Bab 9

Saka mengenakan kemeja berwarna biru dongker, jas hitam, celana hitam beserta dasi warna hitam.

Apakah Tania merasa Kecewa? Jangan ditanya lagi.. jelas gadis itu merasa kecewa. Rasanya sedih sekali. Apakah pakaian pilihannya terlalu buruk sehingga pria itu tidak mau menyentuhnya sama sekali.

"Selamat Pagi Kak. Aku sudah buatkan kopi hitam dan roti panggang selai kacang untuk Kakak." Sapanya seraya mencoba tersenyum.

"Pagi." Balasnya datar.

Saka menatap Tania datar selepas itu memperhatikan secangkir kopi dan piring yang berisi roti panggang itu.

"Ayo sarapan Kak."

Saka melangkahkan kaki ke arah Tania. Memberikan secarik kertas kecil ke hadapan Tania.

Apa ini? Kakaknya memberikan secarik kertas pada dirinya. Untuk apa?

Dengan ragu Tania menerimanya, melihat deretan angka yang tertulis di secarik kertas itu. Tania mengernyitkan alis bingung.

Saka yang melihat raut wajah bingung Tania akhirnya berucap, "Itu Passcode apartemenku."

"Oh..." Ternyata angka ini passcode apartemen kakak. Dia kira apa?

"Ayo sarapan Kak. Aku sudah membuatkannya untuk Kakak."

"Tidak usah, kau makan saja. Aku harus segera pergi ke kantor."

"Tapi kan ak-"

Ucapan Tania terpotong karena Saka menyelanya terlebih dahulu, "Aku pergi." katanya.

Pria itu beranjak pergi tanpa mengacuhkan adik angkatnya. Baru saja beberapa langkah dia melangkah, sebuah jemari lentik menahan lengan kirinya.

"Aku sudah membuatkan sarapan untuk kakak setidaknya cobalah sedikit saja." Ucapnya memohon.

Saka menoleh ke belakang. Menatap tajam tepat ke iris indah milik Tania, "Aku tidak mau."

Saka menyentak kasar tangan Tania yang menahan lengannya. Pria itu beranjak pergi tanpa mempedulikan teriakan Tania yang memanggil namanya. Saka harus segera menuju ke bandara pribadi miliknya. Tetapi sebelum itu ia akan pergi ke kantor dulu untuk memastikan Nicholas, Sekretaris sekaligus orang terpercaya-nya melakukan tugas dengan baik.

Gadis cantik itu memandang nanar ke arah meja makan. Menatap miris secangkir kopi hitam dan sepiring roti panggang.

"Pakaian yang aku siapkan tak disentuh olehnya dan sekarang sarapan yang ku buatkan juga tak disentuh."

Tania menghela nafas. Ia duduk di kursi meja makan. "Kakak... kau berubah." Lirihnya.

"Aku rindu kak Saka yang dulu. Yang selalu menyayangi ku, yang kadang selalu memanjakan ku. Aku rindu..."

Flashback

Saka berjalan lesu ketika masuk ke mansion mewah Keluarga Saputra. Pekerjaannya sedang menumpuk belakangan ini. Rasanya lelah, badan pun ikut terasa pegal. Iris hitam itu memandang adik angkatnya yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Sepertinya Tania sedang membaca buku. Dengan seringai tipis Saka berjalan mengendap-endap seperti seorang pencuri. Sebuah ide muncul untuk sedikit menjahili Tania.

"Ayo sedang baca apa kau?" Saka mencubit kedua pipi Tania gemas dari belakang. Gadis itu meringis sakit sambil berusaha melepaskan kedua tangannya, "Sakit Kak!" Rengeknya manja sambil mengusap kedua pipinya. Saka duduk di dekat adiknya. Meletakkan tas kerja di depan meja bundar kecil.

"Ulululu... sakit ya? Sini kakak kecup biar sakitnya hilang." Saka menarik kepala Tania membawa mendekat ke bibirnya. Mengecup dahi Tania dengan sayang. Rasa sayang seorang kakak pada adiknya.

"Ih.. Kakak yang sakit itu pipiku bukan dahi." Tania mengerucutkan bibir, cemberut.

"Oh berarti yang dikecup mau di pipi nya..."

Cup

Saka mengecup pipi Tania singkat.

"Pipinya merah tuh.." Goda Saka saat melihat wajah Tania yang merona merah.

"Ih kakak!" Ucap Tania malu sambil menyembunyikan wajahnya dengan buku novel yang tadi dia baca.

"Sudah-sudah. Bagaimana kalau kita main tebak-tebakan."

Saka merangkul pundak adiknya. Tania mengangguk kepala. Bermain tebak-tebak kan sepertinya menyenangkan.

"Sapi apa yang pandai ngomel?"

"Hm... mana ada sapi bisa ngomong apalagi ngomel."

"Ada tahu. Sapinah (tetangga saya) hahaha..." Saka tertawa keras.

Tania tertegun menatap Saka yang tertawa lepas. Ia tidak menyangka kakaknya yang terkenal pemalas bisa juga membuat lelucon.

"Ah.. kakak bisa saja." katanya seraya memukul pelan bahu Saka. Mereka tertawa bersama.

End flashback

.

.

.

"Tania.." Ucap Sarah pelan sambil menepuk bahu Tania dari belakang. Gadis cantik bersurai pirang itu terpekik kaget. Mata indahnya yang sebelumnya tengah fokus membaca buku sekarang mendongak kepala guna melihat siapa gerangan yang menepuk bahunya.

Sarah Adisti Nandita, teman baiknya ini selalu saja mengagetkannya di manapun dia berada.

"Astaga Sarah kau mengagetkan ku saja."

"Hehe... maaf Tania" Ujarnya meminta maaf walaupun sedikit cengengesan. Gadis cantik yang terkenal ceria itu juga memiliki sifat usil. Jadi Tania tidak kaget lagi dengan sifat sahabatnya itu. Tak ayal kadang dirinya juga jadi sasaran empuk atas keusilannya itu.

Sarah mendudukkan dirinya di sebelah Tania. Mereka kini tengah berada di Perpustakaan.

"Ehm.. Tania. Bagaimana hubungan kalian sekarang? Sudah lebih membaik kah?"

Tania mengalihkan pandang ke arah Sarah, "Ya begitulah."

Tania menatap kembali ke arah buku novel yang tengah dibacanya.

"Hm... apakah kau mencintai kakakmu itu?" Tanya Sarah. Sungguh dia penasaran sekali akan kehidupan sahabatnya setelah menikah dengan kakak angkatnya itu.

Tania langsung menatap Sarah dan menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari sahabatnya.

"Entahlah aku tidak tahu."

.

.

.

"Hm apa lagi ya?" Kata Tania sambil mengetukkan jari telunjuk ke ujung dagu.

Mengedarkan pandangan ke segala penjuru supermarket.

Melihat kembali ke arah keranjang belanja yang sedang dipegang. Menelisik semua barang yang ada.

"Telor, ayam, daging sapi, air mineral, soda, susu UHT, cemilan ringan, mie instan, sayuran, hm... terus apa lagi ya? "

"Ah.. iya Ikan."

Tania mendorong troli menuju ke tempat Ikan. Ia mengambil 2 buah ikan Gurame. Malam ini ia akan memasak makanan kesukaan Saka, cah kangkung dan Gurame asam manis. Semoga saja kakaknya itu mau menyentuh dan memakan makanan buatannya. Namun Sayang Tania tidak tahu bahwa Saka malam ini tak pulang ke Apartemen.

Tania tersenyum simpul sembari berjalan menuju kasir untuk membayar.

.

.

.

Gadis bersurai hitam panjang yang di kuncir ponytail itu memeluk kekasihnya dengan mesra. Mereka berdiri di dekat tiang pembatas kafe outdoor. Kafe ini masih merupakan fasilitas dari hotel.

Ina menyandarkan kepala ke dada bidang Satria. Mereka tengah makan siang. Sembari menunggu pesanan Ina dan Satria datang mereka memilih untuk menikmati pemandangan indah yang di suguhkan oleh pihak Kafe. Satria mengelus surai Ina dengan lembut, mengecup dahi gadisnya, "Ina, I love you."

Gadis itu mendongak. Tersenyum manis sambil menatap mata Satria dengan sinar cintanya, " I love you too Satria sayang." Balasnya seraya mengecup pelan bibir pria tampan itu.

Tanpa mereka sadari ada Seorang Pria yang menatap mereka berdua dengan pandangan marah.

Telapak tangannya mengepal kuat melihat sang kekasih hati memeluk mesra seorang Pria. Sorot matanya menatap tajam ke arah mereka. Hatinya mencelos saat melihat Ina memeluk Pria asing tak dikenal nya.

Saka berjalan terburu-buru menghampiri mereka. Pria itu menarik lengan Ina. "Ina kau selingkuh di belakang ku."

Ina membelalakkan mata saat melihat Saka yang ada di hadapannya. Sedangkan Satria sendiri hanya menatap mereka datar.

"Tidak sayang. Kau salah paham. Ak-" Ucapan Ina terpotong.

"Salah paham apanya. Aku dengan jelas melihat kau mencium dia. Kau kabur dari pernikahan kita dan kau pergi ke Thailand bersama pria itu kan."

"Aku tidak menyangka kau bisa melakukan semua ini kepadaku.

Apa kurangnya aku sampai kau berselingkuh hah? Apa salahku?" Tanya cukup keras.

Saka mencengkeram lengan Ina sampai gadis itu sedikit meringis.

"Ak-" ucapnya terpotong kembali.

"Hei bung! Jangan kasar sama wanita." Satria melepaskan mencengkeram tangan Saka

"Apa kau ? Dasar Pria brengsek."

Saka meninju wajah Pria asing itu. Memukulnya berkali-kali. Satria tak tinggal diam dia juga memukul wajah Saka.

Ina menjerit kaget, gadis itu berusaha melerai pertengkaran keduanya.

"Saka lepaskan tanganmu dari Satria."

Saka yang mendengarnya langsung berhenti memukul pria asing itu. Lalu menatap Ina.

"Kau membelanya. Aku gak habis pikir dengan semua ini?" Saka mengusap wajahnya dengan kasar lalu menghela nafas panjang.

"Baiklah memang hubungan kita cukup sampai disini."

"Aku masih gak menyangka kau tega melakukan ini kepadaku Ina." Ucap Saka dengan sorot mata terluka.

Pria itu beranjak pergi dengan perasaan tak menentu. Kecewa, marah, sedih semua bercambuk memenuhi dada.

Saka melangkah dengan hati yang terluka.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!