Aku terbangun saat alarm ponselku terus berbunyi. Waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi, aku bergegas mempersiapkan diri ke kampus. Kutatap bayang wajahku di depan cermin kecil yang ujungnya telah retak seperti sebuah sambaran petir.
Ingatan akan hubunganku dan kak Evan yang baru saja terjalin, langsung terlintas di benakku. Apakah aku hanya bermimpi? Aku buru-buru mengecek ponsel dan melihat riwayat panggilan masuk semalam selama dua jam.
Kemarin sore, dia mengajakku berkeliling pusat Jakarta. Senang rasanya bisa sedekat itu dengannya, memeluk pinggangnya dan merasakan kehangatan punggungnya. Puas berboncengan keliling kota sambil singgah makan, dia lalu mengantarku ke kos jam sembilan malam, kemudian kami lanjut mengobrol di telepon selama dua jam. Waktu sepanjang itu dia gunakan untuk menjelaskan padaku sekilas tentang anatomi, salah satu mata kuliah rumit yang ada di kedokteran.
Ya, hari ini di kelasku ada jadwal praktikum anatomi untuk pertama kalinya setelah dua bulan perkuliahan berjalan. Ini adalah momen paling menegangkan bagi mahasiswa kedokteran baru karena kami akan dihadapkan dengan kadaver¹.
(1. Kadaver: mayat/jenazah yang sudah diawetkan dengan formalin)
Setelah menyelesaikan dua mata kuliah, aku dan teman-teman sekelas langsung menuju ruang anatomi yang berada paling belakang fakultas. Jujur, ini pertama kalinya kami ke sana. Lokasi tempat itu dibuat tersendiri dari ruangan-ruangan yang lain. Kesan mistis sudah terasa ketika kami harus memasuki lorong yang gelap dan sepi untuk sampai di ruangan itu. Aroma formalin yang menyengat sudah tercium. Beberapa dari kami ada yang sudah tegang dan takut, bahkan saling berpegangan tangan karena bergidik ngeri.
"Apa yang mereka takutkan. Padahal setiap mayat itu kan pernah jadi manusia sama seperti kita-kita ini. Mereka alumnus kehidupan di bumi," ketus Arai sambil berjalan melenggang dengan sebungkus kuaci di tangannya.
Aku segera menyusul Arai. "Emang kamu gak takut?" tanyaku.
"Dibanding takut, aku malah merasa kasihan. Kadaver-kadaver yang menjadi bahan praktek kedokteran adalah jenazah terlantar tanpa keluarga. Mereka adalah pahlawan utama dunia kedokteran," ucapnya kembali.
Aku mengecek kembali ponselku, tak ada pesan yang masuk sejak pagi ini. Kelihatannya kak Evan sedang sibuk. Aku pun mematikan ponsel dan lanjut berjalan. Saat hampir memasuki ruangan itu, aku mendengar suara beberapa teman perempuan yang menyebut nama kak Evan. Kakiku lantas buru-buru masuk ke gedung itu.
Aku terkesiap melihat kehadiran kak Evan dengan memakai jas putih lengkap. Ternyata, dia hadir sebagai asisten dosen yang akan memandu kami selama praktik. Lelaki itu dikelilingi teman-temanku yang bertanya-tanya tentang praktik nanti. Dalam kerumunan kawan-kawanku, dia memandang ke arahku sambil melempar senyum. Ini membuatku semakin bersemangat.
Kami disuruh meletakkan barang bawaan di loker, lalu ke ruang transisi untuk memasang jas laboratorium. Saat sedang memakai jas, seseorang mendadak menarik diriku masuk ke ruang ganti yang hanya memakai tirai pembatas. Aku terkejut karena yang menarik tanganku adalah kak Evan.
Dia meminggirkan poni rambutku dengan lembut lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jas putihnya. Ternyata itu adalah sebuah jepitan rambut model kupu-kupu yang dipenuhi permata berwarna silver.
"Pas mau ke kampus, aku kepikiran buat beli jepitan rambut ini buat kamu. Harganya murah karena cuma aku beli di toko pinggir jalan. Pakai aja ini buat sementara, entar aku ganti yang lebih bagus," ucapnya sambil menjepitkan ke poniku yang sedikit menghalau pandangan.
Dia juga memasangkan masker dengan mengaitkan talinya ke telingaku.
"Dosen yang ngajarin kalian nanti agak galak. Tapi gak usah takut, beliau galak supaya kalian bersungguh-sungguh. Profesi kita akan sering berhadapan dengan nyawa, jadi kita tidak diizinkan melakukan kesalahan sedikit pun," ucapnya kembali.
Aku mengangguk paham sambil memandang wajahnya dengan penuh cinta.
Di waktu yang sama, kami mendengar suara dehaman Arai dari balik tirai. "Ehem ... mau sampai kapan kalian di situ? Jangan sampai ada yang sangka kalian nak berbuat mesum."
Aku dan kak Evan saling memandang dalam diam karena persembunyian kami diketahui Arai. Hanya beberapa detik, kami sama-sama tertawa tanpa suara melihat bayangan Arai yang berdiri di depan tirai seakan hendak menjaga kami agar tak ketahuan. Aku lantas lebih dulu keluar dari sana dan langsung masuk ke ruang utama laboratorium.
Sebelum masuk, kami hanya dibolehkan membawa alat tulis dan buku penunjang. Ruangan yang begitu dingin, menambah kekentalan suasana horor dengan aroma khas yang tak pernah tercium olehku sebelumnya. Di atas meja praktek telah ada kadaver yang akan kami gunakan sebagai bahan praktikum. Untungnya, kadaver yang tersedia kali ini bukan yang utuh, melainkan beberapa bagian sesuai post-post yang ingin diidentifikasi. Sepertinya semua ini dipersiapkan oleh kak Evan seorang diri selaku asisten dosen.
Kak Evan mulai membagi kami ke dalam beberapa kelompok. Aku dan Arai disatukan dalam kelompok yang sama dan mendapat bagian kepala. Warnanya kecokelatan dengan jaringan kulit yang sudah terangkat. Baunya menusuk dan sangat mengganggu penciuman. Penggunaan formalin yang tinggi, membuat mata kami mengalami perih yang amat dahsyat saat berhadapan langsung dengan organ tersebut. Bahkan ada yang sampai mengeluarkan air mata.
"Untuk semua, dengarkan! Saat ini kita berhadapan dengan guru besar kita! Kita harus bersikap sopan dan memperlakukan organ guru besar kita dengan baik. Jangan ada yang memasang wajah takut apalagi jijik. Kita harus menunjukkan rasa hormat!" tegas kak Evan memperingati kami semua.
Sebelum memulai, kami melakukan penghormatan lebih dulu sebelum memulai identifikasi organ dan jaringan syaraf. Aku lantas teringat kembali dengan ucapan Arai sambil memandang tengkorak kepala kadaver.
Dosen pun masuk dan mulai menerangkan pada kami. Kami juga disuruh berotasi dari meja ke meja untuk melihat sejumlah organ lainnya. Ternyata betul yang dikatakan kak Evan, dosen yang merupakan dokter senior di salah satu rumah sakit Jakarta itu sungguh galak. Bahkan dia memarahi dan membentak beberapa mahasiswa yang tidak serius. Bisa dikatakan dia lebih menakutkan dari kadaver yang ada di hadapan kami.
Pantas saja semalam kak Evan meneleponku begitu lama hanya untuk menjelaskan tentang anatomi. Rupanya, dia bermaksud membekaliku terlebih dahulu agar tidak melakukan kesalahan saat praktik. Dengan semua sikap manisnya seperti ini, mana mungkin aku tak tergila-gila padanya. Meski sejujurnya, aku masih tak percaya jika kami telah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Untungnya, dosen itu tak berlama-lama di ruangan. Dia mempercayakan kak Evan untuk menjaga kami. Kak Evan lalu berjalan sembari membagikan kertas tes yang akan kami jawab setelah praktik. Saat kertas itu dia berikan padaku, aku menemukan secarik kertas kecil yang ikut terselip. Kertas kecil yang berukuran sejari itu bertuliskan "semangat!" lengkap dengan gambar hati.
Aku langsung melarikan pandangan ke arahnya. Ternyata dia juga sedang memandangku sambil terus membagikan lembaran tes pada yang lainnya.
Kelompok yang berada di belakangku memanggilnya untuk bertanya. Dia lantas menghampiri meja tersebut dan berdiri tepat di belakangku sambil menerangkan kembali jaringan syaraf yang tak dimengerti kelompok tersebut. Sementara aku, mulai bersiap mengerjakan tes yang baru saja dibagikan, tentunya dengan mengidentifikasi terlebih dahulu pada organ yang ada di hadapanku.
Tiba-tiba, kurasakan sesuatu menyentuh tangan kiriku yang menganggur. Aku lantas berbalik dengan cepat, ternyata tangan kak Evan yang sedang merambat di sana. Walaupun sebelah tangannya berada pada tanganku, lelaki itu tetap aktif menerangkan ke depan. Aku lantas kembali menghadap ke mejaku dan membiarkan tangan itu terus memegang tanganku. Meski posisi kami sama-sama saling membelakangi, tapi tangan kami justru saling bertautan erat.
Aku menyukai setiap momen kecil yang terkesan mencuri kesempatan seperti ini. Jika penelitian mengatakan batang otak adalah pusat kehidupan manusia, maka dia telah menjadi pusat kebahagiaanku saat ini.
.
.
.
Perhatikan time line novel ini ya. Cerita ke depan akan banyak lompatan waktu yang mungkin tidak tertulis secara jelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Ve
ok
2025-02-23
1
musita
so sweet banget
2024-09-06
0
Ita Widya ᵇᵃˢᵉ
modus nih kak Evan 🤪
2024-09-05
0