Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....

Kumulai menjelajahi waktu belasan tahun yang lalu, menuju zaman ketika Blackberry menjadi telepon genggam termewah dan Facebook menjadi sosial media terpopuler. Demam Kpop baru menyerang Indonesia lewat boyband yang jumlah personelnya melebihi satu tim sepak bola. Orang yang berjoget-joget depan ponsel mereka di tempat umum mungkin akan disangka stress. Kata bucin dan baper pun belum tercipta. Apalagi pelakor.

Aku baru saja menginjakkan kaki ke universitas tempatku menimba ilmu. Sebagai orang baru yang datang dari perantauan luar pulau, tentu saja aku tak memiliki teman maupun kenalan. Namun, berada di lingkungan baru tanpa sanak-saudara ternyata tidak terlalu buruk. Kepribadian orang metropolitan yang apatis, justru membuatku nyaman. Sebab, aku seorang introvert.

Sibuk menjelajahi lingkungan kampus membuatku sadar kalau aku mulai tersesat. Universitas ini terlalu besar. Terlalu banyak bangunan dan jalan-jalan kecil yang membuatku semakin bingung. Sekadar untuk berbalik ke tempat awal pun aku buta arah. Semakin berjalan, yang kudapati malah ruang-ruang kosong yang sepi.

Mataku lalu terarah pada sosok pria yang tengah menyendiri di bawah pohon rindang. Pria itu duduk tenang dengan earphone yang menyumbat telinganya. Matanya terpejam, sedang kedua tangannya bersedekap dengan satu kaki yang berpangku pada paha sebelahnya.

Aku mengumpulkan segenap keberanian untuk mendekatinya. Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Aroma khas parfum lelaki mulai meraba masuk indra penciumanku. Pada langkah kelima menuju ke arahnya, kelopak matanya terbuka seketika. Sepertinya, dia memiliki insting waspada yang kuat.

Aku terpaku sejenak. Mata kami saling bersirobok. Pada saat itu, aku terkesima melihat wajahnya yang rupawan dihiasi sepasang mata yang begitu hidup dan bercahaya. Rahang tegas dan hidungnya yang mancung dan lancip seolah menguatkan kesan maskulin di wajahnya. Hanya menatap matanya, serasa tersedot ke lautan biru yang dalam. Menjadikan mataku tak bisa berpaling darinya.

"Ada apa?" Suara datarnya membangunkan lamunanku.

Aku yang masih membeku, lantas gelagapan. "E ... a ... anu ... mau nanya, Kak. Arah keluar dari sini sebelah mana, ya?" tanyaku sembari mengelus tengkuk leherku tanpa mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang menyejukkan mata.

Pria itu menurunkan earphone yang terpasang di telinganya dengan santai. Lalu berdiri dari duduknya, menghampiriku yang diam terpaku.

"Sebelah sana! Terus aja, nanti belok kiri sebelum ada gedung laboratorium. Jalan terus lagi," tunjuknya sambil berdiri di sampingku dengan jarak yang sangat dekat.

"Makasih, ya, Kak!" ucapku cepat-cepat berbalik karena sedikit gugup.

"Eh, mau diantar, enggak?" tanyanya.

"Hah?" Mataku terbelalak.

"Mau gue temani sampai ke pintu keluar, enggak?" ulangnya.

Aku malah jadi salah tingkah sendiri, sementara dia berjalan mendahuluiku dengan santai.

"Ayo, ikut gue!" ajaknya tanpa menunggu balasanku.

Aku segera mengekornya sambil menatap punggungnya. Postur badannya sangat tinggi, menjadikanku hanya sebatas pundaknya. Gayanya yang cool dan modis, benar-benar merepresentasikan anak gaul ibukota.

"By the way, mahasiswa baru, ya?" tanyanya sambil menoleh ke arahku.

"Iya, Kak."

"Dari mana?"

"Dari Sulawesi, Kak!" Aku terlalu malu menyebut asal kotaku.

"Oh, pantes logatnya beda," ucapnya sambil tersenyum miring.

Aku tidak tahu apakah itu sebuah ejekan atau bukan. Sulit untuk menebak karena aku kurang pergaulan. Yang pasti, senyumnya begitu memikat, hangat, mampu membuat jantungku berdegup-degup tak keruan. Aku tidak mengerti dengan maksud dari detakan jantungku saat ini.

"Ambil fakultas apa?"

"Kedokteran, Kak," ucapku sambil menunduk.

"Sama dong! Mau gue ajak keliling fakultas dulu, gak?"

"Hah?"

Lagi-lagi aku menunjukkan ekspresi gamam hingga tak menjawab ucapannya. Sialnya, dia mampu membuat kakiku terus mengikuti arah langkahnya, seolah mendapat tarikan medan magnet yang kuat.

Dia lalu mengajakku berkeliling area fakultas kedokteran sambil memperkenalkan ruangan-ruangan yang akan sering digunakan, seperti ruang perkuliahan, praktikum, dan laboratorium. Dia juga menjelaskan tentang perkuliahan dan hal-hal umum yang harus diketahui mahasiswa kedokteran.

“Ini ruang BEM FK. Kalo kamu butuh bantuan atau mengalami kesulitan selama proses perkuliahan, datang aja ke sini. Bakal banyak senior yang bantu.”

Aku hanya bisa mengangguk. Dia lalu menggiringku ke sebuah laboratorium. Kami melangkah masuk ke ruangan itu dengan mata yang berkeliling. Dia berhenti tepat di sebuah manekin anatomi tubuh manusia.

"Lo tahu, gak, kenapa gue milih jadi dokter?"

"Hhmm ... karena itu cita-cita Kakak?" tebakku tak yakin.

Dia tersenyum simpul, lalu berkata, "Karena menjadi dokter adalah sebuah kehormatan. Kita diizinkan orang-orang untuk masuk ke aspek yang paling intim dalam hidup mereka," ucapnya dengan jari tangan yang menyentuh setiap organ tubuh dan berhenti pada organ hati.

Dia menoleh ke arahku. Memandang wajahku dengan saksama. Cukup lama. Pada posisi ini, aku tak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa tertunduk dalam untuk menyembunyikan wajahku yang memerah. Tiba-tiba kurasakan belaian tangannya di kepalaku.

Dia tertawa kecil sambil mengusap rambutku. "Kenapa rambut lo penuh daun kering?"

Dia membungkuk, mengintip wajahku yang tengah malu. Tatapannya benar-benar membuatku ingin menenggelamkan diri di saat itu juga.

"Ayo keluar!" ucapnya sambil berbalik meninggalkan ruangan ini.

Aku lantas buru-buru mengekornya. Kami kembali berjalan menuju area yang bukan lagi bagian dari wilayah fakultas kedokteran. Dia mengulurkan tangannya ke arahku secara tiba-tiba. Aku yang tak mengerti hanya bisa mengernyit.

"Tangan lo mana?"

"Heh?"

"Pengen gue genggam."

Aku melebarkan mata sembari meneguk ludah.

"Boleh, ya?" Tanpa menunggu konfirmasiku, dia menarik tangan mungilku, membawanya dalam genggaman jari-jemarinya yang besar.

Kami lalu berjalan menyusuri gang di mana beberapa mahasiswa yang berpenampilan urakan tengah mengobrol. Bau aroma rokok yang pekat langsung menerobos hidungku. Suara siulan lantas terdengar saat kami lewat di hadapan mereka. Aku hanya bisa menunduk sambil bersembunyi di belakang punggungnya. Sementara dia berjalan lurus dengan tangan yang tak lepas menggenggam jemariku.

Sepanjang jalan, aku dapat merasakan jantungku terpompa cepat. Bukan karena mendapat banyak tatapan buas dari para lelaki, melainkan karena baru pertama kali sedekat ini dengan seseorang.

Kepada jantung, tolong jangan bereaksi seperti itu. Aku takut dia bisa mendengar suara detakanmu yang kacau balau ....

"Mereka Mahdi, mahasiswa abadi. Bisa dibilang penguasa kampus. Itu markas mereka. Kalo lo tadinya cuma jalan sendiri, bisa-bisa ditahan sama mereka," jelasnya setelah kami berhasil lolos dari tempat itu.

Genggaman tangannya mulai melonggar secara bertahap, hingga akhirnya jemariku benar-benar terlepas dari tautannya. Meski begitu, mataku belum lepas pandang dari punggungnya yang tegak dan kakiku masih setia menyusuri jejak langkahnya.

Setelah hampir satu jam mengelilingi fakultas kedokteran, akhirnya kami pun harus berpisah begitu dia menerima panggilan telepon dari seseorang. Dia pun mengantarku sampai ke pintu gerbang keluar universitas.

"Boleh minta nomor HP, enggak?" pintanya tiba-tiba.

Mataku melebar seketika.

"Gak boleh, ya? Ya, udah gak papa kok kalo gak mau ngasih," ucapnya sambil menatap lembut padaku.

Tanpa sadar, bibirku langsung berucap, "Nomorku ...."

Dia tersentak saat aku hendak memberitahu nomor ponselku. Ia segera mengambil ponselnya dan mencatat nomor ponselku.

"Disimpan atas nama siapa, Nih?" tanyanya.

“Grittania Zefanya. Ita juga boleh,” jawabku pelan.

Dia terdiam sejenak sembari memandangiku. "Nama lo bagus," ucapnya sambil tersenyum lembut.

Tak lama kemudian, ponselku berdering, aku mengernyit melihat nomor tanpa nama di layar.

"Itu nomor gue. Save, ya!" ucapnya sambil berjalan mundur dengan cepat.

"Eh, mau di-save atas nama siapa?" tanyaku setengah berteriak.

"Tulis aja 'sayang' di situ," teriaknya sambil berbalik.

"Hah?!" Aku tersentak sembari menatap punggungnya yang telah berlalu.

Sejak awal aku tahu, cinta akan datang sepaket dengan luka. Untuk itu, aku tak pernah mau coba-coba merasakan jatuh cinta. Namun, dia menjadi pengecualianku. Untuk pertama kali dalam hidupku, aku merasakan debaran jantung yang tak normal saat berhadapan dengan seorang lelaki. Sulit menampik diri bahwa mulai detik itu, pandanganku selalu tertuju padanya. Punggungnya pun menjadi pemandangan favoritku sejak pertemuan itu.

Terpopuler

Comments

c'ayu💃🌺

c'ayu💃🌺

zaman2 aku masih minjam hp emak bapak buat main hp😅

2024-11-26

1

gyu_rin

gyu_rin

kenapa bau buaya kampus nya nyengat bat inihh 😭 tau aja maba yg masih polos

2024-11-26

0

gyu_rin

gyu_rin

maaf kan daku yg sudah berburuk sangka 😭😭 ternyata kating baek

2024-11-26

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!