Bab 5

Tania mengerjapkan mata saat merasakan sinar mentari pagi yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar telah mengusik tidur lelapnya.

Ia menggeliat sambil menguap kemudian bangkit dari tidurnya. Gadis cantik itu bersandar sejenak pada kepala ranjang. Tania mengalihkan pandangan matanya ke arah sofa untuk melihat Saka.

Memastikan kakaknya itu sudah bangun atau belum. Eh.. ralat maksudnya, sang Suami. Ya Saka sekarang sudah menjadi suaminya. Tidak seharusnya ia masih memanggil 'kakak'. Bodohnya dirimu Tania. Gerutunya sambil memukul pelan kepalanya. Eh, tunggu dulu... jika dia tidak memanggil 'kakak' ke Saka. Terus dirinya harus memakai panggilan apa?

Panggil dengan namanya saja. Oh.. tidak. Itu tidak sopan. Sangatlah tidak sopan. Saka lebih tua darinya. Ingat! Lebih tua 5 tahun darinya.

Bagaimana dengan mas atau Sayang?

Oh tidak-tidak... bisa-bisa Saka akan memarahinya nanti. Sudahlah panggil saja 'Kakak'. Itu jauh lebih baik kan. Anggap saja seperti panggilan sayang darinya untuk Saka.

Seulas senyum tipis menghiasi wajahnya. Matanya memandang Saka yang masih terlelap di atas sofa.

Salah satu kebiasaan sang kakak, susah untuk bangun pagi.

Sekilas dia melirik ke jam digital. Pukul 6 pagi.

Tania bangkit berdiri lalu berjalan pelan menuju walk in closet kepunyaan Saka.

Tania memandang takjub ke seluruh penjuru walk in closet ini. Dia tidak menyangka saja, di balik penampilan luar Saka yang pemalas pria itu mampu menyusun barang-barang miliknya dengan rapih dan teratur. Ia pikir ketika masuk akan disambut dengan banyaknya barang yang berantakan. Ternyata tidak.

Sebelum beranjak pergi meninggalkan kamar Saka ia ingin menyiapkan pakaian untuk suaminya.

Kemeja biru langit, celana hitam, dasi warna biru gelap dan juga setelan jas ia letakkan di atas ranjang.

Sebelum benar-benar pergi Tania menyempatkan untuk menghampiri Saka.

Gadis itu duduk di ujung sofa lalu diam-diam mengusap rambut berantakan Saka.

Cup

Tania mencuri satu kecupan di dahi Saka kemudian berlalu keluar kamar.

Tanpa disadari oleh Tania, Saka membuka mata lalu mengusap dahinya dengan kasar.

"Dia semakin berani saja.."

Sudah dia katakan kepada Tania untuk tidak berharap lebih dari pernikahan ini. Berarti tidak ada cinta di dalamnya. Saka hanya menganggap Tania sebagai adik dan tidak lebih. Sampai kapanpun cinta dan hatinya untuk Ina seorang. Walaupun Ina sendiri telah mengkhianati cintanya dengan meninggalkan dirinya di hari pernikahan. Saka bukan orang bodoh yang tidak tau apa-apa. Ia tau jelas kemaren malam Tania juga telah mengecup dahinya.

'Apa maksudnya? Mencoba memberi perhatian eh..'

Percuma.. ia tak akan semudah itu untuk luluh. Dulu memang Saka sudah terbiasa akan kontak fisik bersama Tania. Mereka saling berpelukan bahkan dia juga dulu pernah mengecup dahi Tania sebagai tanda kasih sayang dari seorang kakak kepada adiknya.

Sekarang rasanya berbeda saat status mereka kini juga sudah berubah. Mereka kini berstatus suami-istri.

Dia harus berbicara lagi dengan Tania. Menegaskan bahwa 'Pernikahan ini cuma status belaka dan jangan berharap lebih dari pernikahan ini'.

.

.

.

Tania melangkahkan kaki menuju ke kamarnya berada.

Siang hari ini Tania akan kuliah kembali.

Setelah beberapa hari dirinya izin tidak masuk kuliah untuk ikut membantu mempersiapkan pernikahan sang kakak.

Ya walaupun akhirnya dialah yang menikah dengan kakak angkatnya itu. Hm... takdir seseorang tidak ada yang tahu bukan? Ya inilah garis takdirnya untuk menjadi istri dari Saka.

.

.

.

"Apa ini? Menyiapkan aku pakaian?"

Saka mendengus tak suka sambil berkacak pinggang. Dia barusan selesai mandi dan tak sengaja sorot matanya menangkap pakaiannya di atas ranjang.

Masih dengan bertelanjang dada dan handuk yang melekat di pinggang Saka berlalu menuju walk in closet. Mencari pakaian untuknya.

'Apa-apaan ini. Sudah ku bilang kan. Jangan menganggap pernikahan ini lebih. Dia itu bodoh atau tuli sih.' Gerutunya.

.

.

.

"Saka bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Arman kepada putra semata wayangnya.

Sendok yang berada di tangan kanannya menggantung di udara. Saka mendongak untuk menatap Papanya.

"Tidak baik." Jawab Saka. Ia sempatkan melirik Tania yang duduk berseberangan dengannya. Mata hitam kelamnya menatap tajam ke arah gadis itu.

Mereka sekeluarga kini tengah sarapan pagi di ruang makan.

Tania yang merasakan tatapan tajam itu langsung mengalihkan pandang ke arah lain. Ada apa dengan Kak Saka? Kenapa Kakaknya itu menatapnya tajam.

Apakah dia telah berbuat kesalahan? Lalu apa kesalahannya? Dia sungguh tak tahu. Dan satu lagi kenapa Saka tidak mengenakan pakaian pilihannya. Pria itu justru memakai kemeja putih dan dasi berwarna merah marun.

Entah kenapa dia merasa kecewa..

Apa pakaian pilihannya itu jelek sehingga pria itu memilih pakaiannya sendiri.

"Bima bilang kalau dari kemarin Ina tidak pulang ke rumah. Dia juga tidak tau keberadaan Ina sekarang." Kata Arman.

"Apa kau tau dimanakah Ina berada sekarang? Atau mungkin kau telah mencoba mencari keberadaannya?" Tanya Arman. Pria paruh baya itu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Laila sendiri hanya menatap suami dan anaknya dalam diam dengan terus memakan makanannya. Begitupun dengan Tania. Dia hanya diam memperhatikan keduanya.

"Aku sudah menyuruh Ciko untuk mencari Ina. Aku harus menemuinya dan meminta penjelasan mengapa dia pergi meninggalkan pernikahannya." Jawab Saka.

"Sudahlah kenapa kalian harus membahas wanita itu. Hanya perempuan tak tahu diri yang pergi meninggalkan pernikahannya. Jika dia belum siap untuk menikah atau tidak mau menikah seharusnya bilang dari awal. Bukan kabur seperti itu!" Kata Laila, sarkas. Wanita paruh baya itu menghentikan acara sarapan paginya.

Tania hanya diam. Gadis itu hanya memperhatikan saja.

Memang benar kan. Ina itu perempuan tak tahu diri. Wanita itu telah menyakiti perasaan putranya bahkan hampir membuat dirinya dan keluarganya malu.

"Jangan menghinanya Mama. Kita semua tidak tau alasan kenapa dia pergi.."

Saka merasa marah jika ada orang yang menghina Ina. Tapi ia rendam kemarahannya karena orang yang barusan menghina Ina adalah Mamanya sendiri.

"Dia memang perempuan tak tahu diri. Kenapa kau membelanya?

Ingat Saka! Sekarang istrimu adalah Tania dan tidak seharusnya kau masih memikirkan wanita sialan itu." Ucap Laila penuh emosi.

Saka mengepalkan tangan. Wajahnya memerah menahan marah. Apa tadi? Wanita sialan! Saka menggelengkan kepala. Ina adalah perempuan baik-baik.

Arman yang merasakan suasana tegang di meja makan ini mencoba menenangkan sang istri. Ia mengusap punggung tangan Laila. "Sudahlah Laila."

Saka menghembuskan nafas kasar. Ia jadi tidak berselera makan.

Sebelum beranjak pergi Saka ingin mengatakan sesuatu ke semua orang.

"Aku akan tinggal di apartemen. Nanti sore aku mulai tinggal di sana." Kata Saka.

Arman dan Laila mengernyitkan dahi, bingung.

"Kenapa kau tinggal di sana?" Tanya Arman.

"Hanya ingin saja." Jawabnya.

"Oke, Baiklah. Tapi kau harus membawa Tania juga bersamamu." Ucap Laila.

"Aku tidak mau." Tolak Saka.

"Aku tidak menerima penolakan. Mau tidak mau kau harus membawa Tania juga karena dia sekarang adalah istrimu."

Saka menatap sinis ke arah Tania yang langsung menundukkan kepalanya. Gadis itu hanya diam dari tadi. Dia enggan berkomentar dan berdebat di meja makan ini. Seenggaknya dia kan bisa memberi sedikit komentarnya dan bukan hanya diam saja. Saka menghela nafas, untuk apa dirinya memikirkan gadis itu. Apa pedulinya!

"Huft... terserah." Jawabnya, Saka mendengus tak suka lalu beranjak pergi meninggalkan ruang makan.

Lebih baik dia segera pergi ke kantor.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!