Bab 10

Saat itu raut wajah Gina tampak berbeda dari biasanya hingga Dianti merasakan sesuatu yang mengganjal namun dia tidak menanyakannya.

Gina masuk ke kamarnya tanpa melihat kondisi terbaru dari Raka.

"Seharusnya dari awal aku gak tinggal di rumah ini, semuanya jadi kacau sampai membuat keluarga Abi buruk di mata orang lain dan aku harus menikah dengan Raka. Aku merasa sangat bersalah telah masuk ke dalam keluarga ini"

Gina merebahkan tubuhnya dan pikirannya yang lelah namun tetap berfikir bahwa akar masalah itu adalah karenanya.

Di saat yang bersamaan Raka bangun setelah tidur cukup lama dan merasa sudah lebih baik apalagi demamnya sudah turun.

"Mereka pasti lelah menjaga ku!" Raka beranjak dari ranjang ingin menemui ibunya dan Gina.

Ceklek! Raka membuka pintu kamar dan melihat kesekitar namun terlihat sepi.

"Bu? kak Gina?" ucapnya memanggil mereka.

"Kemana mereka? kok sepi"

Raka akhirnya duduk di ruang keluarga karena masih merasa lemas jika berjalan lebih jauh.

"Lho? kenapa kamu duduk disitu Raka?" tanya ibunya yang berjalan dari dapur.

"Raka pusing bu kalau tiduran terus" jawabnya dengan wajah yang pucat.

"Yasudah tapi jangan terlalu lama! makan dulu ya?"

"Raka belum lapar bu! dimana kak Gina?"

"Gina di kamarnya! sepertinya dia lelah habis dari toko"

"Hmph! begitu ya!"

Raka sangat ingin bertemu dengan Gina namun dia juga merasa tidak enak jika kehadirannya justru membuat Gina tidak nyaman apalagi mereka harus menikah karena paksaan.

"Bu, apa boleh kalau Raka ajak kak Gina pergi?" tanya Raka merasa ragu.

"Boleh saja tapi jangan terlalu jauh kasihan dia pasti lelah! tapi bukan sekarang kan? kamu masih belum sembuh Raka!" Dianti merasa khawatir melihat kondisi Raka.

"Iya! bukan sekarang, sebenarnya Raka datang kesini karena ada kabar baik tapi suasananya justru jadi kacau seperti ini, hmph!" Raka merasa sedih lalu bersandar di sofa panjang itu.

"Kabar baik apa Raka?" Dianti penasaran.

"Raka naik jabatan Bu" jawabnya dengan cepat.

"Syukurlah! selamat ya! ibu bangga sama kamu nak"

Dianti sangat senang mendengar pencapaian karir anaknya.

Selama ini Raka sudah bekerja keras hingga harus tinggal jauh dari rumah ibunya karena pekerjaannya dan sekarang semua itu terbayar dengan keberhasilannya.

"Kita harus merayakannya dengan Anton juga pasti dia senang mendengar kabar ini tapi sayangnya kamu masih sakit! apa tidak apa kalau minggu depan kita buat perasaan?" Dianti merasa tidak enak dengan Raka.

"Gak apa-apa Bu lagian Raka gak terlalu ingin di rayakan!"

Pandangan Raka terus tertuju ke arah kamar Gina, dia sangat ingin memberitahu kabar baik ini dengan cepat namun dia juga masih terus ragu dan takut dirinya akan membuat Gina tidak suka.

"Jangan berfikir begitu Raka! semuanya pasti senang dan kabar baik ini harus di rayakan! apalagi ibu juga rindu kakakmu itu" kata Dianti duduk di samping Raka.

"Baiklah kalau memang itu yang ibu inginkan! Bu, sepertinya Raka pamit pulang malam ini"

"Kamu kan masih sakit Raka!" ucapnya sambil beranjak dari sofa.

"Raka! jangan keras kepala! menginap saja lagi disini sampai benar-benar sembuh" Dianti tidak ingin anaknya jauh dari pengawasannya sebelum pulih dari sakitnya.

Raka berhenti sejenak memandang ibunya sehingga dia tidak tega membantah ucapan ibunya.

"Iya bu, Raka gak jadi pulang"

"Syukurlah!"

Sebenarnya Raka sangat ingin melihat wajah Gina karena dengan memandangnya saja sudah bisa membuatnya lebih semangat namun sampai Raka kembali ke kamar Gina tak kunjung keluar dari kamarnya.

Kondisi Raka yang belum sembuh membuatnya mengantuk karena efek samping obat yang dia minum dan akhirnya dia tertidur kembali.

Di sisi lain Gina terbangun karena terkejut setelah bermimpi buruk.

"Haah.. Hosh.. hmph!" Gina mengatur nafasnya dan merasa kering tenggorokannya.

Dia keluar dari kamar untuk mengambil air minum.

"Glug.. glug.. glug.." Gina meminum air putih cukup banyak.

Kepeduliannya terhadap orang lain yang tinggi membuat Gina memikirkan kondisi Raka yang masih sakit lalu dia pun pergi untuk melihatnya.

"Raka? apa kamu masih tidur?" kata Gina di depan pintu kamar.

"Lho, kenapa gak ada jawaban?"

Gina menjadi kepikiran dan takut Raka tidak baik-baik saja sehingga dia akhirnya masuk ke kamar Raka.

Ceklek!

Gina membuka pintu dengan cepat namun perlahan.

"Raka?" Gina berjalan perlahan masih memanggilnya.

"Huft.. syukurlah kamu baik-baik aja" Gina merasa lega melihat Raka tertidur pulas.

Gina duduk di kursi samping Raka berniat menceritakan apa yang telah terjadi agar dia merasa tenang apalagi di saat Raka tidur meskipun bercerita tapi dia tidak ingin Raka mendengarnya.

"Eum.. sebenarnya aku gak punya siapapun untuk cerita tapi maaf Raka bukan maksudku mengganggu tapi kuharap kamu tidak bangun karena ku! saat ini aku benar-benar bingung, apa yang harus ku lakukan"

Gina terus bicara di depan Raka yang sedang tidur lelap.

"Raka! aku gak suka orang-orang membicarakan mu dan menyebut nama Abi, aku gak masalah kalau mereka membicarakan ku saja tapi aku gak mau kamu, ibu dan semua keluarga kalian namanya hancur karena ku. Apalagi kalau kamu harus merelakan masa depan mu untuk menikah denganku" Gina terus bercerita panjang lebar.

Suara Gina yang tidak terlalu keras itu terdengar oleh Raka hingga akhirnya dia terbangun namun setelah sedikit mendengar pembicaraan Gina, dia berpura-pura masih tidur setelah melirik Gina yang sedang terlihat sedih dan emosi.

"Raka! apa aku pergi saja?" ucap Gina merasa frustasi.

"Kenapa kak Gina selalu ingin pergi sih? apa dia gak suka tinggal disini? kak! kenapa gak bisa menatapku meskipun sebentar kak" ucap dalam hati Raka.

"Tapi kalau aku pergi, gimana dengan ibu? aku sudah berjanji ke Abi untuk terus menjaga ibu tapi kalau aku terus disini kalian akan terus di cemooh oleh orang-orang"

Raka sudah tahu akar permasalahan dari perasaan Gina yang gelisah dan tidak tenang berada di lingkungan ini.

Dari kesimpulan yang Raka perkiraan, Gina tidak mau menjadi beban untuk keluarganya dan tidak ingin keluarga ini di pandang buruk karenanya.

Padahal semua itu tidak masalah bagi Raka karena uang terpenting masih berada di jalur yang benar.

"Dan satu hal lagi Raka! apa aku pantas menikah denganmu? sedangkan aku lebih tua 3 tahun darimu dan gimana aku bisa menjadi istrimu? aku bahkan gak tahu apa yang nantinya akan kulakukan jika semua itu justru membuatmu kecewa dan terluka karena aku belum bisa membuka hatiku untukmu"

"Raka! apa kamu gak menyayangkan wajahmu itu, pasti di luar sana banyak yang mengantri ingin menjadi kekasihmu! kenapa kamu menyukai orang seperti ku?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!