Bab 13

Cahaya mentari pagi dengan nakalnya menerebos masuk melalui celah jendela kamar sehingga membuat si empunya kamar terusik.

Seorang pria dengan rambut hitam berantakkan menggeliat pelan di atas ranjang empuknya.

Mengucek matanya pelan sambil meringis memegang kepala.

Pria itu membuka mata lalu mengedarkan pandang ke sekeliling kamar dan sesekali memegang kepalanya yang terasa pusing dan juga berat.

Dia bangkit dari tidurannya.

"Aww..." Saka meringis sambil memegang kepala. Kepala nya terasa berdenyut-denyut.

Terpaan hawa dingin langsung menembus tubuhnya ketika dia bangkit dari tidurannya.

Ia menunduk melihat dirinya yang bertelanjang dada, jari tangannya menyibak selimut yang menutupi pinggang sampai kaki. Saka membulatkan mata ketika melihat dirinya yang ternyata sudah telanjang bulat.

Ia melihat ke arah lantai dan di atas lantai pakaian nya berserakan kemana-mana.

Apa yang terjadi?

'Apa yang sudah terjadi semalam? Aku tidak bisa mengingatnya..'

"Aww..." Ringisnya kembali.

Saka menyibak selimut berwarna krem itu lebih lebar lagi. Dan ia semakin membelalakkan mata saat melihat ada noda darah yang sudah mengering di seprai putih miliknya.

Noda darah siapakah ini?

Saka mencoba mengingat kembali kejadian semalam.

Kemarin malam dirinya mabuk berat di club dan hampir membuat kekacauan di sana dan ia masih ingat kalau Nicholas lah yang membawa -nya pergi dari club.

Berarti yang membawa-nya pulang ke Apartemen adalah Nicholas.

Dan di apartemen ini hanya ada dia dan Tania saja.

Astaga...

Saka mengusap noda darah yang mengering itu dengan jemari nya.

Apa ini darah Tania?

Manik kelam itu melirik ke arah alat pusaka miliknya. Dan di sana ada juga noda darah yang sudah kering.

Astaga...

Apa dia dan Tania sudah?!

Saka mengacak rambutnya, frustasi. Dengan tergesa-gesa pria itu bangkit berdiri, ia sedikit kelimpungan mencari celana dalam dan boxer nya. Setelah menemukannya Saka langsung saja memakainya kemudian berlari keluar kamar.

"Tania! "

"Tania! "

Teriak Saka. Pria itu berlari mencari Tania ke kamar gadis itu tapi dia tidak menemukannya.

"Tania! Kau dimana?"

Saka berlari ke arah ruang tamu yang melewati dapur dan juga ruang makan. Nihil, Tania juga tidak ada.

Apa dia sudah berangkat kuliah?

Sepertinya memang Iya.

Saka berjalan lesu menuju sofa. Pria itu menghempaskan tubuhnya ke sofa. Kepalanya menengadah ke atas, menatap langit-langit ruang tamu. Ia memejamkan mata lalu menghela nafas.

Apa yang sudah ku lakukan semalam..

Saka membuka mata lalu menegakkan kepalanya dan melihat sekeliling. Manik kelam nya tak sengaja melihat ke arah meja makan. Lalu menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya.

Saka bangkit berdiri lalu berjalan ke arah meja makan.

Menggeser sedikit gelas berisi air putih itu lalu mengambil secarik kertas yang sebelumnya diletakkan di bawah gelas.

Saka membaca tulisan di kertas tersebut.

Maaf Kak, Tania tidak sempat membangunkan Kakak karena pagi sekali aku ada kelas.

Aku sudah menyiapkan pakaian kerja Kakak yang ku letakkan di atas sofa kamar Kakak dan di atas meja makan ada Semangkuk bubur, segelas air , secangkir teh hijau, dan ada botol kecil berisi obat. Itu obat pereda mabuk Kak.

Nanti Kakak minum ya obatnya.. biar sakit di kepala Kakak bisa sedikit berkurang.

Kemarin malam Kak Saka mabuk berat dan kita melakukan-

Yah seperti itulah ...

Aku tidak marah pada apa yang kakak lakukan kepadaku semalam karena Tania tahu itu hak Kakak sebagai suami.

Tania juga tahu mungkin selama ini Kakak tidak suka atau marah atas perhatian yang kuberikan untuk Kakak. Aku tahu pernikahan ini cuma status.

Tapi ku mohon biarkanlah aku menyiapkan keperluan dan kebutuhan Kakak. Tania hanya ingin menjadi seorang istri yang baik.

Seperti hari-hari sebelumnya kakak pasti tidak akan pakai pakaian pilihanku dan tidak mau menyentuh makanan buatanku juga kan.

Tetapi Tania mohon untuk hari ini saja Kakak pakai pakaian pilihanku dan makan bubur buatanku.

Aku mohon hari ini saja Kak..

Tania.

Saka menatap makanan yang terletak di atas meja makan. Sesuai dengan yang ditulis Tania, diatas meja makan ada semangkuk bubur, segelas air putih, secangkir teh hijau ,dan obat.

Saka mengusap wajahnya kasar setelah itu menarik kursi untuk ia duduki. Meraih mangkuk berisi bubur, menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulutnya lalu mengunyah dengan pelan.

"Enak sayang buburnya sudah dingin."

Pria itu kembali menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulutnya lagi.

'Apakah selama ini aku menyakitimu Tania?' Tanyanya di dalam hati.

.

.

.

Di saat mata indah itu tertuju menatap deretan angka dan huruf yang termuat di sebuah buku namun pikirannya berkelana entah kemana.

Gadis cantik itu mendongak ke atas, menatap langit biru yang dipenuhi dengan awan berarak.

'Kira-kira Kak Saka sedang apa ya? Apa Kakak sudah bangun dan membaca surat ku?' Tanyanya di dalam hati.

Tadi pagi Tania sudah menyiapkan keperluan pria itu tak lupa juga dia meninggalkan sebuah surat.

Mata indahnya kembali melihat ke arah buku.

"Tania?"

Terdengar sebuah suara memanggil namanya.

Pandangan matanya yang semula melihat buku kini beralih menatap sepatu pantofel yang ada dihadapannya.

Tania mendongak ke atas untuk melihat orang yang berdiri dihadapannya ini.

"Eh! Iya Pak."

Seorang pria tampan dan muda tengah berdiri dihadapannya.

"Boleh saya duduk disini." Tanya Pria itu sambil tersenyum.

"Boleh Pak, Silakan."Jawab Tania.

"Saya berasa tua kalau dipanggil bapak padahal umur saya masih muda loh.." Uap pria itu sambil terkekeh.

Tania menoleh ke samping.

"Panggil saja Kak Ilham." Pria itu tersenyum seraya memandang Tania.

Ilham Bagaskara, Seorang Dosen baru yang mulai mengajar di universitas Jakarta sekitar dua minggu yang lalu.

Terkenal akan parasnya yang tampan dan muda membuat Dosen baru satu itu menjadi idola para mahasiswi saat ini.

"Justru saya yang tidak sopan jika panggil bapak dengan nama saja."

"Iya juga sih.. Ya sudah panggil bapak saja kalau begitu."

"Iya pak."

Tania kembali mengalihkan padang ke buku pelajaran yang dipegangnya. Memfokuskan mata dan pikiran untuk belajar.

Hening menyelimuti mereka berdua.

"Hm.. Tania apa kamu sedang sakit?" Tanya Pak Ilham tiba-tiba.

"Tidak Pak. Saya tidak Sakit," Jawab Tania.

"Kalau memang tidak sakit kenapa di cuaca panas begini kamu pakai pakaian tertutup seperti ini. Apa tidak gerah?" Tanya Dosen Ilham sambil menatap Tania dari atas ke bawah.

Tania melihat tubuhnya dari atas sampai bawah. Melihat penampilannya yang hari ini memakai sweater turtleneck berlengan panjang warna biru, jaket denim dan celana jeans.

Dirinya memang sengaja memakai sweater turtleneck untuk menutupi lehernya. Menyembunyikan kiss mark yang berada di sekitar leher.

"Tidak Pak, saya tidak gerah. Saya hanya ingin saja memakai pakaian ini." Jawab Tania.

Sebenarnya ia juga gerah memakai pakaian tertutup seperti ini di musim panas tapi mau bagaimana lagi, masa dia memperlihatkan leher jenjangnya yang dipenuhi kiss mark ke semua orang itu kan sama saja memalukan dirinya sendiri.

"Oh..." Ucapnya hanya ber 'oh' ria saja.

Pria itu melirik sekilas ke arah arloji di tangan kirinya. Melihat sudah pukul 11 siang dan sebentar lagi jadwalnya dia mengajar.

"Sebentar lagi jadwal saya mengajar. Kalau begitu saya permisi dulu." Ucap Dosen itu sambil bangkit berdiri.

"Oiya saya tadi sempat ke supermarket beli roti sandwich dan sepertinya saya terlalu banyak membelinya, yang Ini buat kamu saja."

Pria itu meletakkan sebuah kantong plastik ke pangkuan Tania. Sebelumnya Ilham membawa dua buah kantong plastik yang berisi beberapa macam roti sandwich.

"Jangan Pak sa-," Ucapan Tania terpotong saat Ilham menahan tangannya yang ingin mengembalikan kantong plastik itu kepada-nya. Ia hanya merasa tak enak saja mendapatkan sesuatu dari orang lain. Jika yang memberinya itu Sarah dengan senang hati dirinya menerima.

"Terima ya. Yang ini buat kamu aja saya sudah ada."

Ilham tersenyum sambil menunjukkan tangan kanannya yang memegang kantong plastik ke arah gadis itu.

"Terima kasih Pak." Ucapnya berterima kasih sambil tersenyum tak enak.

"Sama-sama. Yah sudah saya pergi dulu." Ujar Ilham setelah itu beranjak pergi.

"Iya Pak."

.

.

.

Ilham mengulas senyum saat manik hitamnya melihat Tania yang tengah duduk di bangku taman sambil menikmati roti sandwich dari dirinya.

Manik hitamnya tak lepas sekalipun memandang gadis cantik itu dari kejauhan.

Membeli roti sandwich yang terlalu banyak hanya alasan semata yang ia buat, sebenarnya ia memang ingin memberikan roti sandwich tersebut pada Tania.

"Cantiknya.." Ujarnya sambil tersenyum.

Dosen baru yang berusia 27 tahun itu berlalu pergi. Berjalan menyusuri koridor kampus dengan senyum tipis yang terukir dibibir.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!