Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku

Mahasiswa kedokteran adalah mahasiswa yang paling sibuk di antara mahasiswa fakultas lainnya. Sibuknya anak fakultas kedokteran adalah belajar. Setiap hari kami akan dihadapkan dengan ujian blok mendadak, pretest, post test dan Osce¹. Ya, dosen kami yang notabene adalah para dokter ahli, tidak akan memberi nilai yang bagus hanya karena mahasiswanya rajin, kasihan atau pun dekat dengan mereka. Satu-satunya kunci mendapat nilai bagus hanya dengan belajar yang tekun.

(1. Osce: ujian praktik kemampuan dalam menangani pasien)

Sebagai mahasiswa penerima beasiswa hingga terbebas dari biaya semester yang memakan belasan juta, aku diwajibkan memiliki IPK tinggi. Jika turun, aku akan mendapat surat teguran dan jika terus-terusan turun, beasiswaku akan dicabut. Oleh karena itu, aku harus gila-gilaan belajar. Untungnya, ada kak Evan yang banyak membantu dan menemani belajar, sehingga nilaiku selalu aman dari pengulangan.

Seperti malam ini, kak Evan datang untuk membantuku menerjemahkan jurnal dan buku-buku penunjang berbahasa inggris. Dia membuka almamater seraya menurunkan ranselnya.

"Yang mana mau aku terjemahin?"

Kak Evan duduk bersila di depan meja pendek tempat aku meletakkan laptop. Aku menyodorkan sebuah buku tebal berbahasa inggris.

"Ini Kak. Pakai google translate cuma bikin aku tambah bingung."

"Ya ... karena bahasa yang digunakan bahasa medis."

"Teman-teman aku rata-rata minta tolong sama anak bahasa inggris, tapi aku gak punya kenalan," ucapku.

"Semalam juga Arai minta tolong sama aku," ucapnya sambil mengambil buku tersebut.

"Oh, ya? Kalo aku tahu, aku hubungi Arai aja."

"Kalo kayak gitu, kita gak ketemu dong hari ini!" ucapnya sambil tersenyum.

Aku menekuk lutut, bersiap untuk duduk di sebelahnya. Tiba-tiba ia menarikku hingga terduduk di pangkuannya. Aku tak bisa ke mana-mana karena sebelah tangannya langsung melingkar di pinggangku.

Dia mulai menerjemahkan kalimat di paragraf yang sudah kutandai. Aku yang berada di pangkuannya, lantas berusaha fokus mengetik apa yang dia ucapkan. Dia memantau apa yang kuketik dengan menyandarkan dagunya di bahuku. Sesekali dia mengecup lembut rambutku. Ya, kurasa dia adalah tipe pria yang membahasakan cintanya lewat sentuhan romantis. Karena ini jugalah, aku merasa termanjakan olehnya.

"Ah, ini ilmu biomedik dasar mengenai sistem saraf. Sistem saraf tersusun dari dua jenis sel, yang pertama neuron dan yang kedua neuralgia. Dalam pembelajaran sehari-hari kita lebih sering dengar neuron, tapi sebenarnya neuralgia yang ada di tubuh kita jumlahnya lebih banyak," jelas kak Evan setelah membaca buku panduan dalam bahasa inggris tersebut.

Dia mengambil tanganku, merentangkan ke depan sambil berkata, "Neuron itu sel yang berfungsi mengirim sinyal. Misalnya ketika kita gerakin tangan kek gini." Dia menggerakkan tanganku naik turun, kemudian kembali berkata, "di saat itu, otak bakal ngirim sinyal melalui neuron kita ke otot tangan kita agar bisa gerak-gerak gini. Atau misalnya ...."

Kali ini dia menuntun jari-jariku untuk meraba wajahnya. Posisi tubuhku saat ini bersandar di lengan kirinya sehingga kami bisa saling menatap meski saling berpangkuan.

"Ketika jari-jari tangan sedang meraba sebuah permukaan seperti ini. Maka neuron di jari kita akan mengirim sinyal di otak," jelasnya lagi, "Apa yang kamu rasakan saat meraba wajahku?" tanyanya.

"Halus," ucapku pelan sambil membelai wajahnya. Kali ini kulakukan tanpa tuntunannya.

"Apa itu gombalan?" tanya kak Evan dengan sudut bibir terangkat.

"Beneran tahu!" ucapku sambil perpaling menyembunyikan wajah malu.

Aku menarik kembali tanganku dari wajahnya. Namun, dia mencegatku seolah masih ingin aku menyentuh wajahnya.

"Berbeda dengan neuron yang mengirim sinyal, neuralgia berperan sebagai cheerleader yang mendukung neuron bekerja secara maksimal," lanjutnya.

Dia lalu menuntun jari-jariku untuk merayapi pahatan wajahnya, mulai dari alisnya yang tebal teratur, sudut matanya yang berkilau, tulang pipi yang menonjol indah, hidungnya yang bak perosotan, dan berakhir di bibirnya yang lembut.

Sambil membimbing tanganku untuk mengelus sela bibirnya, dia berkata "Di antara neuron, ada senyawa organik endogenus yang disebut neurotransmitter. Tugasnya membawa sinyal sesama neuron ke berbagai jaringan tubuh, seperti otot. Misalnya ...." Dia terdiam sejenak sembari memandangku. "Saat kita sedang berciuman."

Entah kenapa kami mendadak mematung di saat ujung jari telunjuk dan tengahku masih menyentuh bibirnya. Dua pasang mata kami saling bersitatap lembut. Pada waktu itu juga, kak Evan langsung meminggirkan tanganku dari bibirnya dengan pelan. Sebaliknya, wajahnya mulai mendekat secara perlahan, diikuti kepala yang miring ke kanan.

Suasana hening, membawa bibir kami bertemu. Dengan mata terpejam, aku merasakan tekanan halus bibirnya yang menjamah bibirku. Bibir kami mulai beradu lembut seolah sedang mempraktikkan fungsi neurotransmitter atau yang dikenal dengan zat penghubung syaraf.

Menurut ahli, bibir manusia dipenuhi dengan ujung saraf sensitif sehingga sedikit sapuan saja, langsung mengirimkan informasi bak riam ke otak manusia. Berciuman banyak membutuhkan koordinasi otot. Di sini jugalah peran neurotransmitter yang memicu tubuh melepaskan hormon dopamin, oksitosin, dan serotonin. Hormon dopamin muncul karena adanya gairah. Hormon oksitosin pun hadir untuk memunculkan rasa sayang dan cinta. Ada pula serotonin yang membuat perasaan ingin memiliki pasangan. Semua inilah yang kurasakan saat bibirnya menyusup masuk ke sela bibirku.

Wajahnya yang memenuhi penglihatanku, sentuhan bibir sensualnya di bibirku, deru napasnya yang hangat, serta remasan lembut tangan kekarnya di sela-sela jariku, tak bisa kutolak. Tak dapat kuhentikan. Tak mampu kulepas. Atau mungkin akulah yang tak mau mengakhiri semuanya.

Aku benar-benar hanyut. Terbawa oleh arus perasaanku yang mengalir deras padanya. Terombang-ambing dengan kenyamanan yang selalu dia hadirkan di tubuhku. Hingga akhirnya aku sadar, dialah yang telah memengaruhi sistem kerja saraf di otakku.

***

Sejak aku pindah kos, kak Evan menjadi sering datang mengunjungiku, meski hanya sekadar mengantarkan makanan atau membantuku mengerjakan tugas. Dia melakukan itu bahkan di sela-sela kesibukannya meneliti untuk bahan skripsi nanti.

Tak jarang, Arai pun turut serta meramaikan suasana kosku. Kadang, dia datang membawakan makanan yang dimasak bibinya untuk dicicipi olehku dan juga kak Evan. Mereka berdua sering sekali bermain catur bersama atau sekadar membicarakan tentang organisasi. Kehadiranku justru menjadi obat nyamuk bagi mereka. Dari sini aku tahu, hubungan antara kak Evan dan Arai, jauh lebih dekat dari diriku sendiri. Meski begitu, aku senang berada di antara mereka.

Kedua lelaki ini memberiku kebahagiaan dengan cara yang berbeda. Kak Evan melimpahkan seluruh kasih sayangnya sehingga aku merasa sangat dicintai, sedang Arai selalu menjadi penghiburku dengan gayanya yang lucu dan blak-blakan sehingga aku yang dulunya sulit melengkungkan senyum, kini bisa tertawa lepas.

Aku dan Arai berdiri di balkon yang dulunya menjadi markas favorit kami. Di bawah sana, tengah duduk diam seperti biasa. Dia masih menjadi pemandangan favoritku di tempat ini.

"Hei, kau dan bang Evan ... tolong jangan sampai putus! Karena kalo hubungan kalian berakhir, aku yang akan paling dilema." Arai melontarkan kalimat itu tiba-tiba.

Aku langsung menoleh ke arahnya. "Kenapa kamu bilang gitu?"

"Aku sayang kalian berdua. Aku ndak mau ada di posisi harus berpihak salah satu di antara kalian. Andaikata kalian putus, aku harus berdiri di sisi salah satu di antara kalian. Kurasa ... aku tetap akan berdiri di sisi Abang Evan. Maaf ...."

"Jangan khawatir, aku ngerti kok. Dia yang lebih dekat sama kamu dibanding aku," ucapku sambil terkekeh.

"Bukan itu ... tapi, kurasa Abang Evan lebih membutuhkan aku. Selain itu, alasan bibi mengajakku tinggal di rumah itu, buat menemani Abang Evan," ucap Arai sambil memandangku.

Atas ucapan Arai, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa jika hubunganku dan kak Evan berakhir, maka berakhir pula persahabatan antara aku dan Arai.

.

.

.

Catatan author:

Gua mau disclaimer dulu ya. Gua lupa seharusnya dari kemarin.

Perbuatan atau kebiasaan tokoh yang ada di sini, tidak mewakili suatu daerah yang menjadi identitas mereka. Melainkan mewakili individu mereka masing-masing. Aku perlu disclaimer ini, untuk mengantisipasi "protes" atau "ketersinggungan" oleh pembaca dari tempat atau asal daerah yang disebutkan. Ini sama kayak aku bikin disclaimer di novel sebelah, kalo novel tersebut tidak membawa cerita religi untuk mencegah perdebatan agama di kolom komentar.

Kemarin-kemarin pada Herman ya, Ita kan anak perempuan satu-satunya, seharusnya dimanjakan gak disisihkan. Ow... Ow... Kalian lupa gays, di Indonesia sebagian besar masyarakat masih menganut paham patriarki kental dan tak sedikit orang 'sadar' kalo diri mereka itu sebenarnya misoginis.

Di DOSA gua udah jelasin apa itu patriarki, apa itu misoginis, double standar people, self block, fatherless, boundaries, dll. Di sini gak perlu lagi gua bikin catatan kaki, tapi semua itu udah gua kasih contoh melalui karakter Ita dan orang-orang sekitarnya. Dan tentunya ada kaitannya dengan bonding parent child.

Novel ini mengandung genre metropop (genre yang mengangkat kehidupan masyarakat menengah di kota-kota besar dengan segala sisi kehidupannya), jadi gua bakal ceritain apa adanya, sesuai realitas dan tentunya bakal memuat banyak sisi gelap kehidupan seperti gaya hidup bebas pemuda-pemudi ibukota. kalian pasti tahu ketika gua ambil setting novel, cerita bakal gua sesuaikan dengan gaya hidup setting yg gua ambil.

Dah itu aja. Jangan lupa like dan komeng.

Terpopuler

Comments

Ve

Ve

masih penasaran sama nama anaknya kan Arai 🤔

2025-02-24

1

Siti Hany

Siti Hany

siap kk lanjutkan 😍

2024-11-03

0

dyul

dyul

Perempuan kl father less..... pasti gampang terbuai....

2024-10-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2 Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3 Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4 Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5 Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6 Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7 Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8 Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9 Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10 Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11 Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12 Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13 Bab 13 : Melepas Rindu
14 Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15 Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16 Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17 Bab 17 : Momen Kebersamaan
18 Bab 18 : Untuk Dikenang
19 Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20 Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21 Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22 Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23 Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24 Bab 24 : Sebuah Insiden
25 Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26 Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27 Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28 Bab 28 : Mulai Berongga
29 Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30 Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31 Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32 Bab 32 : Tatap Aku!
33 Bab 33 : Masih Tak Percaya
34 Bab 34 : Serba Terlalu
35 Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36 Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37 Bab 37 : Dear Calon Anakku
38 Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39 Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40 Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41 Bab 41 : Kelu!
42 Bab 42 : Kembali Bersitatap
43 Bab 43 : Selamat Tinggal
44 Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45 Bab 45 : Keluarga Top 1%
46 Bab 46 : Revolusi Hidup
47 Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48 Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49 Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50 Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51 Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52 Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53 Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54 Bab 54 : Kehadirannya
55 Bab 55 : Dari Sini
56 Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57 Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58 Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59 Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60 Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61 Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62 Bab 62 : Nol Persen
63 Bab 63 : Kehidupan Baru
64 Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65 Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66 Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67 Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68 Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69 Bab 69 : Lini Masa
70 Bab 70 : Kalau Saja ....
71 Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72 Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73 Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74 Bab 74 : Tenanglah!
75 Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76 Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77 bab 77 : Senja Terindah
78 Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79 Bab 79 : Aku yang Tertohok
80 Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81 Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82 Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83 Bab 83 : Dari Balik Tirai
84 Bab 84 : Kepada Waktu ....
85 Bab 85 : Bodohnya Aku
86 Bab 86 : Sembunyi
87 Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88 Bab 88 : Ke mana dia?
89 Bab 89 : Foto Bersama
90 Bab 90 : Demi Satu Hal
91 Bab 91 : Kebersamaan Kita
92 Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93 Bab 93 : Jaga Jarak
94 Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95 Bab 95 : Panggil Namaku!
96 Bab 96 : Di Luar Dugaan
97 Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98 Bab 98 : Mantan Terindah
99 Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100 Bab 100 : Memulai Perang
101 Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102 Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103 Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104 Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105 Bab 105 : Di Tengah Rinai
106 Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107 Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108 Bab 108 : Inikah Waktunya?
109 Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110 bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111 Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112 Bab 112 : Situasi Rumit
113 Bab 113 : Menyambung Kisah
114 Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115 Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116 Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117 Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118 Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119 Bab 119 : Sebuah Permintaan
120 Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121 Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122 Bab 122 : Catatan Darinya
123 Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124 Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125 Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126 Bab 126 : Reset Kehidupan
127 Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128 Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129 Bab 129 : Sebuah Keputusan
130 Bab 130 : Pengagum Rahasia
131 Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132 Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133 Bab 133 : Genggam Tanganku
134 Bab 134 : Hal yang Tertunda
135 Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136 Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137 All About Novel Ini
138 Novel Baru Yu Aotian
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bab 1 : Menyusuri Lembaran Masa Lalu
2
Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....
3
Bab 3: Seseorang yang Lain, Selain Dia
4
Bab 4 : Dua Pria yang Hadir di Hidupku
5
Bab 5: Menjadi Penguntit Dadakan
6
Bab 6 : Masa Puberku yang Tertunda
7
Bab 7 : Senja yang Mempertemukan Kita
8
Bab 8 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
9
Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon
10
Bab 10 : Punggung yang Telah Termiliki
11
Bab 11 : Momen Kecil Bersamanya
12
Bab 12 : Aku dan Dia adalah Persamaan
13
Bab 13 : Melepas Rindu
14
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
15
Bab 15 : Setelah Kejadian Itu
16
Bab 16 : Dia yang Memengaruhi Sistem Saraf di Otakku
17
Bab 17 : Momen Kebersamaan
18
Bab 18 : Untuk Dikenang
19
Bab 19 : Ternyata Banyak yang Belum Kuketahui Tentangnya
20
Bab 20 : Sepotong Jiwa yang Bersatu
21
Bab 21 : Keluarga yang Bukan Keluarga
22
Bab 22 : Menempati Posisi Terbaik di Hidupnya
23
Bab 23 : Bahagia Bersamanya
24
Bab 24 : Sebuah Insiden
25
Bab 25 : Dilindungi dan Terlindungi
26
Bab 26 : Kita yang Menabung Rindu
27
Bab 27 : Masa Depan yang Belum Terencana
28
Bab 28 : Mulai Berongga
29
Bab 29 : Genggaman Tangan dan Pelukan Hangat darinya
30
Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya
31
Bab 31 : Rasa Manis yang Dia berikan
32
Bab 32 : Tatap Aku!
33
Bab 33 : Masih Tak Percaya
34
Bab 34 : Serba Terlalu
35
Bab 35 : Jiwa Baru Bersama Ragaku
36
Bab 36 : Awal Kehidupan Baru
37
Bab 37 : Dear Calon Anakku
38
Bab 38 : Kembali Berteman Kehilangan
39
Bab 39 : Dua Orang yang Tergabung Dalam Satu
40
Bab 40 : Hai, Masa Depan!
41
Bab 41 : Kelu!
42
Bab 42 : Kembali Bersitatap
43
Bab 43 : Selamat Tinggal
44
Bab 44 : Ini Aku yang Menyakitimu
45
Bab 45 : Keluarga Top 1%
46
Bab 46 : Revolusi Hidup
47
Bab 47 : Seseorang yang Didatangkan Untukku
48
Bab 48 : Kehadiranmu di Batas Senja
49
Bab 49 : Kita yang Saling Menemukan dan Ditemukan
50
Bab 50 : Aku dan Kau yang Menjadi Kita
51
Bab 51 : Rindu yang Mencekikku
52
Bab 52 : Kau Adalah Pijar Terang Bagiku
53
Bab 53 : Meski Kita Saling Menginginkan
54
Bab 54 : Kehadirannya
55
Bab 55 : Dari Sini
56
Bab 56 : Pertemuan Dua Keluarga
57
Bab 57 : Sesuatu yang Tidak Kuduga
58
Bab 58 : Aku yang Terhimpit
59
Bab 59 : Ketika Dilanda Dilema
60
Bab 60 : Ini Caraku Mencintaimu
61
Bab 61 : Jejak Lipstikmu di Bibirku
62
Bab 62 : Nol Persen
63
Bab 63 : Kehidupan Baru
64
Bab 64 : Hal yang Tertinggal
65
Bab 65 : Akulah yang Ditinggalkan
66
Bab 66 : Manusia dan Penyesalannya
67
Bab 67 : Yang Tak Lagi Sama
68
Bab 68 : Mungkin Sudah Tepat
69
Bab 69 : Lini Masa
70
Bab 70 : Kalau Saja ....
71
Bab 71 : Yang Selalu Menuju Ke arahku
72
Bab 72 : Cemburu yang Tak Semestinya
73
Bab 73 : Sudah Waktunya, kah?
74
Bab 74 : Tenanglah!
75
Bab 75 : Orang-orang yang Tahu
76
Bab 76 : Bersama tapi Tak Bersama
77
bab 77 : Senja Terindah
78
Bab 78 : Kau yang Dekat, tapi Tak bisa Kudekap
79
Bab 79 : Aku yang Tertohok
80
Bab 80 : Tuntutan Keluarga
81
Bab 81 : Dari Tempat Persembunyianku
82
Bab 82 : Setangkai Bunga Mawar
83
Bab 83 : Dari Balik Tirai
84
Bab 84 : Kepada Waktu ....
85
Bab 85 : Bodohnya Aku
86
Bab 86 : Sembunyi
87
Bab 87 : Perasaan yang Masih Berkutat
88
Bab 88 : Ke mana dia?
89
Bab 89 : Foto Bersama
90
Bab 90 : Demi Satu Hal
91
Bab 91 : Kebersamaan Kita
92
Bab 92 : Mari Jadikan Penantian
93
Bab 93 : Jaga Jarak
94
Bab 94 : Apa yang Harus Kulakukan?
95
Bab 95 : Panggil Namaku!
96
Bab 96 : Di Luar Dugaan
97
Bab 97 : Aku Memang Bukan Dia, Tidak Seperti Dia ....
98
Bab 98 : Mantan Terindah
99
Bab 99 : Seseorang yang Jadi Tujuanku
100
Bab 100 : Memulai Perang
101
Bab 101 : Yang Sengaja Kurahasiakan
102
Bab 102 : Mengatur Pertemuan
103
Bab 103 : Kuakui, Aku cemburu
104
Bab 104 : Panggilan yang Mendebarkan
105
Bab 105 : Di Tengah Rinai
106
Bab 106 : Aku Bisa Apa?
107
Bab 107 : Kita Hanyalah Sebuah Koma
108
Bab 108 : Inikah Waktunya?
109
Bab 109 : Bagaimana Mungkin ....
110
bab 110 : Kebohongan yang Terbongkar
111
Bab 111 : Harimau tidak Memakan Anaknya?
112
Bab 112 : Situasi Rumit
113
Bab 113 : Menyambung Kisah
114
Bab 114 : Lebih dari Seorang Teman
115
Bab 115 : Sang Pemilik Senyum Merenyuhkan
116
Bab 116 : Si Pemilik Pelukan Terhangat
117
Bab 117 : Yang Baru Kuketahui
118
Bab 118 : Terlalu Sulit Untuk kupahami
119
Bab 119 : Sebuah Permintaan
120
Bab 120 : Aku Tak Menyukai Perasaan Ini
121
Bab 121 : Kami Tak Mungkin Bersama
122
Bab 122 : Catatan Darinya
123
Bab 123 : Catatan Terakhir Darinya
124
Bab 124: Aku Tak Cukup Jauh Mengenalnya
125
Bab 125 : Aku Pernah Sebahagia Itu
126
Bab 126 : Reset Kehidupan
127
Bab 127 : Cinta yang Merumpun
128
Bab 128 : Alam yang Menyatukan Kebersamaan
129
Bab 129 : Sebuah Keputusan
130
Bab 130 : Pengagum Rahasia
131
Bab 131 : Selangkah Demi Selangkah
132
Bab 132 : Semoga Berjalan Mulus
133
Bab 133 : Genggam Tanganku
134
Bab 134 : Hal yang Tertunda
135
Bab 135 : Melepas Rindu yang Mendayu
136
Bab 136 : Seonggok Jiwa yang Layak Bahagia.
137
All About Novel Ini
138
Novel Baru Yu Aotian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!