Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda

Awalnya ku tak mengerti apa yang sedang kurasakan

Segalanya berubah dan rasa rindu itu pun ada

Sejak kau hadir di setiap malam di hidupku

Aku tahu sesuatu sedang terjadi padaku

Aku jatuh cinta kepada dirinya

Sungguh-sungguh cinta oh apa adanya

Tak pernah kuragu

Namun tetap selalu menunggu sungguh aku

Jatuh cinta kepadanya (aku jatuh cinta_roulette)

Sebuah lagu yang sedang hits di radio manapun tengah mengalun riang dari ponselku. Lagu itu benar-benar mewakili perasaanku saat ini. Masa puberku yang tertunda baru saja dimulai. Saat SMA, ada cukup banyak lelaki yang hendak mendekatiku dengan berupaya mengambil simpatik, tak pernah kupedulikan. Kenapa sekarang berbeda?

Aku memeluk baju ospek yang kupakai hari ini. Rasanya sayang untuk dicuci karena ada bekas tangan kak Evan di sana. Aku lalu mengambil ponselku dan kembali membuka riwayat panggilan tak terjawab beberapa hari yang lalu, kemudian menyimpan nomor tersebut ke kontakku. Awalnya, aku menamakan kontak ponselnya dengan sebutan "Kak Evan", tapi aku buru-buru menghapusnya kembali sambil teringat ucapannya waktu itu.

"Tulis aja 'sayang' di situ."

Atas ingatan itu, aku menamakan kontak ponselnya dengan sebutan 'sayang'. Aku langsung menenggelamkan wajahku di kasur begitu nomor itu berhasil tersimpan. Senang dan malu berkumpul menjadi satu. Membayangkan kembali wajahnya, membuatku rindu ingin bersitatap dengannya lagi. Aku sampai menghentak-hentakkan betis di kasur tipis merasakan cinta yang kian membuncah.

"Halo ... halo ...."

Tunggu! Kenapa aku seperti mendengar suara kak Evan? Jangan-jangan aku sudah berhalusinasi! Jangan bilang, jatuh cinta benar-benar membuat kita menjadi gila!

Pendengaranku semakin kupertajam untuk menepis prasangka sendiri.

"Halo ... Ita ...." Suara lelaki itu kembali terdengar.

Aku mengangkat kepalaku dengan cepat. Tanganku menutup mulut yang langsung ternganga saat melihat layar ponsel yang menyala. Mengapa aku bisa melakukan panggilan ke nomor kak Evan?

"Ita?" Dia menambah intonasi suaranya.

Bagaimana ini? Aku kalang kabut di kamar kosku sendiri. Bahkan sampai menyembunyikan kepalaku ke dalam sarung bantal. Sementara dia terus memanggilku melalui saluran telepon.

"Halo ... Ita ... Grittania Zefanya kamu baik-baik aja?"

Aku langsung membuka sarung bantal yang membungkus kepalaku saat dia memanggil nama lengkapku dengan nada yang penuh kekhawatiran. Dengan ragu-ragu, aku mengambil ponselku lalu menempatkannya di telinga.

"Hallo ...."

"Ita? Kamu dengar aku?"

"Iya ...."

"Kamu di mana sekarang?" tanyanya cemas.

"Aku di kos."

"Kamu baik-baik aja?"

"I–iya. Maaf ... tadi aku tidak sengaja nekan tombol panggilan," ucapku lambat-lambat.

Aku mendengar helaan napas leganya. "Kirain ...."

"Maaf udah ganggu ...."

"Gak papa kok. Itu tandanya kamu benar-benar save nomor aku."

Ada beberapa detik terlewati tanpa suara sama sekali. Aku sampai kembali mengecek layar, memastikan dia masih dalam jangkauanku.

"Halo ...." Kami sama-sama mengucapkan itu.

"Lagi ngapain?" tanyanya.

"Lagi ... a ... e ... lagi istirahat."

"Ya, udah kalo gitu. Istirahat aja. Pasti capek banget, kan, seharian? Good night!"

Dan telepon pun terputus ....

Padahal aku masih ingin mendengar suaranya. Aku membentur-benturkan kepalaku di atas bantal. Seharusnya, aku tak menjawab seperti itu agar dia terus mengobrol denganku. Tapi ... tak apalah! Dengan begitu ini aku tidak terlihat sedang mengharapkannya.

***

Hari pertama kuliah pun tiba. Aku mempersiapkan diri sejak pagi tadi. Berdiri di depan cermin, aku memoles wajah seadanya dengan memakai bedak tipis-tipis dan mengusapkan lipgloss pink di bibirku yang kecil dan penuh. Rambutku yang panjang dengan poni depan yang menyamping kusisir rapi dan biarkan tergerai begitu saja.

Aku melangkahkan kaki memasuki salah satu universitas prestisius di negara ini. Menjadi mahasiswa kedokteran bukan hal yang mudah. Orang bilang masuknya saja sudah susah, kuliahnya susah, apalagi lulusnya nanti. Lebih susah!

Sudah bukan rahasia umum lagi kalau fakultas kedokteran diisi anak-anak dengan latar belakang orangtua yang kaya. Jika dari daerah, setidaknya dia adalah anak juragan atau pemilik sawah di desanya. Itulah yang membuatku sedikit minder ketika pertama kali bertemu dengan teman-teman seangkatanku. Ditambah lagi aku tak bisa menghilangkan aksen daerahku yang khas. Walaupun begitu, secara fisik dan rupa aku tak kalah dari gadis-gadis ibukota. Sebab, aku berasal dari daerah yang sukunya dikenal sebagai salah satu penyumbang visual tampan dan cantik di negara ini.

Sebelum memasuki ruang kelas, aku sengaja berkeliling fakultas terlebih dahulu. Berharap, mungkin aku bisa bertemu kak Evan atau sekadar melihatnya dari jauh. Sayangnya, hingga sudah mengitari gedung fakultas pun, aku tak melihatnya. Apa mungkin dia belum datang? Mengingat, aku tiba di kampus terlalu pagi. Entahlah ...

Akhirnya, aku pun memutuskan masuk ke kelasku. Aku sedikit gugup dan takut. Kulihat beberapa teman sekelas telah akrab satu sama lain. Hanya aku yang masih belum memiliki kenalan apalagi teman. Aku mengambil tempat duduk di pojok paling belakang.

Seorang teman lelaki datang mendekat, duduk di hadapanku dalam posisi terbalik. Wajahnya cukup tampan dengan gaya fashion ala Pasha Ungu yang saat ini menjadi trendsetter kalangan pemuda.

"Nama lo Gritta, kan?"

Aku mengangguk pelan.

"Gue Andrian." Dia mengulurkan tangannya.

Aku menyambut uluran tangannya dengan menampangkan wajah datar. Dia kemudian mengobrol denganku, sekadar meninggikan diri agar terlihat keren. Aku hanya terus diam tanpa berkata apa-apa. Tak lama kemudian, dia pergi dan kembali bergabung dengan kawan-kawan lelaki.

Sayup-sayup, kudengar pembicaraan antar mereka.

"Enggak ada ngomong apa-apa. Bisu kali!" cela lelaki tadi dengan nada kesal.

Teman-temannya pun lantas tertawa.

"Selama ospek gua juga gak pernah dengar dia ngomong!" sahut temannya yang lain.

"Kalo gak bisa ngomong, gimana kalo mau nanya ma pasien?" imbuh lainnya sambil tergelak.

Aku meremas kertas catatanku. Sebenarnya, aku juga ingin mengobrol santai seperti kawan-kawan lainnya. Namun, aku tidak tahu bagaimana cara memulainya. Selain itu, aksen bahasaku yang berbeda dari mereka, membuatku sedikit tak percaya diri untuk berbicara.

"Selamat pagi wahai calon-calon dokter!" Suara bariton seseorang membuatku tersentak.

Sempat mengira dosen, ternyata yang datang adalah Arai. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini dia tampak lebih bersih dan rapi. Kehadirannya, disambut senang oleh seisi kelas kecuali aku yang langsung tergemap dan menundukkan kepala. Tentu saja aku masih malu dengan kejadian di balkon waktu itu.

"Arai, lo keren banget hari ini!" puji perempuan di kelasku.

"Ternyata elo tahu bergaya juga, ya! Style lo dah kek ketua BEM kita, Bro!" imbuh salah satu laki-laki.

"Maklum, aku kan sudah jadi anak Jakarta," ucap Arai penuh canda.

Jika aku introvert, maka Arai adalah kebalikanku. Dia sangat supel, riang dan tidak minder meski aksen Melayunya terkadang menjadi bahan olok-olokan teman-teman. Untuk seseorang yang mengaku datang dari sebuah desa di pulau kecil, dia sangat hebat karena bisa beradaptasi dengan anak muda ibukota. Aku sangat ingin memiliki sifat seperti itu.

Tiba-tiba salah satu dari perempuan berceletuk. "By the way, gue semalam nemu akun FB-nya kak Evan."

"Serius?! Apa nama akunnya?" tanya para perempuan.

Mendengar mereka menyebut nama kak Evan, aku pun segera menoleh. Sialnya, tatapanku langsung tertuju pada Arai yang juga menatapku dengan menelisik. Aku lantas buru-buru menunduk dengan badan setengah membungkuk bahkan membiarkan sebagian rambutku menutupi wajah agar tak terlihat olehnya. Mirip seperti Sadako, hantu lagendaris Jepang yang keluar dari sumur.

Gawat, dia mendekat ke arahku. Apa yang harus kulakukan?

.

.

.

Gays, sampai chapter ini kalian pilih siapa? Evan atau Arai?

Terpopuler

Comments

gyu_rin

gyu_rin

jujur evan karena misterius kalo arai aura nya best friend asik bgt 😭

2025-02-28

0

Ve

Ve

Evan 🥰
Arai itu tipe sobat bgt 😁

2025-02-23

1

✨️ɛ.

✨️ɛ.

wah jangan salah, Ta.. justru kampus inceran no.1 itu penghuninya kebanyakan dari berbagai daerah..

2024-11-22

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!