| 10 Mengalir Apa Adanya

Kemilau terdiam sejenak setelah mendengar suara lelaki itu. “Kemilau!” panggil suara berat yang akrab, membuat Kemy dan Surya spontan menoleh ke sumber suara. Di depan pintu kosan kecil itu, seorang pria berpenampilan urakan berdiri dengan wajah penuh tanya.

"Abang?" Kemy berseru sambil berjalan ke arahnya. Raut wajahnya menyiratkan keterkejutan. “Kok datang sekarang? Kirain besok,” lanjutnya setengah mengomel.

Pria itu adalah Cakrawala, kakak laki-laki Kemy yang selama ini lebih banyak menghabiskan waktunya jauh dari Jakarta. Ia menatap tajam ke arah Surya. "Dia siapa?" tanya Cakra, dengan nada yang jelas-jelas tidak ramah.

Surya mengerti situasi yang tengah berkembang. Ia pun turun dari motornya, berjalan mendekat dengan senyum sopan. "Apa kabar, Bang?" tanyanya, sembari mengulurkan tangan untuk berjabat.

Cakra menyambutnya dengan senyum tipis, sekarang dia ingat siapa sosok lelaki yang bersama dang adik. Lalu mencengkram tangan Surya dengan kuat. "Masih hidup, lo?" balas Cakra sinis.

Surya tertawa kecil, walau sebenarnya terasa getir. “Sentuhan kulit gue masih panas, artinya masih hidup, Bang,” sahutnya, berusaha terdengar santai.

“Gue nggak nyangka dunia ini makin sempit,” komentar Cakra datar. Ia melirik Kemy, lalu kembali memaku pandangannya pada Surya. “Lo sering datang ke sini, ya?”

Kemy mendesah panjang, merasa percakapan ini tak ada gunanya. “Baru pertama kali, Bang. Udahlah, masuk aja yuk. Nggak enak kalau kedengaran yang lain,” ujarnya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Namun, sebelum Kemy sempat menarik kakaknya masuk ke dalam, Cakra kembali memfokuskan tatapannya pada Surya. “Udah, sana lo pulang! Ngapain lama-lama di sini?” usirnya tegas.

“Kan nggak baik ninggalin cewek sendirian. Bisa jadi fitnah,” balas Surya asal, mencoba menggoda Cakra.

“HEH!” Cakra mendekat, wajahnya penuh amarah. “Gue ini abang kandungnya, ngerti nggak lo?!" bentaknya. "Jangan ngada-ngada!"

Kemy akhirnya melangkah maju, menginterupsi sebelum suasana makin panas. Ia melemparkan senyum tipis pada Surya. “Makasih, Mas, udah repot-repot antar aku. Tapi untuk mampir, lain kali aja ya,” katanya halus namun tegas.

Surya mengangguk kecil, menyadari dirinya tak bisa berbuat lebih. “Ya udah, aku pamit dulu,” ujarnya. Tapi di dalam hati, ia merasa seperti ada yang hilang saat punggung Kemy menghilang di balik pintu kosan.

...----------------...

Hari-hari berlalu dengan lambat bagi Kemy. Semenjak insiden di bioskop, ia memilih menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. Setiap malam, ia duduk berjam-jam di depan laptopnya, mengetik tanpa henti. Novel yang tengah ia garap akhirnya rampung. Ini adalah pekerjaan terakhirnya di Mediacore, atau begitulah ia berharap.

Namun, siang itu segalanya berubah ketika ia dipanggil ke ruangan Dipta. Nama lelaki itu saja sudah cukup untuk membuat perutnya mual. Tapi apa boleh buat, pekerjaan adalah pekerjaan.

Ia mengetuk pintu, lalu masuk setelah mendapat izin. Di balik meja besar itu, Dipta tersenyum seperti biasa,manis, tapi bagi Kemy kini terasa penuh kebohongan.

“Hai, Kem …” sapa Dipta lembut.

"Halo, Mas Dipta. Ada apa ya?" tanya Kemy langsung, mencoba mengurangi basa-basi.

Dipta mengangkat alis, sedikit terkejut dengan nada dingin Kemy. “Kamu nggak apa-apa? Aku coba hubungi kamu, tapi nomor kamu nggak aktif.”

“Oh, ponselku hilang,” jawab Kemy singkat.

“Hilang? Kapan?”

“Minggu,” jawab Kemy tanpa ragu, meskipun itu bohong. Ia hanya mematikan ponselnya sejak hari ia melihat Dipta bersama wanita lain.

“Pas kamu lagi keluar sama teman-teman kamu?” tanya Dipta mencoba memastikan, suaranya terdengar canggung.

Kemy mengangguk tanpa minat. “Iya, pas antre beli tiket, tahu-tahu hilang. Ya udahlah, mau gimana lagi.”

Dipta terlihat lega, tapi Kemy tahu persis apa yang sedang ia sembunyikan. Lelaki itu jelas gugup, takut Kemy mengetahui pengkhianatannya.

“Kalau gitu, aku belikan ponsel baru aja, ya?” tawar Dipta, seolah ingin memperbaiki keadaan.

“Enggak usah, makasih,” balas Kemy cepat. Ia menatap Dipta, mata mereka bertemu. Dulu, tatapan itu membuatnya merasa dihargai. Sekarang, hanya rasa jijik yang muncul.

“Oh, oke ... sebenarnya aku manggil kamu ke sini buat ngomongin ini,” Dipta berdeham, mencoba mencairkan suasana. Ia menyerahkan sebuah map. “Kamu terpilih jadi editor utama untuk proyek novel horor di situs Miss Dis.”

Miss Dis. Situs itu adalah gagasan Kemy sendiri, tempat kisah-kisah horor fiksi maupun nyata dipublikasikan. Tawaran itu seharusnya membuatnya bahagia, tapi tidak kali ini.

Kemy menatap map itu tanpa antusiasme. "Maaf, aku nggak bisa," jawabnya akhirnya.

Dipta terlihat bingung. "Kenapa? Bukannya ini yang kamu mau?"

Kemy mengangguk kecil, lalu menghela napas panjang. “Iya, dulu aku mau. Tapi sekarang ... aku rasa ini bukan tempat yang tepat untuk aku lagi.”

Dipta terdiam. Wajahnya berubah, dari bingung menjadi serius. “Kemy, kamu nggak bisa ninggalin Mediacore begitu aja, kontrak kita masih beberapa bulan lagi.”

Hati Kemy menjadi pahit saat Dipta mempertahankannya dengan alasan sebuah kontrak kerja.

“Aku tahu. Tapi aku juga tahu apa yang terbaik untuk aku, Mas Dipta,” jawab Kemy, kali ini lebih tegas.

Dipta mencoba berbicara lagi, tapi Kemy sudah berdiri. “Aku pamit dulu. Terima kasih atas semuanya.”

Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah keluar dari ruangan itu. Setiap langkah terasa seperti melepaskan beban, sedikit demi sedikit.

...----------------...

Malam Itu

Kemy duduk di balkon kecil kosannya, memandangi langit malam yang gelap. Pikirannya kembali ke semua yang terjadi beberapa hari terakhir, Surya, Cakra, Dipta, dan keputusan yang baru saja ia buat.

Ia tahu langkahnya akan sulit. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa bebas.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, nomor yang tak dikenal muncul di layar. Setelah ragu sejenak, Kemy mengangkatnya.

“Halo?”

“Kemilau?” Suara berat itu langsung dikenali Kemy. Itu Surya.

“Mas Surya? Kok tahu nomor baru aku?” tanyanya heran.

“Aku punya cara,” jawab Surya santai. “Aku cuma mau bilang, kalau kamu butuh apa-apa, aku selalu ada.”

Kemy tersenyum kecil, meskipun Surya tidak bisa melihatnya. “Makasih, Mas. Aku hargai itu.”

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Kemy merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Rita Riau

Rita Riau

bagus Kem,,,, aq salut padam mu tegas dan lugas.,,,membahagia kan diri sendiri lebih penting,,,krna dgn bahagia dgn mudah berkerja,,,

2024-03-17

0

Rhiika

Rhiika

nunggu up kak

2024-02-25

1

Ayu Kerti

Ayu Kerti

semangat kim

2024-02-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!