| 9 Pelan-pelan Aja

"Kamu sengaja deketin aku karena sebenarnya suka sama Kely 'kan?"

Pertanyaan itu seperti guratan tajam yang menyayat hati Surya. Semua yang sudah disimpannya begitu lama terasa tumpah begitu saja. Ia merasa kebingungannya mencapai puncaknya. Tapi, Kemy sudah terlanjur melontarkan kalimat itu dengan penuh amarah, dan Surya tak bisa menanggapi dengan kalimat yang menyenangkan.

"Nah, itu ngerti. Lagian siapa sih yang mau jalan sama cewe yang bentukannya mirip anak SD begini? Yang ada nanti aku dikatain lagi bawa jalan-jalan adekku, bukan pacarku!"

Kata-kata itu mengingatkan Surya pada masa lalu yang kini terasa begitu berat diingatkan. Masa di mana ia berbuat semena-mena terhadap Kemy. Semua kata-kata kasar yang dulu ia lontarkan, seolah kembali menghantui. Tak ada yang bisa ia banggakan dari diri sendiri setelah mengingatnya.

Surya menunduk, menahan penyesalan yang mengalir begitu deras. Tapi saat itu, Kemy malah menghadapnya dengan ekspresi yang penuh kebencian. Surya merasa semakin terperangkap dalam rasa bersalah, merasa sangat kecil di hadapan wanita itu.

"Kalo mau putus, ya putus aja. Jangan ngatain aku kaya gitu! Kamu sama aja ngehina Tuhan yang udah nyiptain aku."

Kata-kata itu seperti tamparan keras di wajahnya. Surya merasa benar-benar tersudut. Ia tahu, ia telah menjadi lelaki yang begitu pengecut dalam menghadapi Kemy, wanita yang seharusnya ia hargai. Ia memutuskan untuk tidak menyerang balik, memilih diam, dan membiarkan kalimat itu meresap ke dalam hatinya.

Terlebih, terlintas dalam pikirannya sebuah kejadian lama yang menjadi dasar dari segalanya. Saat keduanya masih duduk di bangku SMP. Saat itu, Kemy pernah mengingatkannya tentang sesuatu yang tak pernah benar-benar ia sadari.

Seharusnya Uya tidak perlu menyerang fisik Kemy yang sebenarnya adalah tipe idealnya Uya.

Benar, Surya selalu menyukai wanita dengan perawakan kecil seperti Kemy. Bahkan, tak ada satupun wanita bertubuh mirip Kemy di sekitarnya yang bisa menarik minatnya. Mungkin hanya Kemy yang membuatnya merasa begitu tertarik dan penuh rasa ingin tahu. Tapi, kenapa ia harus menyerang wanita itu dengan kata-kata yang menyakitkan? Hanya untuk mendapatkan perhatian?

Surya merasa frustrasi. Kenapa ia bisa sebodoh itu? Apa yang salah dengan dirinya? Mengapa ia merasa begitu sulit untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya?

Kenyataan itu membuat Surya merasa semakin bingung. Ketika Kemy mengungkapkan trauma yang ditimbulkan oleh perkataan kasar Surya di masa lalu, ia merasa sangat terpukul. Bagaimana bisa ia, yang dulu begitu dekat dengan Kemy, malah menjadi sumber luka bagi wanita itu?

Ia terdiam sejenak, mencoba menyusun kata-kata yang tepat untuk menjelaskan semuanya. "Aku tau bahwa permintaan maafku sudah sangat terlambat, Kemilau. Tapi aku benar-benar minta maaf atas semua ucapan dan tindakanku selama ini," kata Surya dengan suara penuh penyesalan. "... dan aku harap, aku masih bisa memperbaiki sikap bodohku yang sudah membuat kamu terluka sampai sejauh ini," lanjutnya, suaranya terdengar begitu putus asa.

Kemy yang duduk di depannya, memandangnya dengan mata yang penuh kebingungan. Surya bisa merasakan betapa sulitnya bagi Kemy untuk mempercayai kata-kata itu. Tidak hanya sekali, tetapi berulang kali Surya telah mengecewakan Kemy, dan kini, ia berharap agar Kemy bisa menerima permintaan maafnya.

"Aku terima permintaan maaf kamu," kata Kemy akhirnya, membuat Surya terkejut dan seakan tak percaya. "Sungguh!" Kemy menegaskan, namun nada suaranya terdengar begitu datar, seakan tak ada lagi emosi yang tersisa.

Tapi saat Kemy mulai berbicara lagi, Surya merasakan luka yang lebih dalam. "Seharusnya aku enggak mengkambing hitamkan kalimat kamu untuk menutupi kebenaran. Semua yang kamu bilang, bener kok. Aku memang enggak menarik. Terbukti Mas Dipta yang mengkhianatiku dengan perempuan yang fisiknya jauh banget dibanding aku yang begini," kata Kemy, dan ia tertawa miris, membuat hati Surya serasa terperosok lebih dalam.

Surya menunduk, tak tahu bagaimana cara merespon kalimat yang begitu pedih itu. Semua yang Kemy katakan benar, dan Surya merasakan keperihan itu seolah mengoyak bagian terdalam hatinya. Bagaimana bisa ia, yang dulu berbuat semena-mena, kini melihat Kemy yang terluka begitu dalam?

Dengan keberanian yang tak terduga, Surya meraih jemari Kemy yang terulur di atas meja, menggenggamnya dengan penuh perasaan.

"Kamu salah Kemilau. Kamu ... kamu menarik apa adanya kamu. Cerianya kamu, semangatnya kamu, dan ... penampilan kamu yang sangat pas ... di-mata aku," kata Surya, menatap Kemy dengan malu, berusaha meyakinkan wanita itu meski kata-katanya terasa sulit keluar. "A-aku tau bahwa perkataanku terdengar seperti bullshit. Tapi ... dimata aku, sungguh, kamu sangat menarik," lanjutnya dengan rasa malu yang memuncak.

Mungkin, Surya tahu apa yang ia katakan kini terdengar seperti omong kosong. Tapi yang sebenarnya ia rasakan jauh lebih kuat dari itu. Ia merasa Kemy adalah sosok yang sangat menarik, dalam segala hal yang dimilikinya. Surya tahu, ia tak bisa memaksa Kemy untuk merasa sama, namun ia ingin Kemy tahu perasaannya yang sebenarnya.

Namun, Kemy menarik tangannya dari genggaman Surya dan tertawa sumbang. "Kita baru ketemu lagi, dan itu juga baru beberapa kali. Tapi kamu udah bilang aku menarik?" Kemy menatap Surya dengan tatapan tak percaya, seakan ia tak bisa menerima kata-kata tersebut.

"Kamu enggak perlu sampe sebegininya. Tenang ... aku udah bisa menangani perasaanku sendiri. Aku memang sempat sakit hati dengan perlakuan kamu, terlebih sahabat kamu itu. Tapi untungnya aku punya pakem sendiri untuk enggak menaruh rasa lebih sama kaum sejenismu. Tapi ... makasih buat ucapan kamu yang bilang aku menarik. Aku anggap ... kamu lagi menjilat ludahmu sendiri," kata Kemy dengan tenang, namun kalimat itu menyayat hati Surya lebih dalam dari sebelumnya.

Surya merasa benar-benar menjijikan. Ia tahu ia pantas diberi label itu. Namun, kata-kata Kemy yang mengatakan bahwa ia "menjilat ludah sendiri" membuatnya merasa lebih rendah dari sebelumnya.

Namun, Surya tahu bahwa sekarang bukan waktunya untuk membela diri. Jika ia mengungkapkan alasan sebenarnya mengapa ia dulu bersikap begitu kasar, Kemy mungkin hanya akan menganggapnya membela diri, atau bahkan mengolok-oloknya. Dan setelah apa yang terjadi dengan Dipta, Surya tahu bahwa Kemy membutuhkan waktu untuk sembuh dari luka terakhirnya.

Dengan berat hati, Surya menahan diri. Biarlah waktu yang berbicara, dan ia akan berusaha mendekati Kemy secara perlahan.

"Nasib perempuan melarat dengan fisik dibawah standar, begini banget ya?! Aku jadi mikir sih ... bagaimana bisa laki-laki sesempurna sahabat kamu itu suka sama modelan cewe kaya aku! Sial banget sih takdir aku!" Kemy berkata dengan senyum dipaksakan, seolah meremehkan dirinya sendiri.

Surya ingin sekali menyatakan bahwa ia adalah orang yang layak untuk Kemy, tapi ia tahu, itu bukan saatnya.

"Kemilau!" panggil Surya dengan nada serius.

"Apa, Mas Surya?" Kemy menjawab dengan nada sinis. Tapi Surya menerima berbeda: ada debaran aneh saat mendengar sematan-Mas dari bibir Kemy.

"You deserve better. Aku yakin Dipta lah yang enggak layak buat kamu!" kata Surya, meski ia hanya ingin menggenggam hati Kemy dengan kata-kata itu.

Namun, ia tahu, semuanya harus dilakukan dengan perlahan. Tidak bisa terburu-buru. Kemy masih terluka, dan Surya harus bersabar.

"Udahlah. Aku mau pulang. Aku butuh menetralkan pikiran. Besok aku harus menghadapi kenyataan," ujar Kemy, berdiri dan melangkah menuju pintu.

"Aku antar," jawab Surya yang langsung ikut berdiri. "Aku cuma mau tanggung jawab karena udah bawa kamu ke antah berantah," tambahnya dengan ringan, meskipun hatinya penuh kekhawatiran.

"Eh, ya ampun. Aku nggak sadar dibawa kamu sejauh ini," Kemy mengeluarkan suara kaget saat menyadari betapa jauh perjalanan mereka.

"Oke deh. Aku terima niat baik kamu," sahut Kemy akhirnya, dan Surya merasa lega, setidaknya ada sedikit kepercayaan dari Kemy.

...----------------...

Sekitar 45 menit kemudian, Surya berhasil mengantar Kemy pulang. Perjalanan mereka terasa melelahkan, ditambah kemacetan yang mendera. Keduanya bahkan sempat ditilang polisi karena Kemy tidak mengenakan helm.

"Gila banget sih! Aku baru pertama kali loh ditilang Polisi gitu. Deg-degan masuk penjara tau, Mas," Kemy berkata sambil tertawa.

Surya hanya bisa tertawa ringan, merasa sedikit lebih santai setelah peristiwa tadi. "Untung bisa pake uang damai kan?" timpalnya. "Lain kali aku prepare helm deh, biar enggak kaya tadi. Biar kamu aman juga, rambut kamu jadi acak-acakan begini."

Dengan iseng, Surya membenahi rambut Kemy yang kusut, jemarinya bergerak lembut mengatur helai-helai rambutnya. Kemy terlihat tidak menyadari perhatian kecil itu, dan Surya merasa hatinya sedikit lega.

Namun, sebelum mereka melanjutkan percakapan, sebuah suara memanggil dari kejauhan.

"Kemilau!"

Panggilan itu familiar. Keduanya menoleh, dan di sana, berdiri seorang lelaki yang tak asing bagi Kemy.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Rita Riau

Rita Riau

si Dipta di depak aja,,, dan manggil itu berkemungkinan si pacar lucknut itu

2024-03-17

0

Itha Mustika

Itha Mustika

nah looo... siapa noh yg manggil kemmi??? jangan bilang dipta.... bisa jadi lempar batu smbunyai tangan noh klo bner si dipta..... triak selingkuh padahal dya sndri nyosor kayak soang ma mantan.....
tpi moga ajj kk ny kimmi lah tor.....
semangaaat kk if... d tnngu klanjutannya

2024-02-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!