Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu

Bukannya menjawab pertanyaanku, Arai malah menghampiri dua perempuan tadi.

"Halo Kakak-kakak Senior!" sapanya dengan santai.

"Eh, Arai? Tumben samperin kita," sahut perempuan yang barusan bercerita tentang latar belakang kehidupan kak Evan.

"Nih, aku mau ngasih minuman buat kalian. Siapa tahu aja haus!" Arai malah menyerahkan dua minuman dingin yang baru saja dia beli.

"Wah, makasih banyak. Tahu aja kalo kita lagi haus." Mereka sama-sama meneguk minuman tersebut.

"Pelan-pelan dong minumnya, takutnya racun yang ada dalam minuman bakalan cepat bekerja," ucap Arai dengan santai.

Mendengar itu, keduanya lantas saling menyemburkan minuman yang terlanjur masuk di mulut mereka.

"Apa lo bilang?"

Arai tersenyum lebar sambil mengangkat kedua tangannya. "Cuma bercanda kok," ucapnya, tetapi sedetik kemudian garis senyumnya lenyap, berganti wajah menggelap. "Tapi bakal benar-benar kuracuni kalian, kalo sekali lagi kudengar kalian ngomongin tentang keluarga Bang Evan!" tegasnya.

"Emang siapa lo larang-larang gue!" ketus si pembawa gosip tadi.

"Kau sendiri juga siapa berani gali kehidupan orang?"

"Gue kan cuma ngasih tahu fakta yang gue dengar langsung dari nyokap tirinya."

"Kalo gitu cukup jadi pendengar aja! Ndak perlu jadi penyebar!"

Kemarahan dan peringatan dari Arai, membuatku semakin yakin jika yang dibicarakan kakak senior tadi benar adanya. Pantas saja dia pernah memintaku untuk tak menyinggung atau menanyakan pada kak Evan apa pun yang berhubungan dengan keluarganya.

Dua perempuan itu lantas pergi meninggalkan Arai. Sebaliknya, aku kembali mendekat ke arahnya.

"Arai, aku tanya, yang mereka bilang tadi bener, gak? Aku gak peduli soal latar belakangnya, tapi aku cuma pengen tahu kebenarannya." Aku bertanya sekali lagi padanya.

"Ndak perlu gali lebih dalam. Kadang-kadang, keingintahuan besar kita itu menyesatkan. Kenapa dari awal aku dah bilang sama kau, jangan tanya-tanya tentang keluarganya? Karena ndak semua orang nyaman dengar pendapat kita, ndak semua orang nyaman dengar empati kita, dah ndak semua orang nyaman dengar nasihat kita. Terkadang, kata-kata yang keluar dari mulut, tanpa kita sadari malah berujung penghakiman," tuturnya.

Aku segera mengecek ponselku, ternyata ada belasan panggilan tak terjawab dari kak Evan. Sayangnya, aku tak mendengar karena tengah berada di kerumunan orang yang menonton konser. Terdapat pula satu pesan yang baru kubaca.

^^^Sayang^^^

^^^Di mana? Aku nunggu kamu di sini.^^^

Kuhubungi kembali nomornya, tapi tak diangkat. Aku pun segera berlari untuk mencari keberadaan kak Evan di tumpukan mahasiswa yang sedang menikmati konser. Ini adalah acara yang diprakarsai olehnya, mustahil dia tak berada di sini.

Kaki ini membawaku menuju halaman paling belakang universitas, tepatnya di bawah pohon mahoni yang menjadi tempat favoritnya. Ternyata dia tak ada di sana. Aku lantas pergi ke ruang BEM FK. Dia juga tak di sana. Aku berlari ke tiap-tiap ruang kelas, membuka jendela paling sudut lalu melongok ke bawah, tepatnya di tempat biasa dia menungguku selesai mata kuliah. Masih tak ada! Mataku menelisik ke setiap sudut fakultas, berusaha menemukan bayangannya. Tetap tak ada!

Dadaku kembang-kempis karena sedari tadi berlarian sana-sini. Di tengah kesunyianku, aku mengingat satu tempat yang masih tersisa. Aku pun segera mengayunkan kakiku ke sana. Ya, aku kembali ke kosku. Setibanya di sana, aku menyusuri lorong kos yang sepi. Tak jauh di sana, aku dapat melihatnya duduk tenang di samping tiang pintu dengan satu lutut yang terangkat. Matanya terpejam dan kepalanya tersandar di dinding dengan earphone yang menyumbat telinganya.

Aku berjalan lambat-lambat, berusaha tak membunyikan suara gesekan sepatuku di lantai. Tepat berada di hadapannya, aku lantas berjongkok sembari memandang wajahnya. Wajah teduhnya yang menyimpan banyak misteri. Matanya terbuka dengan perlahan. Dia menatap mataku. Lembut. Masih dengan sepasang bola mata yang memancarkan kilauan. Dia tersenyum. Masih dengan senyum yang sama.

"Sudah pulang?" tanyanya sambil menurunkan earphone-nya.

"Hum ...." Aku mengangguk saru, "kenapa kak Evan enggak di kampus?" tanyaku pelan.

"Agak membosankan. Lagian, aku gak bisa donor darah karena kebanyakan begadang," ucapnya sedikit kecewa.

Aku masih menatapnya. Memerhatikan sudut bibirnya yang selalu mengembang sempurna. Dengan senyum yang itu, dia berhasil merebut hatiku di perjumpaan pertama kami.

"Ada apa?" tanyanya. Dia pasti heran kenapa aku terus menancapkan pandangan padanya.

"Aku kangen kak Evan." Kata-kata itu terulur begitu saja dari mulutku.

Dengan setengah berlutut, aku memegang kedua pundaknya seraya mendekatkan wajahku ke arahnya. Satu kecupan lembut kujatuhkan di sudut bibirnya.

Aku tersentak. Dia lebih tersentak. Gerakan spontanku ini, terjadi begitu saja. Aku bisa melihat iris matanya melebar. Pandanganku pun menunduk, menyembunyikan semburat malu.

"Aku juga merindukanmu!"

Suara seraknya membuat kepalaku terangkat. Mata kami kembali bersitatap. Aku diam. Dia diam. Aku dan dia seperti patung. Lama seperti itu. Lalu, entah bagaimana ... kami telah berpindah tempat. Bertumpuk menjadi satu di atas tempat tidur. Ternyata, kerinduan yang menyeret kami ke sini.

Dia membelai wajahku dengan perlahan. Jari-jari itu menari-nari di atas permukaan kulit mukaku. Mengabsen setiap helai bulu mataku. Dia mengambil tanganku, lalu membawa punggung tanganku ke bibirnya. Menghadiahkan ciuman lembut nan berperasaan di sana. Aku masih manusia biasa yang gampang meluruh mendapat perlakuan romantis seperti itu.

Aku mengalungkan tanganku di lehernya. Memeluknya dengan erat seolah takut terlepas. Menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya. Kami kembali bertatapan dengan seutas senyum yang membingkai bibir masing-masing. Wajahnya mendekat, hanya untuk menggesekkan hidungnya ke hidungku. Iseng, dia malah menggigit gemas pucuk hidungku yang langsung membuat tanganku refleks memukul ringan dadanya.

Mataku terkulai perlahan merasakan hangat sentuhan bibirnya di bibirku. Kumulai menikmati pagutan bibirnya yang sebasah titikan air hujan. Tautan bibir ini telah menjadi jembatan penghantar rasa cinta kami yang tak sanggup diwujudkan dalam padanan bahasa. Suara peraduan bibir kami mengisi seluruh ruangan, berbalapan dengan suara detak jarum jam.

Aku dan dia bagaikan kepingan puzzle yang terpisah. Perlahan, kami mulai memperlihatkan potongan-potongan diri kami, kemudian saling melengkapi agar menjadi utuh.

Oleh karena itu, kubiarkan tubuhnya kembali bertumpah di tubuhku. Jiwa-jiwa yang rapuh ini bersatu. Merekat erat, menghempas jarak. Membuat napas dan detak jantung yang sama. Kakinya berpijak pada kakiku, sedang jari-jariku mencengkram punggung lebarnya. Tubuhku melemah mengikuti kontur tubuhnya. Pikiranku menyusut dan terisolasi. Hingga tak mampu memikirkan apa pun. Penyatuan ini berakhir dengan jatuhnya kecupan darinya di pucuk kepalaku.

Langit telah menghadirkan selimut gelapnya. Aku menghidupkan lampu belajar, di atas meja telah bertumpuk buku-buku yang harus kupelajari. Sejenak, aku melarikan mata di tempat tidurku. Wajah tampan nan gagah itu masih terbaring di sana. Kubiarkan dia terlelap berjam-jam untuk mengganti malam-malamnya yang terjaga.

Kebersamaan kami terus terjalin hingga menginjak setahun. Seiring waktu rasa cintaku pada kak Evan bermetamorfosa semakin kuat. Hubungan kami pun semakin dalam. Aku menjadi sangat bergantung padanya. Tubuhku pun terbiasa menerima tubuhnya. Sayangnya ....

.

.

.

catatan author:

Wuih dah 20 chapter aja nih gays. Novel ini, sebenarnya udah gua rencanain rilis sejak tahun 2022 setelah tamatnya never not. Sama kek sang jurnalis yg dah gw planning dari tahun 2021. Waktu itu, gua bilang kan NN bakal jadi novel terakhir gua yg latarnya di Jepang. Dan member lama GC gua waktu itu dah sempat bantuin milih-milih visualnya. Cuma, gua terlanjur kerja sama dengan editor buat nulis DOSA. Akhirnya ini gw abaikan. Dan setelah tamat Sang Jurnalis kemarin, gua baru kepikiran lagi buat nulis novel ini. Sempat maju-mundur juga nulisnya. Kek nulis gak, ya, nulis gak, ya...

Sama kek Dosa, gua nulis novel ini karena ada isu-isu yang pengen gua bahas dan gua share ke kalian. Dan itu bakal kalian tahu nanti di chapter-chapter ke depan. Jadi bukan cuma sekadar isu MBA ya, bukan cuma kisah kasih mereka ...

Btw, bab ini agak anu dikit ya, tapi gak gua kasih warning di awal bab karena bahasanya dah gua filter dan gak nguasain satu bab penuh juga. Jadi gua rasa amanlah ya.

Ini yang baca 3 kali lipat dari yg nge-like, yang lain pada ke mana? Jangan-jangan jempolnya kena coblos di pemilu kemarin, wkwk.. Oh iya, makasih banyak buat pembaca setia maupun pembaca yang baru gabung dan mengikuti ini. Makasih yang dah ngasih gift poin sebagai bentuk dukungan, padahal gua belom minta kan hehe. Makasih juga buat yang bersedia tekan iklan sebagai bentuk apresiasi. Yang like dan komen juga ya, karena itu membantu menaikkan popularitas stori ini. Pokoknya makasih....

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

Beda tipis antara Nafsu n Cinta....

2024-10-13

0

Ita Widya ᵇᵃˢᵉ

Ita Widya ᵇᵃˢᵉ

sayangnya kenapa ??

2024-09-18

0

My MINE😌

My MINE😌

aku termasuk reader yg gmn ya?hehehe
yg ketinggalan chapter,baca nya pun nyicil kek ngangsur cicilan panci nya tetangga.

cuma mau bilang ariagatou gozaimase 😁

2024-09-06

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!