Bab 15

Tania meletakkan semangkuk sup ayam yang sudah matang ke atas meja makan. Terlihat uap panas mengepul dari sup ayam tersebut dan mengeluarkan bau harum yang lezat.

"Akhirnya selesai juga." Ucapnya seraya menyeka keringat yang bercucuran di dahinya. Akhirnya dia bisa bernafas lega setelah dua jam lamanya berkutat di dapur untuk memasak.

Gadis cantik itu menatap ke arah meja makan yang ada dihadapannya sambil tersenyum manis. Di atas meja makan terhidang banyak makanan. Malam ini Tania memasak banyak makanan. Ada Sup ayam, Rawon, Ikan mujair goreng, Ikan gurame bakar, dan sambal terasi.

Mata indahnya melirik sekilas ke arah arloji yang menunjukkan pukul 5 sore dan sekitar 1 jam lagi Kak Saka akan pulang dari kantornya.

'Saatnya mandi.' Seru Tania di dalam hati sembari berjalan ke dapur.

Tania melepaskan celemek lalu menyimpannya ke dalam laci, mengambil sling bag yang sebelumnya ia taruh di atas meja bar kemudian dia melangkahkan kaki menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

.

.

.

"Bagaimana ini? Kenapa aku gugup sekali! Apa yang harus kulakukan nanti dihadapan Kak Saka setelah semalam kita sudah... aaahhh bagaimana ini?" Ucap Tania sambil mondar-mandir tak jelas. Saat ini dia sedang berada di ruang tamu untuk menunggu Kakak nya itu pulang dari kantor dan dirinya baru teringat akan sesuatu. Bagaimana nanti dia bersikap didepan Saka setelah kejadian semalam diantara mereka berdua. Apakah Kak Saka mengingat kejadian semalam dan apakah dia akan marah padanya? Jujur Tania bingung harus bagaimana nanti dia bersikap. Bersikap biasa saja pada Kak Saka seolah melupakan kejadian semalam dan menganggap tidak terjadi apa-apa atau dia meluapkan amarah pada pria itu karena sudah berani menyentuhnya lalu menghindarinya. Argh... rasanya pusing sekali untuk memikirkan itu lebih lanjut. Jika dipikir lagi untuk apa Tania marah pada Kak Saka. Apa karena pria itu telah mengambil mahkotanya? Saka suaminya dan dia berhak atas itu. Lagipula Tania sudah menulis didalam suratnya kalau dia memang tidak marah pada Kakaknya. Lalu untuk apa dia marah sekarang?

"Dasar bodoh kau." Gumam Tania sembari memukul pelan kepalanya.

"Aduh bagaimana ini?" Ucapnya lagi. Gadis itu masih sibuk mondar-mondar tak jelas memikirkan apa yang harus ia lakukan nanti dihadapan Saka. Sebenarnya Tania malu. Dia malu bertatap muka dengan Kak Saka setelah kejadian semalam diantara mereka berdua. Ia juga takut kalau kak Saka akan memarahinya nanti. Tapi ia teringat akan pesan balasan pria itu dan juga mangkuk dan gelas yang tak tersisa. Apa itu bisa membuktikan bahwa Kak Saka tidak akan memarahinya? Semoga saja Kak Saka tidak marah padanya. Ya, semoga saja.

Gadis cantik itu masih sibuk dengan pikirannya sehingga tak sadar kalau Saka sudah pulang dan tengah melihat kearahnya.

"Tania?" Gadis itu berhenti dari acara mondar-mandirnya. Seketika tubuhnya merasa menegang kaku setelah mendengar suara Kak Saka. Ya itu suara kakaknya. Perlahan demi perlahan Tania mulai mengalihkan pandang ke arah Saka berada. Melihat pria itu yang tengah berdiri di dekat pintu sambil menatap kearahnya. Kedua bola mata mereka saling beradu pandang. Tiba-tiba tanpa bisa dicegah oleh Tania jantungnya terasa berdegup kencang saat mata indahnya menatap lurus ke arah manik kelam Kak Saka.

'Astaga... kenapa jantungku berdebar kencang seperti ini?'

Entah mengapa tatapan pria itu berbeda dari sebelumnya. Biasanya Kak Saka selalu menatapnya datar, tajam dan juga dingin. Namun hari ini sorot matanya sedikit melembut dan dia bisa melihat rasa bersalah di dalam sorot matanya.

"Kakak.. Kak Saka sudah pulang? Ehm... apa Kakak sudah makan malam. Aku sudah memasak makan malam untuk Kakak. Kak Saka mau makan dulu atau mandi dulu?" Tanya Tania. Gadis itu meremas kedua tangannya, gugup.

Saka bergeming.

"Apa Kakak mau mandi dulu? Sebentar akan aku siapkan air hangat untuk Ka-," Tania segera berjalan ke kamar Saka, menyiapkan air hangat untuk pria itu mandi. Baru saja dua langkah dia melangkahkan kaki Saka memotong ucapannya.

"Tidak usah Tania. Sebaiknya kau tunggu di meja makan saja. Aku mau mandi terlebih dahulu baru nanti kita makan bersama." Potong Saka.

Tania menganggukkan kepala dengan antusias, "Aku akan menghangatkan makan malam kalau begitu."

Saka mengangguk kepala sambil bergumam pelan, "Hmm."

Saka melangkahkan kaki menuju kamarnya. Pria itu menutup pintu kamarnya setelahnya menghela nafas lelah. Melempar tas kerja ke sofa dengan sembarangan. Melepas setelan jas nya kemudian melempar ke sofa lagi. Melonggarkan dasi dan membuka kedua kancing teratas kemejanya. Menghempaskan tubuh lelahnya ke atas ranjang. Saka menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. Manik kelamnya menatap langit-langit kamar.

"Tidak seharusnya kau bersikap seperti itu pada Tania, Saka. Tania tidak bersalah."

Ucapan Nicholas terngiang-ngiang di kepala Saka. Ada benarnya juga ucapan Nicholas. Tidak seharusnya dia bersikap seperti itu pada Tania. Menyakiti Tania, tidak mempedulikan gadis itu dan bahkan tak menghargai usahanya sebagai istri.

Saka merasa menyesal dan bersalah. Rasa bersalahnya semakin bertambah saat tadi melihat Tania. Tatapan matanya tak sengaja melihat ke arah leher gadis itu yang dipenuhi kiss mark. Walaupun Tania sudah memakai kaos lengan panjang dan juga celana panjang itu semua belum cukup untuk menyembunyikan kiss mark yang ada dilehernya. Belum lagi saat Tania berbicara pada dirinya dengan nada gugup.

"Ya, aku tahu pernikahan kalian memang bukan kehendak kalian bersama. Bukan keinginan kalian juga kan. Kalian disini hanya korban dari ulah kekasihmu yang kabur seenaknya dihari pernikahan yang cuma meninggalkan sepucuk surat saja untukmu. Setelah dicari eh ternyata gadis yang kau puja-puja itu berkhianat."

"Ina kabur dari pernikahan sehingga membuat Tania harus mengantikan posisi Ina sebagai pengantin atas permintaan ibumu. Aku rasa Tania pasti merasa tak enak hati menolak permintaan ibumu apalagi beliaulah yang menolongnya dari bahaya makanya dia menerima permintaan ibumu. Aku tahu sulit bagimu menganggap Tania lebih sekedar adik. Tapi ingatlah dia sekarang istrimu, pendamping hidupmu tidak seharusnya kau bersikap kasar begitu. Hargailah usahanya dan perlakukan dia dengan baik."

"Lagian kau juga kenapa tidak berusaha melupakan Ina. Apa untungnya sih masih ingat-ingat kekasihmu yang telah mengkhianatimu."

"Come on, move on dong!"

Ucapan Nicholas terngiang kembali memenuhi pikiran Saka.

"Ina cinta pertamaku Nicholas sulit untukku bisa melupakannya dan aku masih sangat mencintainya walaupun dia sudah mengkhianati ku. Hatiku ini masih utuh untuk Ina meski sebagian telah hancur karena pengkhianatan nya. Ya, aku akui sikapku pada Tania itu salah. Selama ini aku sudah menganggap nya seperti adik kandungku sendiri. Aku menyayanginya sebagaimana rasa sayang seorang kakak kepada adiknya. Sudah itu saja tidak lebih. Dan setelah Tania menjadi istriku rasanya sangat sulit untukku menganggap nya lebih dari seorang adik."

Jawaban dirinya atas pertanyaan Nicholas melintas begitu saja. Ina memang cinta pertamanya dan rasanya sulit sekali untuk melupakan cinta pertama.

"Ina memang cinta pertamamu tapi belum tentu cinta sejatimu kan. Mungkin dia bukan takdir jodohmu. Lupakan dia secara pelan-pelan tidak usah terburu-terburu. Nanti juga kau akan bisa melupakannya. Dan untuk Tania, aku cuma kasih saran ubahlah sikapmu padanya. Pakailah pakaian yang sudah dia siapkan, makanlah juga makanan yang sudah dia buatkan. Hargailah usaha Tania, Saka."

"Lupakan dia secara pelan-pelan tidak usah terburu-terburu. Nanti juga kau akan bisa melupakannya." Ucap Saka menirukan ucapan Nicholas yang menasehatinya.

Come on, move on dong!

"Move on ya?" Tanya Saka, pria itu berpikir sambil manik kelam nya memandang langit-langit kamar lekat.

'Apakah dia harus move on dari Ina? Melupakan gadis itu apakah dia bisa?' Tanyanya dalam hati.

"Baiklah akan ku coba."

Saka bangkit dari ranjang lalu berjalan ke arah nakas untuk mengambil sesuatu kemudian berjalan ke lemari dan kembali lagi ke ranjang. Menaruh semua barang yang telah dikumpulkannya ke atas ranjang.

Mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar untuk mencari sesuatu yang diperlukannya.

Saka melangkahkan kaki menuju sudut ruang dekat pintu kamar. Dia mengangkat kardus besar yang kosong itu lalu membawa ke arah ranjang.

Sambil menghela nafas Saka memulai memasukkan barang pemberian Ina satu per satu. Mulai dari bingkai foto yang menampilkan foto mesra mereka berdua, kemudian Album foto yang berisi kumpulkan foto ketika mereka berlibur bersama. Saka memang sengaja mengambil potret gambar mereka untuk membuat sebuah kenangan. Setelah itu tiga pasang kemeja panjang, hadiah dari Ina untuk ulang tahunnya tahun lalu.

Saka terus memasukkan barang pemberian Ina ke dalam kardus. Arloji, sepasang sepatu, kacamata hitam, jaket, beberapa buku dan lain-lain. Semua ia masukkan ke dalam kardus. Saka menarik nafas panjang sebelum menutup kardus itu. Rasanya sulit sekali untuk melupakan Ina dan ada sedikit rasa tak rela harus menyimpan semua barang ini.

Tapi mau bagaimana lagi dia harus belajar melupakan Ina.

Saka mengangkat kardus lalu menaruhnya di dekat lemari pakaian. Besok ia akan menyimpan kardus nya ke gudang. Pria itu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!