Bab 18 : Untuk Dikenang

Kak Evan membuka sabuk pengamannya lalu turun dari mobil diikuti aku dan juga Arai. Ternyata benar, ada kecelakaan tunggal pengendara sepeda motor yang tak sengaja menabrak truk yang terparkir. Korban yang terkapar di tengah aspal itu, dalam kerumuman warga. Beberapa dari mereka hendak bersiap mengangkatnya.

"Jangan diangkat!" teriak kak Evan sambil menghampiri korban.

Semua warga yang berkumpul lantas menoleh ke arah kami.

"Selagi masih hidup, korban kecelakaan enggak boleh sembarang diangkat atau dipindahkan, karena bisa semakin membahayakan korban kalo ternyata dia mengalami cedera kepala dan tulang belakang," kata Evan.

"Terus kita harus gimana?" tanya warga dengan wajah yang tampak tak setuju.

"Telepon ambulans terdekat, sekarang!"

"Kalo nunggu ambulans sekarang lama dong! Entar jadi macet jalannya!" protes beberapa warga

"Nyawa orang lebih penting!" tukas kak Evan dengan suara tinggi.

Aku yang selalu berhadapan dengan sisi lembutnya, lantas ikut tersentak.

"Kalo kita salah penanganan sama dengan kita memperparah keadaannya. Salah menggeser tubuh korban, bisa menyebabkan lukanya bertambah parah atau mungkin lebih fatal," ucapnya.

"Siapa yang mau menghubungi ambulans?" tanya mereka.

Di saat para warga saling berharap, aku langsung mengambil ponselku dan berusaha melakukan panggilan call center gawat darurat. Kak Evan dan Arai berjongkok di hadapan korban. Menyingsingkan lengan bajunya yang panjang, kak Evan lantas memeriksa denyut nadi korban dan jalur pernapasannya. Dia juga turut menepuk-nepuk ringan bahu korban untuk mengecek respon korban.

"Pak! Pak! Dengar saya?"

"Arai, hitung frekuensi napas dan nadinya selama satu menit," ucap kak Evan sambil mengecek seluruh anggota tubuh korban. Darah kental yang mulai mengalir ke aspal, tak sengaja mengenai tangan kak Evan.

"Arai, bantu aku tekan bagian lukanya jangan sampai dia kehabisan darah," perintah kak Evan.

"Tunggu, ada serpihan kaca yang menusuk lengannya!" ucap Arai sambil mencoba mengambil potongan kaca yang berukuran sedang.

"Jangan cabut sembarang!" larang kak Evan, dia lalu menoleh ke arahku. "Ita, tolong ambilin slayer aku di mobil!"

Aku langsung bergegas lari ke mobil untuk mengambil slayer yang dimaksud. Begitu balik, aku melihat kak Evan tengah melakukan kompresi dada, sementara Arai masih terus menekan luka untuk mencegah semakin banyak perdarahan. Aku lantas menyerahkan slayer tersebut.

"Arai, ikat bagian atas lukanya!" perintah kak Evan sambil terus memijat dada korban.

Wajah kak Evan tampak putus asa, karena korban masih tak kunjung sadar. Bintik-bintik peluh pun mulai keluar dahi pori-pori dahinya. Sementara aku hanya bisa berdiri diam dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Darahnya masih keluar!" teriak Arai.

"Perbaiki posisi slayer, jangan biarkan ada celah darah yang keluar!" ucap kak Evan sambil terus memompa.

Korban sadar secara bertahap diikuti suara ambulans mulai terdengar mendekat. Kak Evan terduduk lemah sejenak di samping korban. Begitu petugas ambulans keluar, kami segera menepi dan membiarkan petugas ambulans mengambil alih.

Kak Evan terduduk di trotoar dengan tangan yang masih berlumuran darah diikuti Arai yang juga berdiri di sampingnya. Aku berinisiatif membeli minuman dan tisu untuk mereka di warung terdekat. Setelah membelinya, aku kembali menghampiri mereka berdua yang tengah memantau petugas ambulans.

Aku mendekat kak Evan sambil mengelap tangannya yang berlumuran darah.

"Pemerintah seharusnya mengedukasi masyarakat dalam penanganan kecelakaan lalu lintas guna menghindari kecacatan dan kematian. Jika masyarakat tahu cara melakukan pertolongan pertama, mungkin akan banyak nyawa yang tertolong," ucapnya pelan.

"Kak Evan baik-baik aja?" tanyaku sambil menatap wajahnya yang masih terpaku pada mobil ambulans yang semakin menjauh.

"Apa ada yang salah dengan ekspresiku?" tanyanya pelan.

"Kak Evan terlihat cemas," ucapku pelan.

"Berarti aku harus lebih banyak belajar."

Aku mengernyit tak paham.

"Ketika menjadi dokter, kita harus tetap terlihat baik-baik saja meski dihadapkan dengan pasien yang sekarat. Ekspresi kita, akan memengaruhi mental keluarga pasien," tuturnya dengan napas yang tersengal-sengal.

Aku hanya bergeming memandang wajahnya. Kak Evan memang sangat cocok menjadi dokter. Bisa terlihat dari cara dia menangani korban tadi dengan tenang dan cekatan. Dia juga memiliki empati besar pada korban dengan masih mencemaskan keselamatannya.

Aku lantas beralih ke arah Arai yang juga berada di sampingku.

"Arai, ini tisu buat bersihin darah di tanganmu!"

"Makasih!" Arai langsung mengambil tisu tersebut sambil mengembuskan napas. "Hah ... ini jadi pengalaman pertamaku turun langsung di lapangan."

"Aku malah enggak ngelakuin apa-apa dan cuma bisa lihat kalian," ucapku menunduk.

"Kau kan sudah diwakili pacarmu!" Ucapan dengan nada menghibur keluar dari mulut Arai.

Aku memandangnya. "Ada percikan darah di mukamu." Aku menunjuk bagian yang kumaksud.

"Mana?" Arai mengelap wajahnya dengan tangannya sendiri, tetapi tak menyentuh di titik yang tepat.

"Sini, biar kubantu!"

Aku mengambil tisu dan membantu Arai membersihkan wajahnya yang terdapat noda darah. Di saat yang sama, aku merasakan sebelah tanganku terisi jari-jemari kak Evan. Aku menoleh ke arahnya dengan sebelah tangan yang masih menyentuh wajah Arai. Dia masih bergeming dengan pandangan kosong ke depan.

Kami akhirnya kembali melanjutkan perjalanan. Setelah melewati insiden kecelakaan, macet di beberapa titik, dan menyeberang lewat kapal, akhirnya kami tiba di sebuah resort yang menjadi tujuan kami. Terdapat rumah-rumah panggung yang masih memakai ornamen kayu juga pemandangan pantai pasir putih yang sangat memanjakan mata.

Aku langsung berlari riang karena terpukau dengan pemandangan alami yang menyejukkan mata. Karena tempat itu sangat berangin, membuat dressku beberapa kali tersingkap ke atas. Aku pun sibuk menahan bawahan dress untuk menghindari terpaan angin.

Tiba-tiba, kak Evan muncul tepat di belakang dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Ternyata dia melilitkan jaketnya tepat di bawah pinggangku hingga terjulur ke paha.

"Pakai jaketku biar dress kamu gak terbang-terbang!" Usai melilitkan jaketnya, lelaki itu melenggang mendahuluiku.

Aku memandang ke depan sembari menggunakan punggung tanganku untuk menghalau cahaya matahari. Di saat yang sama tiba-tiba sebuah kardus kosong segi empat masuk tepat ke kepalaku hingga aku tak bisa melihat apa pun.

"Pakai ini biar kamu ndak kepanasan!" Suara Arai terdengar beriringan dipasangnya kardus yang entah dari mana diambilnya.

Aku lantas membuka kardus bekas yang yang sempat menutupi kepalaku bak helm. "Dasar Arai!" ketusku kesal.

Arai memotret aku dan kak Evan di beberapa spot tempat yang indah. Kami bertiga juga mengabadikan foto bersama di mana berdiri di antara dua lelaki ini.

"Di sini ada tempat memancing yang bagus. Mau ke sana?" tanya kak Evan padaku.

"Mau! Mau!" sahut Arai cepat. Padahal akulah yang ditanya.

Mereka berdua malah berjalan lebih dulu meninggalkanku ke tempat yang dimaksud. Menjengkelkan!

Kami menaiki kapal mancing yang disewa kak Evan bersama seorang pemandu yang akan memilih lokasi strategis. Aku duduk di ujung kapal, sambil menyaksikan keseruan dua orang itu yang sedang bertanding untuk siapa lebih dulu mendapatkan ikan. Ternyata, kak Evan lebih dulu mendapatkan ikan kakap berukuran sedang.

"Udah, mundur aja Lo kalah dari gua!" Kak Evan meledek Arai yang belum mendapatkan ikan.

"Arai Al-Ghifari tak pernah mengenal kata mundur! Kapan aku harus mundur, bukan karena aku menyerah tapi karena aku lagi ngepel lantai!" cetusnya sambil menggulung tali pancingan.

Ternyata Arai mendapat ikan yang lebih besar. Kami pun menyantap hasil pancingan kami yang telah dimasak dengan berbagai menu tambahan dari rumah makan yang kami kunjungi.

"Gurita, adikmu datang!" Arai menunjukkan sepiring cumi bakar berukuran jumbo padaku.

Aku mendengkus, sebaliknya kak Evan malah tertawa. Pelayan memberikan sepiring ikan kakap besar yang telah di bakar padaku. Baru saja hendak mencicipinya, Arai langsung menarik piring itu dariku.

"Biar kukeluarkan tulang-tulangnya lebih dulu!" pintanya.

Aku memerhatikan cara Arai membelah ikan. "Kamu kayak mau bedah ikan aja!"

"Ya, aku kan pengen jadi dokter ahli bedah!"

"Beneran?" Aku melebarkan mata.

"Ya, makanya aku berencana mau ngambil beasiswa spesialis lagi habis ini. Kamu sendiri mau jadi dokter apa?" tanya Arai padaku.

"Aku ... aku pengen jadi dokter anak," jawabku sambil tersenyum lebar.

"Dokter anak? Itu cocok buat kau, soalnya kau memang masih kelihatan kayak anak-anak!" celetuk Arai sambil terkekeh.

Aku mencebikkan bibir, lalu menoleh ke arah kak Evan. "Kalo kak Evan pengen jadi dokter apa?"

"Aku?" Kak Evan tampak tersentak saat aku bertanya. "Aku belum ngerencanain apa pun. Bakal aku lihat pas koas nanti, mana yang cocok buat aku," jawabnya sambil tersenyum.

Liburan kali ini sungguh menyenangkan. Pengalaman berharga menyelamatkan nyawa seseorang, mengunjungi wisata bahari, serta mengabadikan foto bersama dengan pacar dan juga sahabat. Kupastikan semua kenangan ini tak akan terkikis di memoriku.

Tak terasa, peralihan tahun akan segera terjadi dalam hitungan detik. Aku berdiri diam sembari menanti kembang api yang sebentar lagi mengudara. Kak Evan datang dari arah belakang, menyandarkan kepalaku di dadanya seraya melingkarkan tangannya di badanku. Kami bersama-sama menengadah ke atas langit, menyaksikan bagaimana bunga api dengan kilatan warna-warni itu mulai menunjukkan pesonanya di udara. Di saat itu juga, aku berdoa agar hubungan kami selalu terjaga. Semoga saja.

.

.

.

catatan author

Gays, ingat tragedi festival halowen di Itaewon gak? Tragedi ini hampir beriringan dengan tragedi Kanjuruhan, CMIIW ya...

Apa yang paling disorot masyarakat dunia dari tragedi itu? Yaitu warga biasa di sana semua turun langsung untuk melakukan CPR pada korban. Bahkan ada seorang perempuan biasa yg ngasih cpr ke 10 korban. Itu hebatnya di Korea selatan, masyarakat sipil pun terlatih untuk melakukan pertolongan pertama henti jantung. Jadi gak cuma berharap pada petugas medis. Oh, iya, tindakan CPR itu sulit ya, karena kalo salah penanganan atau salah posisi bisa bikin rusuk patah.

Ini alurnya memasuki 20 bab ke atas udah mulai nanjak, ya. Beberapa chapter ini emang manis-manis dulu. So, siapkan diri kalian! Jangan lupa like dan komeng

Terpopuler

Comments

Nita Aja

Nita Aja

jahil banget sih arai...😂😂

2024-12-31

0

Nita Aja

Nita Aja

😂😂🤣🤣

2024-12-31

0

✨️ɛ.

✨️ɛ.

heh, itu kardus bekas kucing beranak gak?

2024-11-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!