Bab 3

"Terimakasih istriku! kalau bukan karena mu pasti sekarang aku masih bingung, sebagai anak pertama di keluarga ini, aku harus bisa tegas dan menjadi contoh untuk adikku" Anton menyenderkan kepalanya di bahu istrinya.

"Selama ini kamu sudah berusaha menjadi anak, ayah dan kakak yang baik sayang! sudah seharusnya kamu berbagi apapun yang kamu rasakan karena aku istrimu" Mila menyentuh wajah suaminya yang sedang bersandar.

"Aku sangat beruntung memilikimu sayang" Anton memeluk istrinya dengan perasaan bahagia.

Mereka memutuskan untuk tidur sedangkan masalah ini akan mereka bicarakan kembali keesokan harinya untuk mendapatkan solusi yang terbaik agar perasaan Gina tidak semakin terpuruk.

Kesedihan di tinggal selamanya oleh suaminya belum hilang justru di tambah lagi dengan kejadian yang memalukan dan di lihat oleh keluarga suaminya.

Di dalam kamarnya Gina menangis tersedu-sedu.

"Suamiku! apa aku pergi saja menyusul mu? kali ini adikmu dalam masalah karena ku, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.. hiks.. hiks"

Rasa cintanya yang dalam terhadap suaminya tidak akan hilang dengan mudahnya meskipun telah tiada.

Gina merasa hanya akan menjadi beban di keluarga suaminya sehingga dia memutuskan untuk keluar dari rumah tersebut dan kembali ke rumah milik suaminya jika masih di ijinkan untuk memiliki hak tinggal di rumah tersebut.

"Maafkan aku suamiku, sepertinya aku tidak bisa lagi menepati janjiku untuk menjaga ibumu! aku harus pergi karena disini hanya akan membuat semuanya hancur"

Gina memasukkan pakaian dan barang-barang penting miliknya ke dalam koper.

Keesokan harinya.

Semua orang berkumpul untuk membahas permasalahan yang belum menemui solusinya.

Gina membawa kopernya keluar dengan raut wajah sedihnya.

Mereka semakin merasa bersalah karena tidak memikirkan perasaan Gina hingga membuatnya ingin keluar dari rumah.

"Gina, kenapa kamu membawa koper? apa kamu mau pergi dari rumah ibu?" tanya Dianti merasa sedih.

"Maaf Bu sepertinya ini solusi terbaik demi kebaikan keluarga ini" Gina tidak sanggup menatap wajah yang lainnya.

"Duduk dulu kak! jangan pergi, semua bukan salah kakak" Raka mencoba membujuk Gina.

"Benar Gina, duduk dulu dan bicarakan baik-baik, ya?" Mila ikut membujuk Gina.

"Tapi" Gina merasa ragu.

"Duduk dulu kakak mau bicara" kata Anton dengan tegas.

"Baiklah" Gina langsung menuruti ucapan Anton.

Gina selalu mendengarkan ucapan Anton karena selama ini Anton sosok kakak ipar yang baik baginya.

"Jadi apa keputusan mu sekarang, Raka!" tanya Anton dengan serius menatap Raka.

"Keputusan ku masih sama dan tidak akan berubah kak! aku mau menikahi kak Gina"

Melihat jawaban sungguh-sungguh dari Raka membuat Mila tersenyum takjub dengan keberanian adik iparnya.

Anton tidak sengaja melirik istrinya yang tersenyum sehingga dia paham apa yang sedang istrinya pikirkan.

"Bagaimana menurutmu Gina?" Anton bersikap serius kembali.

"Aku tidak tahu kak! aku tidak mau membuat hidup Raka berantakan jika dia menikah dengan ku" Gina merasa panik dan menjawab sebisanya.

"Aku tidak masalah kak! aku serius ingin menikahi kakak terlepas dari siapa kakak selama ini"

"Tapi Raka, aku tidak mungkin menikah dengan orang yang tidak mencintaiku" Gina dengan percaya diri karena tahu Raka tidak mencintainya namun hanya bersikap layaknya pria yang bertanggungjawab.

Suasana menjadi memanas karena perdebatan mereka.

"Jika itu alasannya berarti kakak tidak bisa menolak karena aku mencintaimu kak" Raka menatap Gina dengan tatapan penuh cinta.

"Sudah cukup! jangan bohong, aku tidak mau menempatkan mu dalam kesulitan, kamu 3 tahun lebih muda dariku Raka dan aku pernah menikah dengan kakakmu! tidak mungkin kamu menyukai ku apalagi sampai mencintaiku" Gina merasa sedikit kesal.

"Sepertinya kalian butuh waktu bicara berdua! sayang ayo kita keluar sebentar" Mila mengajak Anton pergi agar mereka bisa bicara dengan leluasa.

Mila dan Anton keluar sembari menunggu anak mereka pulang berjalan-jalan dengan pengasuhnya.

"Ibu juga mau ke pasar! kalian bicaralah baik-baik dan ibu harap Gina tidak pergi dari rumah ini, ya"

"Hati-hati dijalan Bu"

Gina merasa bersalah karena membiarkan ibu mertuanya lelah mengurus semuanya sendiri sedangkan biasanya dia yang pergi ke pasar membantunya mengurus pekerjaan rumah tangga.

"Kak! apa aku tidak bisa memenuhi kriteria mu untuk menjadi suamimu? aku tidak tahu harus memulainya dari mana tapi aku juga tidak bisa melupakan perasaan ini begitu saja"

"Tapi pernikahan itu untuk seumur hidup Raka! apa kamu yakin dengan perasaan mu itu? aku bahkan tidak mencintaimu, hanya kakakmu yang aku cintai"

"Tidak masalah kak! aku bisa membuatmu bahagia meskipun kamu tidak mencintaiku tapi seiring berjalannya waktu pasti kakak bisa membuka hati untukku"

"Semua ini sangat berat untukku Raka! hiks.. hiks..aku tidak tahu apa yang harus kulakukan! kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupku saja rasanya sangat sakit! aku tidak mau kamu sedih dan kecewa karena aku tidak bisa memberikan hatiku untukmu" Gina menangis meluapkan apa yang mengganjal di hatinya.

Raka memeluk Gina yang menangis mengingat suaminya.

"Menangislah sepuasnya kak! aku janji akan membuatmu bahagia dan melupakan kesedihan ini" Raka menepuk-nepuk punggung Gina.

Selama ini Gina hanya diam dan mengurung diri tanpa mengatakan apa yang dia rasakan ke orang lain.

Pelukan dari Raka setidaknya menghibur dirinya yang terhanyut dalam kepedihan yang mendalam.

Meskipun dia tidak ingin terlibat lebih dalam dengan Raka namun anehnya Raka bisa membuatnya lebih tenang.

"Percayalah kak, semua kesedihan yang kakak rasakan akan berganti dengan kebahagiaan dan kuharap ada aku di dalam kebahagiaan kakak"

"Kamu seperti orang tua.. hiks.. hiks" Gina ingin tertawa karena sikap Raka membuatnya geli mendengarkan ucapannya bijak darinya tapi dia justru menangis.

Gina mendorong pelan untuk melepaskan pelukan Raka.

"Apa tadi kakak bercanda? syukurlah kalau kakak terhibur! umurku memang lebih muda dari kakak tapi aku lebih dewasa dari kakak! jadi aku pasti bisa menjadi suami yang baik" ucapnya sambil mengusap air matanya.

"Kamu pasti playboy kan? pacarmu pasti banyak" Gina sudah tidak menangis lagi karena Raka.

Raka tidak menyangka Gina menganggapnya seperti itu.

"Haha.. kenapa kakak berfikir seperti itu?" Raka tertawa senang karena Gina mau bercanda dengannya.

"Wajahmu saja seperti itu" Gina tidak berani menatap wajah Raka meskipun mengatakannya.

Raka tidak mengerti maksud Gina mempermasalahkan wajahnya.

"Wajahku? ada apa dengan wajahku kak?" Raka menyentuh wajahnya dengan merasa heran.

"Coba saja kamu bercermin" Gina tidak mau menunjukkan maksud dari ucapannya.

Raka menjadi semakin bingung dengan ucapan Gina namun dia langsung mencari cermin sesuai perintah Gina.

"Tidak ada yang aneh kak" Raka tidak menemukan hal aneh di wajahnya.

"Haha sudahlah.. ternyata kamu tidak sadar bahwa wajahmu tampan" Gina tertawa karena Raka dengan polosnya tidak tahu maksudnya.

Gina kembali ke kamarnya meninggalkan Raka sendirian di ruang keluarga.

"Tunggu kak!" Raka belum selesai bicara tapi Gina sudah pergi.

"Haha.. Ternyata ada untungnya wajah tampan, setidaknya kak Gina bisa tertawa! apa benar wajahku tampan? andai aku lebih tampan dari kak Abi pasti kak Gina lebih mencintaiku"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!