Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita

Dia semakin dekat. Dekat. Dan dekat. Bahkan membuatku tersentak ketika tiba-tiba saja langsung duduk di sampingku.

"Hei, kenapa kemarin kau lari kayak lihat hantu?!" sergahnya padaku tanpa basa-basi.

Aku yang enggan menoleh ke arahnya, lantas berdiri dan berpindah tempat duduk. Namun, dia malah mengikutiku ke tempat duduk yang baru. Aku segera melengos. Enggan melihatnya. Bahkan terang-terangan memiringkan badanku.

"Ayolah, jangan buat aku macam penagih koperasi! Kenapa kau takut lihat aku?" tanyanya lagi.

Salah satu cowok berteriak ke arah kami. "Arai, lo gak usah deketin tuh cewek! Percuma, gak bakal ngomong dia!"

Arai langsung berkata, "Siapa bilang? Orang aku semalaman telepon sama dia kok." Dia menoleh ke arahku, seolah memintaku membenarkan, "Ya, kan?"

Aku melotot seketika. Detik itu juga semua teman sekelas menyoraki kami berdua.

"Cie, Arai langsung pedekate!" teriak mereka.

Aku menatap sinis ke arahnya, tapi dia malah membalasku dengan melempar senyum lebar hingga menampakkan jajaran gigi depannya. Meski aku tahu dia mengatakan itu untuk membelaku, tetap saja aku merasa kesal.

Setelah dua mata kuliah selesai, aku masih harus menunggu mata kuliah di jam siang. Masih ada waktu tiga jam menuju mata kuliah tersebut. Namun, aku enggan pulang ke kos. Aku lalu memutuskan pergi ke warnet yang berada tepat di samping kampus. Keadaan warnet sangat ramai dengan mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugas atau sekadar bermain gim. Untungnya, aku masih mendapatkan satu bilik yang kosong.

Aku buru-buru membuka aplikasi Facebook hanya untuk mencari akun kak Evan. Aku sempat bingung saat hendak melakukan penelusuran nama. Pasalnya, orang-orang pada umumnya yang kerap menamai akun mereka dengan kata-kata berlebihan seperti, CeLaLu Setiia, si imOetsz anaQ baiQ, aQ si coMeeL, Qm sLL Diie hat1Q dan kata-kata aneh lainnya.

Aku pun iseng mengetik nama lengkap kak Evan di kolom pencarian. Evan Zionathan Andreas. Yeah ... aku mendapatkannya!

Aku kegirangan di depan layar komputer hanya karena berhasil menemukan Facebooknya. Ia memasang profil foto dirinya menggunakan almamater kampus. Hanya ada keterangan pendidikan yang tercantum di biodatanya. Ternyata dia alumni dari sekolah internasional.

Aku lantas menggulir aktivitas sosial medianya itu. Sayangnya, tak ada hal yang bisa kucari tahu tentang kehidupan pribadinya, seperti keluarganya atau pun siapa saja perempuan yang dekat dengannya.

Dia tampak jarang menulis status atau mengunggah foto. Status-status yang ditulisnya hanya berupa pengumuman kegiatan BEM. Foto-foto yang ada pun berasal dari kiriman teman-temannya. Tak ada juga jejak lama hubungan asmaranya dengan siapapun. Meski begitu, aku ingin meminta pertemanan di facebooknya agar bisa sering melihat aktivitasnya di dunia maya. Sangat ingin, tapi tak berani.

"Minta pertemanan, gak, ya?" gumamku sambil memainkan kursor.

Di tengah kebimbangan, mendadak aku mendapatkan ide untuk membuat akun palsu. Aku melakukan hal konyol ini demi bisa berteman dengannya, tanpa harus dia tahu kalau itu adalah aku. Hampir satu jam kuhabiskan untuk membuat email baru, akun baru, hingga mencari referensi foto pentolan girlband Korea untuk kupasang menjadi foto profil di akun palsu yang baru kubuat.

Yes ... akhirnya selesai juga. Aku sudah tak sabar untuk membuka kembali profil kak Evan. Begitu profilnya terbuka, kursor mouse siap untuk menekan tombol permintaan pertemanan. Aku sempat menghela napas seraya memejamkan mata sebelum melakukannya. Hanya untuk meminta pertemanan di dunia Maya saja, sensasi deg-degan yang kurasa sungguh luar biasa.

Satu ... dua ... tiga .... Aku membuka mataku dengan cepat. Aku melongo melihat keterangan layar komputer saat ini.

"Maaf, permintaan pertemanan untuk akun ini sudah penuh."

Arght! Aku lupa menyadari dia adalah seorang ketua BEM fakultas yang tentu saja dikenal banyak mahasiswa. Aku mendesis kesal. Sudah capek-capek bikin akun palsu, ternyata akunnya malah ful pertemanan. Rasanya ingin membanting komputer saat ini juga. Namun, aku tak ingin merasa sia-sia begitu saja. Kuambil beberapa fotonya dan kusalin ke ponselku.

***

Mata kuliah terakhir baru saja selesai pukul lima sore. Karena ini kuliah perdana, maka dosen belum memberi tugas apa pun. Sebelum pulang, aku kembali berkeliling fakultas. Rasa penasaran untuk mencari kak Evan masih menggebu-gebu. Bahkan aku sampai nekat mengintip ke gedung BEM fakultas. Di dalam sana tampak ada beberapa kakak senior yang waktu itu menjadi panitia ospek.

"Ada apa, Dek?" tegur seseorang dari dalam sana yang melihatku.

Aku menggeleng pelan sembari memutar tubuhku dengan cepat. Saat hendak melangkah, aku mendengar salah satu dari mereka bertanya.

"Eh, Evan mana, ya?"

"Kayak gak tahu aja. Jam segini paling lagi menyendiri di bawah pohon."

Mendengar itu, mataku yang sempat meredup langsung bersinar cerah. Ya, di bawah pohon mahoni.

Dengan segera, kulangkahkan kaki selebar mungkin menuju lokasi paling belakang kampus ini. Aku menambah kecepatan langkahku menjadi berlari kencang. Tak peduli dengan beberapa mahasiswa yang melihatku. Yang pasti, aku harus segera sampai ke tempat itu. Rasanya sudah tak sabar. Jantungku pun berpacu cepat, entah efek berlari atau karena tak sabar melihatnya.

Langkah kakiku mulai terayun pelan saat sudah semakin dekat. Napasku tersengal-sengal karena kelelahan. Namun, itu semua seolah tersapu begitu manik mataku langsung tertuju pada lelaki yang duduk diam di bawah pohon. Tak ada siapa pun selain dia, sama seperti hari-hari biasa.

Aku segera bersembunyi di balik pohon. Baru melihat punggungnya saja, sudah membuat bibir ini tersulam senyum. Namun, aku masih merasa kurang puas. Mataku berpendar lalu terhenti pada balkon yang sempat kudatangi. Tak ada siapa-siapa.

Kuberanikan diri menuju ke sana dengan mengendap-endap. Aku menahan napas saat menaiki tangga. Rasanya plong begitu tahu tak ada siapa-siapa. Aku segera ke balkon sambil menatap kak Evan yang berada di bawah sana.

Padahal cuma melihatnya mematung diam seperti itu, tapi sensasi yang terasa di tubuhku luar biasa. Kurasa otakku sedang melepaskan zat kimia semacam dopamin, oksitosin, adrenalin dan vasopresin yang memicu kesenangan.

Ini yang ketiga kalinya aku melihat dia berada di sana menjelang senja. Mungkinkah ini adalah tempat favoritnya? Kini, aku tahu ke mana dan kapan harus melihatnya.

Aku lantas ikut memejamkan mata seperti yang tengah ia lakukan saat ini. Rasanya nyaman juga merasakan angin menerpa kulit wajah. Aku terus memejamkan mata hingga beberapa detik. Suasana yang hening, membuat otakku lebih rileks.

"Gimana kau bisa lihat dia kalo mata kau ditutup macam itu!" Suara laki-laki tiba-tiba memasuki pendengaranku.

Seketika, mataku terbuka. Segera kularikan pandangan. Dia lagi, dia lagi! Ya, siapa lagi kalau bukan lelaki bernama Arai. Tiba-tiba muncul di sampingku sambil mengunyah kuaci dengan santai.

"Ah, ternyata kau sedang niru dia!" ucapnya sambil mencondongkan badan di pembatas balkon.

Kesal karena kehadirannya, aku langsung memutar badanku bersiap untuk pergi.

"Suka sama orang itu bukan aib!"

Ucapan Arai membuat langkahku mendadak terhenti. Lama aku terdiam tanpa bergerak. Dia mencoba mengintip wajahku yang membelakanginya.

"Hei, Gurita!"

"Namaku Gritta!" tandasku cepat dengan nada ketus.

"Ah, iya, aku lupa. Soalnya nama kau susah sekali disebut. Kayak ada barat-baratnya," ucapnya sambil terkekeh.

Tak peduli apa yang dia katakan, aku memutuskan segera beranjak. Namun, lagi-lagi dia mencegatku dengan mengatakan hal yang membuatku kelabakan.

"Kalo kau turun, aku teriak sekarang kasih tahu tuh cowok!"

Aku segera memutar badan ke arahnya. "Apa maumu?!" ketusku.

Dia sempat terdiam ketika melihat wajah marahku. Namun, tangannya bergerak ke samping, seperti mempersilakan aku ke tempat semula.

"Aku cuma mau bilang, tidak usahlah kau lari lihat aku. Kita ini teman sekelas, bukan musuh. Aku juga ndak bakal kasih tahu siapapun."

Aku tertegun sejenak. Dengan perlahan, aku berjalan kembali ke tempat awal sambil memandang ke bawah. Arai menyodorkan padaku sebungkus kuaci yang dimakannya.

"Lihat orang cakep ndak bikin kenyang," ucapnya.

Aku mengambil sejumput kuaci yang belum terkupas kulitnya.

"Asal kau tahu, aku tiap sore ke balkon ini. Bahkan sudah sebelum kau datang."

"Kenapa kamu tiap hari ke sini?" tanyaku pelan.

"Sama seperti kau lah! Aku juga ke sini karena mau lihat yang aku suka. Setiap orang kan punya kesukaan masing-masing."

"Siapa? Kakak senior yang kamu suka, ya?" tebakku dengan penuh kehati-hatian.

"Bukanlah! Ndak ada satu pun dari mereka yang menarik."

Aku melihat ke lantai. "Buat merokok, ya?"

"Aku ini calon dokter mana mungkin aku merokok."

"Terus?" Tiba-tiba aku ingin mencari tahu.

"Pokoknya ndak kalah indah dari dia yang kau lihat di sana."

Ia mengedikkan dagunya ke atas. Aku menoleh ke arah matanya memandang saat ini. Semburat cahaya berpendar keemasan di mana matahari sore sebentar lagi akan tenggelam.

"Sunset?" tanyaku.

Dia mengangguk cepat. "Sebulan lebih sudah ku di Jakarta, baru dari tempat ini aku bisa lihat sunset dengan jelas. Biasanya terhalang gedung-gedung tinggi," ucapnya sambil mendongak, "Jakarta luar biasa hebat! Di kampungku, orang makan mie instan semangkok ndak pake nasi, sudah dianggap kaya. Di Jakarta, orang-orang kaya tiap hari makan daging ndak pake nasi. Ckckck ...." Dia berdecak penuh kekaguman.

Aku tergelitik. Entah kenapa celetukan Arai terasa lucu bagiku. Dia terlalu apa adanya, berbeda dengan laki-laki pada umumnya yang selalu berusaha menampilkan versi terbaik mereka di depan orang baru.

Saat kembali melihat ke bawah, aku tergemap karena kak Evan sudah tak berada di sana. Aku lantas berbalik dan turun dari tangga, meninggalkan Arai yang masih di sana.

Turun dari gedung balkon, aku berjalan kecil ke sekitar tempat. Aku menggigit jariku karena kebingungan. Mataku berkeliling dengan tubuh yang berputar ke sana-kemari. Kenapa aku bisa kehilangan jejaknya?"

"Ita?"

Aku berbalik cepat saat mendengar seseorang menyebut namaku. Dia berdiri sekitar tiga meter dari tempatku berpijak.

"Tersesat lagi?" tanyanya dengan sedikit memiringkan dagu.

Aku mengangguk sambil mengusap-usap lenganku sendiri.

Di waktu yang sama, sinar matahari sore yang hampir sepenuhnya terbenam menerpa kulit wajahku. Sungguh menyilaukan sehingga membuat mataku hampir tertutup. Tiba-tiba dia menarik lenganku, memosisikan tubuhku menghadap ke dadanya untuk menghalangi cahaya yang menyilaukan itu.

Lalu, aku pun menyadari ... senja lah yang selalu mempertemukan kami. Sedang lelaki yang berada di atas sana, senantiasa menunggu kehadiran senja itu sendiri.

.

.

.

ini panjang gays, sepanjang kasih sayangku pada kalian. Jangan lupa like dan komeng biar semangat bray😂

Terpopuler

Comments

gyu_rin

gyu_rin

gurita 😭 nama bagus2 gritta jadi gurita emg asbun bet ini arai 😭

2025-02-28

0

gyu_rin

gyu_rin

gelay klo inget jaman alay 😭 nama di kaos kelas jg kek gini buset 😭

2025-02-28

0

umi FAZ

umi FAZ

aq juga salah satu yang punya akun FB alai zaman itu🤭🤭🤭

2024-12-20

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!