Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan

Warning! Bab nanas, yang gak nyaman silakan skip

.

.

.

Terpaku. Aku sepenuhnya kehilangan kemampuan motorikku. Hening pun menyergap saat bibirnya mengunci bibirku. Hanya mengecup, tidak lebih. Namun, kecupan ini sedikit lebih lama dari yang pertama kali ia lakukan padaku.

Setelah beberapa detik, ia melepaskan ciumannya dan sedikit menjauhkan wajahnya dariku. Matanya yang sayu menatap lamat wajahku yang menegang.

"Aku masih pengen bareng kamu lebih lama. Boleh?" tanyanya dengan pandangan yang melembut.

Aku bergeming dan sudah lebih dulu membeku. Lidahku mendadak kelu. Sepertinya dia menganggap diamku menjadi sebuah jawaban untuknya. Dagunya pun terangkat dengan perlahan.

Kontak mata kami kembali terputus kala bibirnya menjatuhkan kecupannya di keningku. Lembut. Sangat lembut. Dari kening, bibirnya yang hangat itu bergeser ke bawah, mengecup pangkal hidungku. Pelan. Sangat pelan. Dari hidung, bibir itu kembali berlabuh ke sudut bibirku. Kembali menjatuhkan kecupan ringan di sana. Kemudian bergeser sedikit demi sedikit, menelusuri garis bibirku yang menjadi tujuan akhirnya.

Di saat yang sama, tangannya bergerak lambat ke tanganku, menyelipkan jari-jarinya di jemariku membentuk satu genggaman hangat. Dengan kedua tangan yang masih terjalin, ia kembali membenamkan bibirnya di bibirku. Kurasakan mulai ada pergerakan halus di atas permukaan bibiku. Lembut. Dalam. Berperasaan.

Di sisi lain, sebelah tangannya menyentuh punggung tanganku yang lain. Ujung-ujung jarinya mulai naik ke lenganku dengan gerakan lambat. Terus menyusuri bahuku dan berakhir di perpotongan leherku. Sementara, bibirnya terus bergerak meraup seluruh bibirku, memagut, dan mencecap dengan pelan. Sama sekali tak tergesa-gesa.

Dalam diam yang tak berkutik, aku hanya bisa mengedipkan mata berulang-ulang di saat ia terus menguasai bibirku. Ada rasa aneh yang menerjang dalam diri, tapi berusaha kukelabui dengan memerhatikan detail wajahnya. Ternyata, ia memiliki bulu mata yang panjang dan sepasang alis yang tegas.

Tiba-tiba dia menghentikan gerakan bibirnya di bibirku, lalu membuka kelopak matanya dengan perlahan sehingga mata kami bersirobok dekat. Ia sedikit menjauh, kemudian membelai pipiku. Aku merasa kehilangan ketika tautan bibir kami lepas.

"Aku belum mau berhenti! Bagaimana denganmu?" tanyanya dengan suara berbisik dengan saling menempelkan hidung kami.

Lagi-lagi aku bergeming dengan memasang ekspresi sungkan. Sementara, tanpa menunggu konfirmasiku Kak Evan kembali mengecup ringan bibirku. Sekali, dua kali, berkali-kali dan diakhiri dengan sebuah pagutan panjang.

Kucoba ikut menutup mata tuk meresapi setiap helaan napas kami yang berbaur. Lambat laun, aku menikmati tekanan-tekanan halus bibirnya di atas permukaan bibirku. Tak bisa dipungkiri, menerima sentuhan basah dari bibir lelaki itu membuat jiwaku meluruh. Sekian lama terdiam, akhirnya aku mulai menyambut ciumannya dengan malu-malu.

Kurasakan semangatnya berapi-api saat aku mulai mengikuti gerakan ciuman yang dipimpinnya. Hidung kami bersinggungan, alis kami menempel erat, dan napas kami saling berkejaran. Sementara, Bibir kami masih saling menyesap rasa masing-masing. Ia semakin meraba masuk jauh ke dalam mulutku. Setiap sudut bibirku tak lengang dari sapuan panas bibirnya. Panas dingin berkumpul menjadi satu ketika sesuatu yang lembut dari mulutnya mulai membelai ruang dalam mulutku.

Bibir kami kembali terpisah dengan jarak yang sangat tipis. Dia kembali memandangku dengan sorot mata penuh kabut.

"Mau lanjut?" tanyanya serak seraya mengitari setiap sisi bibirku dengan jempolnya.

Lagi-lagi aku kehilangan kemampuan bicara. Aku tidak tahu apakah gaya berpacaran anak ibukota selalu sepaket dengan bercinta? Jika aku menolak, apakah dia akan mengakhiri hubungan ini? Apakah dia akan langsung mencampakkanku?

Aku lantas memandang matanya yang memandangku penuh penambaan. Sambil mengulas senyum, ia mulai merebahkan tubuhku di atas kasur tipis seraya meminggirkan rambutku ke samping. Mataku terpejam kuat saat napas hangatnya menerjang kulitku. Tanganku berpegangan di bahunya saat bibirnya mulai merambat ke celah cekungan leherku dan lekukan bahu mulusku untuk menyulutkan lahar panas di sana.

Kak Evan mulai melucuti satu per satu kain yang menempel tubuhku. Setiap helaian pakaian yang terbuka, tak mendapat penolakan dariku. Seolah aku siap menyerahkan diriku sepenuhnya. Kubiarkan dia berkuasa atas tubuhku. Lebih tepatnya, itu kulakukan karena aku sangat takut kehilangannya.

Kurasakan tangannya mulai menjelajahi seluruh permukaan kulitku. Mengeksplorasi setiap bagian sensitif tubuhku yang membuat sela jariku kini terisi oleh helaian rambutnya. Mulutku berusaha menyimpan derit saat jemarinya menyentuh titik paling dalam dan paling intim dari tubuhku.

Sudut-sudut jiwaku sudah mengerut. Jari-jari kakiku meringkuk erat. Getaran-getaran aneh semakin menggerogoti diriku kala menerima sentuhan lihai yang memainkan pusat kenikmatanku. Senyar panas merambati pembuluh darahku. Aliran darahku menderas sehingga membuat debaran jantungku semakin mengeras kencang. Hawa panas nan berat pun tercipta di kamar kosku yang mungil ini. Aku terseret jauh. Kesadaran dan akal sehat langsung terbang meninggalkan kepalaku.

"Tenang, aku bakal lebih lembut," bisiknya di antara eranganku. Bibirnya kembali mencari dan menemukan bibirku. Lagi dan lagi.

Aku lantas membuka diri, menyambut raganya yang hendak menjamah ragaku. Sementara, dia mulai menumpahkan diri ke dalam tubuhku dengan hati-hati. Kubiarkan tubuhnya memasukiku lebih dalam. Memutus jarak di antara kami. Organ tubuh kami saling terkoneksi tanpa batas. Tanpa penghalang apa pun. Sehingga aku pun hanyut dalam hasrat yang sama sepertinya.

Atas nama cinta, aku menyerahkan diri sepenuhnya untuk dimilikinya. Malam ini, aku dan dia menciptakan surga sendiri di saat pintu neraka terbuka lebar untuk kami.

***

Malam yang penuh dosa itu telah terkikis. Aku bergelung nyaman di lengan kokohnya, mengerjapkan mata secara perlahan. Ternyata aku tertidur usai peraduan pertama kami yang melelahkan. Sementara dia pun ikut terlelap di belakangku sembari memelukku sepanjang malam. Di kasur tipis yang hanya selebar matras ini, kami berbagi tempat tidur. Tubuh polos kami terselamatkan oleh selimutku yang membungkus.

Kos yang kuhuni cukup bebas dan tak terkontrol pemiliknya. Meski aku tak pernah berinteraksi dengan penghuni lainnya, tapi aku tahu mereka sering membawa pria masuk ke kamar. Beberapa dengan pria yang tetap, beberapa lagi bergonta-ganti. Aku yang dulunya sering bergidik ngeri mendengar aktivitas kamar tetanggaku, kini tak menyangka akan seperti mereka.

Tanpa terasa, aku menjatuhkan air mata kala mengingat kekhilafan yang kami lakukan semalam.

"Kamu dah bangun?"

Aku tersentak mendengar suara berat kak Evan. Dengan segera, aku mengusap kedua mataku yang terus mengeluarkan bulir air mata. Tiba-tiba, dia menarik tubuhku menghadap ke arahnya.

"Kamu menangis?"

Aku cepat-cepat menggeleng.

Dia terdiam sejenak, sambil mengusap sisa-sisa air mataku. "Kamu menyesal?"

Lama aku terdiam, sebelum akhirnya menggeleng kaku.

"Beneran, gak menyesal?"

Aku kembali menggeleng sambil tertunduk.

"Tapi ekspresi kamu enggak mengatakan begitu."

Aku memandang wajahnya yang dipenuhi butiran peluh. "Kak Evan berkeringat. Aku ambilin tisu dulu!"

Dia langsung merengkuh tubuhku ke dalam dekapannya. "Enggak usah. Cukup diam di sisiku seperti ini," ucapnya pelan.

Kak Evan pasti kepanasan tidur di kosku yang sempit, minim ventilasi dan tanpa kipas angin. Ini karena pemilik kos membatasi penggunaan listrik tiap kamar.

Sambil tetap memelukku dari belakang, dia kembali berkata, "Setelah ini, kita cari kos yang lebih bagus, ya? Dan juga cari stok makanan yang bergizi. Jangan makan mie instan lagi. Gimana kamu mau edukasi pasien kamu nanti, kalo kamunya aja gak menjalankan pola makanan sehat."

Aku mengangguk pelan, seraya menggigit ujung bibirku mencoba menekan air mata yang hendak keluar. Terharu, karena setidaknya masih ada yang perhatian padaku.

Kak Evan kebahagiaan yang kumiliki saat ini. Selama hampir empat bulan bersamanya, aku mendapat segala yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Rasa cinta yang berlimpah, perhatian yang tak terukur jumlahnya, kasih sayang yang tak kudapatkan dari siapapun. Tidak ibuku, tidak ayahku, tidak pula saudaraku. Oleh karena itu, aku tidak akan menyesal memberikan sesuatu paling berharga yang kumiliki agar dia tetap berada di sisiku.

Terpopuler

Comments

Janne_zaa

Janne_zaa

sampe sini bacanya, walau hanya fiksi tp penasaram belum tahu karakter evan tu gmn. mau bilang ke ita kalo kamu bodoh banget, tp bisa dipahami gmn akhirnya pertama punya rasa suka ma lawan jenis. disini pentingnya parenting soal rasa suka ma lawan jenis ya.

2024-11-29

0

valent

valent

astaga guritaaaa , br jg kenal ,dah bobok bareng aja , & inilah awalnya kehancuran ita dimulai

2024-12-11

0

Miss Lim

Miss Lim

sedih aku bacanya

2025-02-17

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!