dirinya di hari pernikahan. Apa salahnya sampai tega Ina melakukan ini kepada dirinya.

"Arghhh!" Teriak Saka frustasi. Ia mengacak rambut kasar. Kenapa Ina mempermainkan perasaannya dan takdir seolah-olah mendukung dengan mempermainkannya juga. Dengan terpaksa ia harus menikahi Tania, adik tirinya.

Saka berlalu menjauh dari ruang kerja yang berantakan karena ulahnya. Ia membanting pintu dengan keras membuat Mama dan Papanya yang sedang duduk di ruang keluarga kaget dibuatnya.

Tanpa mengacuhkan orang tuanya ia berjalan menaiki tangga. Menuju kamar miliknya di lantai atas.

Meraih handle pintu lalu membuka pintu kamar pelan. Tatapan matanya langsung tertuju kepada seorang gadis pirang sebahu yang tengah duduk di tepi ranjang. Siapa lagi kalau bukan Tania, tiga jam yang lalu resmi menjadi Istrinya.

Saka menatap Tania dingin sambil melangkahkan kaki menuju gadis itu berada. Tania yang belum sadar akan kehadiran dirinya di dalam kamar karena gadis itu hanya menundukkan kepala sedari tadi.

"Ehem.." Saka berdeham kecil. Tania yang mendengar suara dehaman seseorang mendongkak wajah ke atas menatap Saka.

Melihat Saka berdiri tegak di dekatnya spontan Tania bangkit berdiri. Ia tersenyum menatap Saka. Senyum itu tak bertahan lama saat ia sadar akan keadaan Saka yang kacau dan berantakan. Rambut hitam yang acak-acakkan, raut wajah yang mendung, Jas hitam yang hilang entah kemana, kemeja putih yang dikenakan juga kusut dan berantakan dengan dua kancing teratas dibiarkan terbuka.

"Kak Saka. Apa kakak baik- baik saja. Maafkan aku ng-" Ucapan Tania terpotong. Ia mencoba menghampiri Saka dan memegang lengan Pria itu tapi Saka menepis tangannya kasar.

"Diam! Dengarkan aku baik-baik Tania." Ucap Saka dingin. Menatap tajam ke arah Tania.

Tania terkesiap, ini pertama kalinya ia melihat Saka berujar dingin kepadanya dan menatap tajam ke arahnya.

"Pernikahan ini cuma status. Kau hanya pengantin pengganti menggantikan Ina dan tidak lebih dari itu. Di hatiku cuma ada Ina. Selamanya hatiku untuk Ina. Jadi.." Saka menjeda kalimatnya sambil menghela nafas. Ia berbalik membelakangi Tania.

"Aku mohon agar kau jangan berharap lebih dari pernikahan ini !" Saka berlalu melangkahkan kakinya keluar kamar.

Tania menatap sendu kepada punggung kokoh Saka yang kian menjauh. Ia meletakkan telapak tangan kanannya di dada yang masih terbalut gaun pernikahan.

"Aku tau posisi ku kok kak."

'Sampai kapanpun aku tak akan bisa menggantikan posisi Kak Ina di hati Kakak.' Lirih Tania di dalam hati. Setetes butiran bening lolos jatuh membasahi pipi. Telapak tangan kanannya kini mengepal kuat di dada. Merasakan sesak yang menyesakkan dada.

"Maafkan aku kak..." Lirih Tania dalam tangisnya.

'Karena tidak bisa menolak permintaan Mama. Aku sudah berjanji kepada Mama. Maaf kak.. ' -Lanjutnya di dalam hati.

"Hiks.. maaf.. hiks.. kan.. hiks.. aku.." Isaknya pilu. Tubuh Tania luruh jatuh di atas lantai. Rasa takut memenuhi dadanya. Takut jika suatu hari nanti Saka membencinya.

.

.

.

Tania menyeka air matanya, dengan susah payah ia bangkit berdiri. Berjalan pelan menuju kamar mandi.

Membersihkan diri, mungkin dengan berendam air hangat akan menghilangkan sedikit beban yang dirasakannya.

Tania melepaskan gaun pengantin. Jemari tangannya meraih resleting lalu menurunkannya. Agak kesusahan karena resleting itu berada di bagian belakang punggung.

Setelah gaun itu terlepas tanpa menunggu telalu lama Tania berendam ke dalam bathup, yang sebelumnya sudah ia isi dengan air hangat dan sabun cair.

.

.

.

Tania melirik sekilas jam digital yang ada di atas nakas. Jam menunjukkan tepat pukul 7 malam.

Tania menghembuskan nafas panjang. Gadis berparas cantik itu tengah duduk di tepi ranjang. Ia terlihat cantik dengan balutan mini dress selutut tanpa lengan.

Namun wajahnya telihat mendung, Tania menghembuskan nafas lagi, lelah. Lelah karena ia dari tadi hanya menangis.

Memikirkan masalah Kak Ina yang kabur entah kemana, dan Kakak angkatnya yang marah besar. Kak Saka pasti merasa terpukul, sedih, dan juga marah. Bahkan Kakaknya itu melampiaskan kemarahan kepada-nya. Kemarahannya semakin memuncak ketika mama menyuruh dirinya menggantikan posisi Kak Ina sebagai pengantin.

Awalnya Tania menolak dan Kak Saka juga menolaknya dengan mentah-mentah.

Waktu itu Kak Saka langsung ingin membatalkan pernikahannya. Tapi mama mencegahnya. Mama memohon kepadanya dan juga kak Saka untuk tetap melangsungkan pernikahan.

Pernikahan ini mengundang banyak tamu, banyak teman bisnis dari Papa maupun teman dari kak Saka yang datang. Wartawan pun tak luput datang. Mereka ingin meliput Pernikahan Putra sulung Saputra Group.

Ditaruh di mana muka Papa dan Mama kalau pernikahan ini dibatalkan. Tania tak mau membuat mereka malu. Dengan pasrah ia menganggukkan kepala pelan.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!