Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku

Ucapan yang dilontarkan lelaki itu, tentu saja menyulut emosi panitia. Lebihnya lagi, yang berada di hadapannya saat ini adalah panitia inti dari BEM universitas. Ia didorong dengan kuat hingga jatuh terduduk di tanah. Para panitia yang datang dari beberapa fakultas lantas turut mengepung dan menghardiknya.

“Lo mau unjuk jago di sini? Mau jadi pahlawan buat teman-teman lo? Atau mau caper? Hah?!” teriak mereka dengan mata yang memancarkan tombak api.

“Ospek hanya bagian dari tradisi kolonial yang masih dilestarikan hingga saat ini!” balasnya.

Bahkan, sudah didorong seperti itu ia masih tak gentar sedikit pun. Para panitia lantas semakin emosi dan menarik paksa dirinya agar berdiri. Mereka juga hendak menyeretnya ke suatu tempat. Namun, langsung dicegat oleh salah satu senior dari fakultas kedokteran.

"Mau kalian bawa dia ke mana?" tanya kakak senior kami yang berasal dari fakultas kedokteran.

"Lo lihat sendiri, kan, nih anak kurang ajar ma kita? So, biar jadi urusan kita!" cetus panitia inti.

“Sorry, Bro. Ketua BEM FK ngasih pesan gak ada yang boleh nyentuh Maba-nya.”

"Ketua BEM FK?" Pria dengan rambut yang mirip sarang tawon lantas menyeringai, "Oh ... ternyata ini Maba manja dari FK yang ketua BEM-nya aja mengusulkan penghapusan perploncoan? Lihat, bahkan ketua BEM kalian enggak hadir buat belain kalian!"

"Ketua kami enggak hadir sebagai bentuk aksi protes karena tidak setuju dengan ide kalian yang terlalu menyiksa Maba!" bela senior perempuan dari fakultas kami.

“Jadi, kalian gak mau ngasih, nih, anak ma kita?” tanyanya seolah memberi pilihan.

Senior-senior dari fakultas kami saling menatap bimbang. Sangat terlihat jika mereka juga terkekang dan dilema antara mengikuti perintah panitia inti dari BEM universitas atau melaksanakan amanat dari ketua BEM mereka sendiri.

Panitia inti itu tersenyum licik sambil berkata lewat megafon, “Oke, kayaknya gak asik kalo cuma hukum satu orang doang. Semua Maba dari fakultas kedokteran dihukum push-up 100 kali!”

Kami terperanjat seketika. Hal yang paling ditakutkan adalah apabila satu orang berbuat, semuanya terkena imbas. Ini sungguh tidak adil. Tapi perintah dari panitia bersifat mutlak. Seperti yang sering mereka dengungkan "panitia tidak pernah salah".

"Apa yang kalian tunggu? Cepat turun dan push up 100 kali! Ini akan menjadi contoh ke Maba lainnya agar enggak bersikap superior di sini!"

Pada waktu yang bersamaan, lelaki bernama Arai itu bangkit, merebut pengeras suara genggam dari tangan panitia yang memerintahkan kami untuk push up, kemudian berlari di tengah lapangan sambil berdiri dan berteriak di hadapan kami semua.

"Teman-teman, kenapa kita harus melestarikan penjajahan seperti ini?! Kita disuruh meneguk air sisa kumuran teman. Kita disuruh berlari, jalan jongkok, berguling di lumpur, berjoget dan mengerjakan tugas yang tak masuk akal serta melakukan hal-hal bodoh layaknya badut yang membuat mereka terhibur dan tertawa lalu mencemooh kita sepuasnya. Kenapa kita dipaksa menjadi orang yang bermental budak?! Kita adalah calon-calon akademis dan cendekiawan bukan seorang budak! Kita harus memutus mata rantai kebodohan di mulai dari angkatan ini!”

Dia terus berorasi layaknya seorang pemimpin demo. Setiap kata yang dilontarkan begitu tegas, lugas dan berapi-api. Tak peduli didorong, ditarik ditendang, bahkan diseret paksa para panitia, dia terus menyerukan aksi menentang kegiatan ospek yang tidak manusiawi.

Laki-laki di fakultas kami yang tadinya hanya berdiam diri sambil pasrah dengan hukuman yang diberikan, kini mulai beraksi dan mendukung perkataannya dengan melepaskan atribut yang kami pakai sebagai bentuk penolakan kegiatan ospek yang penuh dengan kekerasan verbal maupun fisik. Mereka bahkan meminta perempuan di fakultas kami juga melakukan hal serupa.

"Buka atribut kalian, kita harus satu suara dengannya! Jangan biarkan mereka menjajah kita atas nama senioritas!"

Aku dan para perempuan di fakultas kedokteran langsung ikut melepas atribut Tak hanya dari fakultas kami, bahkan kini Maba yang ada di fakultas teknik, ekonomi, hukum, dan sipil turut melepas atribut ospek di badan mereka. Diikuti fakultas pertanian, FKip dan semua Maba dari seluruh fakultas yang ada di kampus tersebut.

Panitia yang jumlahnya kalah dari kami, tentu tak bisa berbuat apa-apa lagi ketika semua Maba kompak mendukung apa yang ditentang lelaki itu. Para Maba bersorak, menghalangi panitia yang hendak mengeroyok lelaki itu bahkan melempari mereka dengan atribut yang sempat kami gunakan. Situasi lapangan kampus yang semakin tak kondusif, membuat jajaran para petinggi hingga rektor turun untuk mendamaikan.

Dari mediasi yang panjang, rektor kampus pun memberi kebijakan dadakan untuk meniadakan kegiatan yang mengandung kekerasan fisik dan verbal selama masa ospek dua hari berikutnya. Keputusan rektor ini tentu mendapat sorakan gembira dari para Maba.

“Siapa nama kamu?” tanya rektor pada lelaki itu. Rupanya keberaniannya menentang perploncoan yang sudah ada turun-temurun di kampus itu menarik perhatian sang rektor.

"Nama saya Arai Al-Ghifari. Asal Belitung."

"Oh, orang Belitung?"

"Iya, Pak. Tapi, di kampung saya sering disangka blasteran."

"Memangnya kamu punya darah bule?"

"Tidak, Pak. Saya dijuluki blasteran karena kulit wajah saya putih sementara tangan dan kaki saya hitam. Tapi kalo Bapak lihat punggung dan perut saya juga putih. Jadi, kalo saya buka baju akan nampak sekali hitam putihnya seperti tahii cicak."

"Oh, itu namanya belang. Bukan blasteran." Dosen-dosen tergelak mendengar penuturannya.

Ternyata Arai juga berasal dari luar pulau Jawa. Tidak seperti diriku yang pemalu, dia begitu percaya diri berbicara di depan orang-orang meski aksen Melayunya sangat kental. Bahkan di hari itu juga, dia menjadi populer di kalangan Maba dan panitia. Banyak dari rekan Maba fakultasku yang langsung mengajaknya berkawan.

Dari Arai, aku mempelajari satu hal. Satu suara yang berani terlontar ternyata dapat memengaruhi banyak suara yang terpendam. Terbukti, rektor berjanji ini kegiatan yang penuh dengan perundungan itu menjadi hari terakhir yang akan diselenggarakan di kampus ini.

Sepulang dari hari pertama ospek yang melelahkan dan penuh drama, aku langsung buru-buru menghidupkan ponsel untuk mengecek siapa yang menghubungiku pagi tadi.

Huft! Bukan dia.

Aku langsung mendengkus seraya membalikkan ponselku. Lagi-lagi tak sesuai harapanku. Untuk pertama kalinya aku merasakan rindu yang tak pantas pada sosok lelaki misterius yang pertama kali kutemui.

Ternyata yang dijanjikan rektor benar-benar tertepati. Hari-hari selanjutnya, sudah tak ada lagi kegiatan yang mengundang kekerasan dan perundungan seperti kemarin. Mereka menggantinya pengenalan akademik dan kegiatan bakti sosial yang turun ke masyarakat. Jauh lebih baik, tapi tetap melelahkan. Kami harus duduk dari pagi hingga sore untuk menerima materi dari orang-orang yang berbeda. Sangat monoton!

Ini sudah menunjukkan pukul empat sore, materi terakhir akan segera dimulai. Tetapi para Maba sudah terlihat kelelahan bahkan menguap berkali-kali. Ini juga berlaku padaku. Rasanya ingin mempercepat waktu ke jam pulang.

"Materi berikutnya adalah kepemimpinan yang akan dibawakan langsung oleh ketua BEM fakultas kedokteran."

Aku menunduk seraya mempersiapkan buku catatan. Bertepatan dengan itu, suara tepuk tangan terdengar begitu riuh. Aku memerhatikan air muka beberapa Maba perempuan yang duduk di sekitarku. Mereka kompak menunjukkan ekspresi kagum yang berlebihan. Karena posisi dudukku lumayan jauh dari tempat narasumber, maka perlu sedikit mendongakkan kepala agar bisa melihat sosok ketua BEM fakultas kami yang belum pernah hadir selama ospek.

Pada detik itu juga, mataku melebar seketika. Sesosok lelaki berpostur tinggi dengan senyum menawan tengah berdiri di depan sana. Lelaki itu tak lain adalah orang yang telah berhasil memporak-porandakan pikiranku selama beberapa hari ini.

"Halo semua. Gue Evan Zionathan Andreas. Kalian boleh panggil gue Evan, tapi jangan manggil sayang karena itu cuma boleh dipanggil sama seseorang!"

"Cciiiieeeee ...." Suara gegap gempita lantas mengisi ruangan ini.

"Gue mahasiswa semester tujuh fakultas kedokteran. Oh, iya, gue gak mau bicara formal biar kalian gak tegang-tegang amat."

Kehadirannya langsung bisa mengubah atmosfer sekitar. Dengan gaya bicara yang asyik dan menyenangkan dia dapat membuat Maba yang tadinya mengantuk dan kelelahan menerima materi, kini terlihat segar dan bersemangat. Sedangkan aku, semakin terperosok dalam kekaguman dan rasa suka yang mendalam. Kurasakan ada ratusan kupu-kupu yang menghinggapi kepalaku saat ini. Namun, logikaku seakan menampar hari itu juga bahwa dia yang sedang berdiri di sana, tak semudah itu untuk tergapai.

.

.

Nah gitu dong, kalo feedback-nya kalian antusias gitu kan gua jadi semangat up tiap hari.

Terpopuler

Comments

Ve

Ve

lah kemana aja gue..
baru nemu otor san karyanya di 22feb2025..
newbiii niihhh..
Salam kenal yah kak otor 😊

2025-02-23

1

gyu_rin

gyu_rin

keren kata2 nya arai semangat 💪 emang nyebelin bet hrs ikut ospek udah kek ikan asin aja di jemur seharian 😌

2025-01-25

0

gyu_rin

gyu_rin

tp suer waktu maba tuh emang paling menarik di mata entah knp ketua bem fakultas 😭

2025-01-25

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!