| 2

Punggung besarnya tercetak samar dari balik balutan jaket hitam ber-hoodie. Cukup kekar dan simetris. Begitulah pandangan Kemy yang berada dibelakang orang itu. Jemarinya yang besar terasa dinging saat melahap jemari kanan Kemy, Kemy jadi teringat genggaman ayahnya saat dia masih kecil,

dan alasan yang membuat jantung Kemy berdegup cepat sedari tadi adalah langkah kaki pria itu yang terlalu lebar, dan hal itulah yang menyebabkan Kemy tidak sanggup lagi mengikuti langkah berlari dari orang yang serasa menyeretnya.

"Hehheeiih ... tungh-gu ... hah! Akuh ... aku nggak kuath ...." Kemy terengah-engah sambil membungkukkan tubuhnya. Rasanya yang dia butuhkan sekarang adalah selang tabung berikut oksigennya.

Ini adalah pertama kalinya Kemy dipaksa lari secepat itu. Bahkan saat dia melakukan lari di treadmill pun dirinya tidak pernah menyetel dengan kecepatan penuh. Gila ini sih. Darah Kemy serasa naik semua ke atas kepalanya. Panas.

"Belum satu kilometer udah nyerah!"

Seketika Kemy membeku mendengar perkataan yang sarat akan meremehkan dirinya dari mulut orang yang sudah menariknya lari secepat itu. Dengan wajah merah lelahnya, akhirnya Kemy berdiri tegak dan menatap wajah orang asing didepannya.

Aduh!

Seketika leher Kemy terasa sakit karena mendongak terlalu tajam.

"Tiang apa orang sih!" gerutunya dalam hati saat melihat seberapa tingginya orang ber-hoodie itu.

"Satu kilometer? Heh, kamu pikir kita lagi apa?! Maraton?!" bentak Kemy dengan kepala mendongak penuh. Napasnya sudah mulai stabil.

"Lagi selamatin kamu dari marahnya 'simpanse yang lagi enak-enaknya kawin' malah digangguin," timpal sosok jangkung itu.

Kemy mengerutkan alisnya mendengar perkataan santai penuh vulgar dari lelaki yang wajahnya belum jelas terlihat. Cahaya bulan tepat dibelakang kepala orang itu, alhasil gelap semua.

"Gila! Ngapain juga pake selamatin aku. Biar aja mereka tau bahwa ada orang yang liat kelakuan dua manusia itu. Biar mereka malu sekalian," tantang Kemy dengan meluap-luap.

"Kemy ...," Tiba-tiba suara yang begitu familiar terdengar memanggil nama wanita itu. Kemy pun lekas menoleh dan mendapati sang kekasih yang sedang berjalan ke arahnya. "Ngapain kamu disini?" selidik Dipta dengan dahi mengernyit.

Wajah Dipta yang terlihat tidak suka disertai tatapan matanya yang mengarah pada lengan kanan Kemy membuat wanita itu baru sadar. Ternyata dia dan orang ber-hoodie hitam itu masih saling mengaitkan tangannya. Lebih tepatnya sih tangan Kemy yang di genggam.

"Eh!" Kemy menarik paksa tangannya agar lolos. "Loh, i-ini ... dimana?" Suara Kemy terdengar semakin sayup. Dia juga tidak tau ada dibagian Villa sebelah mana saat ini.

"Katanya mau ke kamar mandi?" tegur Dipta bak seorang penyelidik.

Nah kan, Kemy juga baru sadar bahwa alasan ke kamar mandi hanyalah kiat dia menghindari ketidaknyamanan pada orang-orang baru didalam sana.

"Se-sebenerya aku ...," ujar Kemy tergagap. Wanita itu gugup karena sudah berbohong.

"Dia, cewe Lu?"

Pertanyaan ini terlontar untuk Dipta dari orang ber-hoodie hitam itu.

Dipta tak lekas menjawab, dia memperhatikan dengan sesama siapa orang disebelah kekasihnya. Tidak mungkin penjaga Villa kan? Terlalu keren untuk sebuah jaket yang Dipta tau berapa label harganya.

"Astaga! Lu, Uya?!" Dipta menebak. Dan orang yang dipanggil Uya langsung membuka hoodie yang sedari tadi menutupi kepalanya. "Gua pikir lu nggak bakal dateng karena sibuk parah kaya taun taun sebelumnya. Whats'up bro?" sapa Dipta antusias sambil menepuk bahu Uya.

"Ya beginilah kabar gua. Terjebak sama ...," Uya melirik jahil ke arah Kemy yang terlihat membatu. "Mantan," lanjutnya dalam hati.

...----------------...

Suasana pekarangan belakang Villa terlihat ramai malam ini. Padahal hampir tengah malam, akan tetapi obrolan dari para lelaki yang tidak lain adalah teman-teman Dipta saat berkuliah dulu semakin seru. Walau hanya ber-tujuh, akan tetapi atmosfer yang dipancarkan mereka terasa menggelora. Mungkin karena obrolannya nyambung.

Lain halnya dengan Dipta and the gank yang semakin asik. Kemy malah terasing dari kumpulan cewek dengan body goal yang duduk berkelompok. Lagi pula apa yang wanita-wanita cantik itu obrolkan tak Kemy pahami. Kemy pun tak mau ambil pusing.

Satu hal yang kini mengganggu benak Kemy adalah nama 'Uya' yang tadi Dipta kenalkan sebagai salah satu sohib terdekatnya, sampai-sampai pencarian kedua sosok yang tadi sembarangan bercinta di sofa balkon atas menguap begitu saja dari benak Kemy.

"Kamu bosen ya?" Suara Dipta yang terdengar khawatir membuat Kemy tersenyum. Sejak kapan kekasihnya itu berpindah duduk disebelahnya.

"Kayanya ... aku emang nggak bakat membaur deh, Mas. Maaf ya, pasti mereka lagi ngomongin pacar kamu yang aneh ini," gumam Kemy merasa malu pada sikap kakunya.

Dipta yang melihat ketidaknyamanan di wajah kekasihnya langsung mengulurkan tangan untuk membelai rambut hitam Kemy sambil menyelipkannya ke belakang telinga wanita itu. Semilir angin malam ini membuat rambut Kemy sedikit berantakan.

"Aku yang minta maaf, malah asik ngobrol sendirian," timpal Dipta.

Benar juga sih, seharusnya kalau mau bertemu teman lama untuk kumpul-kumpul dan bernostalgia sebaiknya tidak usah membawa pasangan. Akan canggung jadinya, apalagi jika pasangannya tipe seperti Kemy yang sulit akrab dengan orang baru.

"Aku ke kamar duluan sopan nggak sih, Mas?"

"Kamu ngantuk?"

Sebenarnya Kemy sama sekali belum mengantuk, wanita itu terbiasa begadang menyelesaikan ketikan naskah cerita yang dia rekam lewat aplikasi di ponselnya.

Kemy adalah seorang penulis cerita horor di Web online yang diprakarsai oleh Dipta, yaitu Mediacore, situs berita dan hiburan online yang sedang naik daun.

"Belum sih, tapi aku mau kelarin bab tiga puluh buat di up lusa," beritahu Kemy.

"Ah bener. Kamu butuh konsentrasi. Peminat cerita horor kamu makin banyak sekarang. Ya udah, aku anterin kamu ke kamar,"

"Nggak usah, Mas. Aku eggak enak sama temen-temen kamu. Udah akunya nggak nimbrung, eh kamu malah pergi nganterin aku," seloroh Kemy. Gadis itu benar-benar sungkan.

...----------------...

Setelah terbebas dari zona asing. Kemy pun seperti mendapat kembali ruangannya. Ruang sendiri yang hanya ada dia saja. Malam ini Kemy butuh itu untuk menyelesaikan naskah ceritanya.

Mengiyakan ajakan Dipta untuk ikut ke pelosok Bandung sebenarnya hanya untuk menyegarkan otak saja. Dia butuh relaksasi mata melihat keindahan alam lain dari kondisi macetnya Ibu Kota. Intinya Kemy butuh suasana baru.

Andai saja para wanita yang dibawa oleh pasangan teman-teman Dipta satu frekuensi dengannya dalam hal tema obrolan, mungkin Kemy tidak akan sebosan ini. Dia merasa payah sekarang, karena tidak bisa mengikuti pembicaraan diluar topik andalannya; hal gaib atau tragedi pembunuhan. Kecuali Ara dan Kanya yang selalu bisa mengangkat topik random tanpa harus membuat Kemy terbengong-bengong karena merasa tidak nyambung.

Ah, Kemy jadi tidak sabar untuk bertemu kedua sahabatnya seminggu lagi.

"Masih minderan?"

Suara yang kini mulai familiar sejak kejadian memergoki sepasang simpanse jadi-jadian, kembali terdengar menyindir.

Uya. Kemy yakin orang itu adalah Uya yang Dipta kenalkan sebagai sohib paling dekat. Dan sosok itu pula yang masih mengganggu pikirannya sejak tadi. Kemy seperti tidak asing. Akan tetapi Kemy pun tidak berani menebak-nebak.

"Maksud kamu apa?" Kemy membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan orang yang Kemy yakini adalah sosok yang dia duga. Si Uya.

Memang ada siapa lagi di balkon itu. Bukan, ini balkon yang berbeda dari balkon yang tercemar tadi. Dan Kemy pastikan dirinya tidak akan menginjakkan kaki di tempat yang sudah membuatnya cukup trauma.

Tiba-tiba Uya mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu yang entah apa.

"Minder merupakan keadaan dimana sesorang merasa tidak percaya diri akan kemampuannya, merasa dirinya rendah dan orang lain lebih tinggi darinya, selalu merasa bahwa dirinya tidak mampu. Thats it! Masa nggak ngerti?!" paparnya setelah meniru perkataan yang Kemy yakini adalah tulisan dari sebuah artikel.

"Yang aku tanyakan ... apa maksud kamu mengatai aku seperti itu! Memangnya kamu tau apa tentang aku? Kenal juga baru!" berang Kemy dengan mata bulatnya yang menatap sinis.

Bukannya menjawab, Uya malah melangkah maju mendekati Kemy dengan seringai menyebalkan. Dan satu lagi, lelaki itu dengan santainya masih menghisap rokok seperti tokoh-tokoh Mafia keji di Netflix.

Kemy sama sekali tak gentar dengan gaya Uya yang menurut Kemy cukup arogan. Terlebih setelah laki-laki itu berhenti didepan Kemy, Uya malah sengaja mengepulkan asapnya tepat diatas ubun-ubun wanita itu,

sialan.

"Kemilau Nu-sae-na."

Uya sengaja mengeja nama Kemy perlahan dengan sedikit cibiran pada kata 'sae' yang bermakna 'bagus atau baik'.

Kedua mata Kemy sontak terbelalak. Dari mana orang ini tau nama aslinya. Masa iya dari Dipta.

"Hai mantan. Long time no see," goda lelaki bernama Uya dengan senyum remeh.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Andy Mauliana

Andy Mauliana

keren nih rajin up dong thor Aku mendukunmu xixixi🤭

2024-02-27

1

Fazrin

Fazrin

Semangat!!

2024-02-11

0

Itha Mustika

Itha Mustika

nah kan ktmu mantan.... dekdekser g tu kimm????

2024-02-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!