Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan

BEM merupakan lembaga eksekutif tingkat universitas/institut yang akan mengakomodir seluruh kepentingan mahasiswa. Bisa dikatakan, BEM adalah pemerintahan di kalangan mahasiswa. Kehadiran BEM sangat dibutuhkan karena kerap menjembatani antara mahasiswa dan pihak kampus. Aku mengibaratkan rektor adalah presiden, BEM universitas adalah DPR, sedang BEM fakultas adalah DPRD yang berada di tiap-tiap provinsi. Di negara ini sendiri, suara kritikan tajam BEM sangat ditakuti para pemangku jabatan.

Untuk menjadi ketua BEM, tentu harus memiliki kecakapan yang baik, jiwa sosial yang tinggi, tidak pernah berkasus secara akademik atau lainnya, memiliki prestasi dan nilai semester di atas 3.00. Itulah kenapa ketua BEM menjadi jabatan paling bergengsi di kampus. Dengan ketampanan dan kefasihan bercakap yang ia miliki serta menjabat sebagai ketua BEM fakultas, bagaimana bisa aku menafikan diri kalau aku tak kagum pada lelaki bernama Evan ini?

Materi yang dibawakan Kak Evan selama satu jam, menjadi materi terakhir dalam pelaksanaan ospek universitas. Sebelum ospek berakhir, terdapat sesi salam-salaman antar Maba dan panitia. Ini juga dijadikan momen maaf-maafan dan foto bersama. Di antara banyaknya panitia, kak Evan menjadi senior yang paling banyak dikerumuni mahasiswi yang sekadar bersalaman atau meminta foto bersama. Padahal, kehadirannya hanya di hari terakhir ospek, bahkan di penghujung jam pulang.

Aku memandanginya dari kejauhan tanpa berani menghampiri seperti Maba lainnya. Kulihat dia berpamitan dengan yang lainnya dan lebih dulu keluar dari gedung aula. Aku lantas segera ikut keluar, menerobos kerumunan banyak mahasiswa yang begitu sesak hanya untuk membuntutinya.

Aku bagaikan seorang penguntit yang terus mengikutinya diam-diam. Kami melewati jalanan setapak yang berbatu. Aku sampai berpura-pura memetik bunga di sekitarku ketika dia berhenti hanya untuk mengobrol dengan temannya. Sepanjang jalan, dia memang banyak bertegur sapa dengan para senior lainnya. Bahkan pemilik kantin pun tak lepas dari sapaannya. Keramahannya pada siapapun, menambah poin plus di mataku.

Aku terus menapaki jejak langkahnya. Rasanya arah jalan ini tak asing. Aku bergegas bersembunyi ketika dia berhenti di bawah pohon sambil mengeluarkan earphone dari tasnya. Ah, aku baru ingat ini adalah lokasi saat aku tersesat di hari pertama mengunjungi kampus.

Sama seperti saat pertama aku melihatnya, dia duduk seorang diri di sana dengan tangan bersedekap dan satu kaki yang berpangku pada paha sebelahnya. Matanya tertutup, seperti benar-benar menikmati alunan lagu dari earphone hitam metalik yang menyumbat di telinganya.

Aku bersembunyi di balik tembok dengan hanya menyembulkan kepalaku untuk melihat punggungnya di kejauhan. Beberapa mahasiswa yang lewat dan menoleh heran ke arahku, membuatku merasa takut jika mereka tahu aku sedang memantau kak Evan. Aku pun mencari tempat yang aman di mana aku bisa melihatnya diam-diam dengan puas.

Ah, aku melihat gedung kecil tingkat dua yang tangganya berada di sisi luar. Aku lantas segera ke sana, kemudian menaiki tangga menuju balkon. Aku tak tahu gedung apa ini, tampaknya sudah tak terpakai. Bisa dilihat dari lantainya yang tak pernah dibersihkan dan pegangan tangga yang berdebu tebal.

Aku bersandar di pembatas balkon gedung ini. Dari tempat ini, aku bisa melihat kak Evan dengan jelas dan leluasa tanpa takut ketahuan siapapun. Dia masih duduk mematung seperti tadi dengan mata yang senantiasa terpejam. Melihatnya menyendiri dalam keheningan seperti ini, seolah sedang mengenal sisi lain dirinya yang penuh misteri.

Aku menopang wajahku dengan kedua tangan yang bersandar di balkon. Bibirku terus menyunggingkan senyum, sedang mataku tak lelah memandang ke arahnya. Kakiku berjinjit-jinjit layaknya penari balet. Aku baru tahu ternyata melihat orang yang kita sukai bisa sebahagia ini.

"Ih, senang sekali rasanya bisa lihat dia dari sini!" gumamku sambil menghentak-hentakkan kaki kegirangan.

"Kenapa ndak didatangi saja langsung ke sana! Bisa kau pandangi dia sepuasnya dari dekat. Daripada cuma dilihat dari sini."

Bahuku terangkat ketika mendengar suara seseorang. Napasku mendadak tertahan. Tubuhku berhenti bergerak seketika. Dengan perlahan, kepalaku memutar ke samping. Mataku terbelalak melihat sesosok lelaki ada di balkon yang sama denganku dan berdiri sekitar dua meter dari tempatku berpijak.

Dia Arai, mahasiswa yang sempat membuat kehebohan di ospek pertama universitas. Dia juga lelaki yang sempat menolongku saat ponselku berdering. Entah bagaimana dia bisa tiba-tiba ada di sini.

Dia lalu mencondongkan wajahnya ke arahku sambil berkata dengan suara berbisik, "Kau suka cowok yang duduk di bawah pohon itu, kan?"

Kurasakan wajahku memerah. Sempat membeku beberapa saat, aku lantas berbalik dan langsung berlari meninggalkannya. Kuayunkan kaki ini sekencang-kencangnya menjauhi gedung itu.

Aaaaaaaaaaarght! Aku ingin berteriak saat ini juga. Kenapa harus ada orang yang mengetahui aku sedang memandang kak Evan diam-diam. Lebihnya lagi, kenapa harus lelaki itu yang memergokiku? Pasalnya kami satu fakultas, satu jurusan bahkan satu kelas!

Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bagaimana bisa aku seceroboh ini? Bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya di hari pertama masuk kampus? Bagaimana kalau dia memberitahu teman-teman sekelas? Bagaimana kalau besok dia merundungku di kelas?

Dalam kekacauan batinku, tak ada yang bisa kulakukan selain terus berlari. Namun, langkahku tiba-tiba terhenti saat aku menyadari sedang melewati jalan di mana terdapat markas para mahasiswa abadi yang dikenal sebagai penguasa kampus. Berbanding terbalik dengan sebelumnya, kali ini kakiku justru tak bisa kugerakkan saat para lelaki berpenampilan ala emo itu memandangku dengan tatapan mesum. Belum lagi siulan nakal dan gombalan rayuan yang mereka lontarkan langsung padaku.

"Hi, Maba cantik, mau ke mana? Kakak temani, yuk!"

Mereka berbeda orang dengan yang kulihat pertama kali saat itu. Tiga orang di antaranya menghampiriku sambil melempar gombalan seksiis.

"Wow, lumayan gede juga!" ucap salah satunya dengan mata yang terang-terangan menatap ke dadaku.

Di saat yang bersamaan, sebuah tangan merangkul pundakku dengan erat. Aku terkesiap memandang kak Evan yang ternyata telah berada di sampingku.

"Sopan dikit sama cewek gue!" tegurnya sambil menutup mata sekaligus mendorong kepala pria yang baru saja melempar pelecehan verbal padaku.

Kak Evan langsung membawaku berjalan menjauhi markas mereka. Jalannya yang cepat, membuat kakiku harus menyesuaikan langkahnya. Kali ini kami benar-benar dekat, hingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ternyata dia memiliki bulu mata yang lentik dan panjang. Wajahnya teduh dihiasi bibir yang selalu menyunggingkan senyum.

"Kamu pasti tersesat lagi!" ucapnya sambil terus membawaku berjalan.

Aku cuma bisa diam sambil menunduk.

Ketika kami mulai menjauh dari markas tersebut, dia lantas melepas rangkulannya di pundakku.

"Gimana ospeknya? Ada yang bully kamu, gak?"

Aku menggeleng pelan.

"Kalo tersesat kayak tadi, gak usah lewat ke sana lagi. Ini jalan yang lebih aman!" ucapnya sambil menggiringku ke jalan yang baru.

Aku masih menutup mulutku dengan rapat. Lidahku terasa kelu, seperti kehilangan seluruh kemampuan berbicara. Yang bisa kulakukan hanyalah terus mengekor sembari memandang punggungnya. Dia lalu mendadak berbalik dan menoleh ke arahku.

"Kamu udah save nomor aku, kan?"

Aku mengangguk kaku. Kenapa dia bertanya seperti itu?

"Lain kali kalo kamu butuh bantuan atau diganggu kayak tadi, langsung hubungi aku aja!"

Aku terperanjat sesaat. Jadi ... itukah alasan dia bertukar nomor hp denganku?

Aku sudah berbesar kepala karena mengira dia hendak melakukan pendekatan denganku. Padahal itu hanyalah bagian dari caranya menawarkan bantuan padaku. Kurasa dia paham dengan karakterku yang pemalu dan sering sungkan untuk meminta pertolongan pada orang lain. Di titik ini, aku tidak tahu harus senang atau tidak. Aku takut kembali merasa spesial, padahal mungkin dia memperlakukan semua gadis sama sepertiku. Mengingat, dia ramah pada semua orang.

Tak terasa, kami telah sampai di pintu gerbang keluar universitas. Kami berdiri saling berhadapan.

"Kamu pulang naik apa?"

"Cuma jalan kaki, Kak. Soalnya kos aku juga dekat dari kampus!"

"Oh, ya, udah. Aku antar sampai sini aja, ya. Soalnya aku masih mau cari bahan penelitian."

Aku mengangguk. "Makasih, Kak."

"Akhirnya," ucapnya sambil tersenyum.

Aku mengernyit bingung.

"Akhirnya kamu ngomong juga!" lanjutnya sambil tertawa kecil.

Aku hanya bisa tersipu.

Dia lalu berjalan mundur sambil berteriak, "semangat for kuliah perdananya!"

Aku hanya bisa tertegun memandangnya. Bahkan ketika ia telah berbalik dan semakin menjauh dariku, mataku masih setia mengawal punggungnya yang berangsur-angsur menghilang dari tatapanku.

Dear kamu yang baru kuketahui namanya, bolehkah aku merapalkan namamu dalam doa?

Terpopuler

Comments

gyu_rin

gyu_rin

udah pd gk bakal ada yg liat eh ketauan juga 😭 tp bener samper aja kak evan yg ganteng itu 😭

2025-02-22

0

novita setya

novita setya

wis rasah dirapalke jenenge..ngko nek kowe loro ati malah koceng harang mbok jak gelut

2024-12-05

0

gyu_rin

gyu_rin

jalur langit lebih mantep ta tp ayo coba rebutan sama aku 🤭

2025-02-22

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!