Hubungan Rahasia
"Tara, buka pintu!" Teriakan Roy dari luar rumah terdengar serak dan berat.
Perlahan Tara bangkit dari ranjang tidur. Sesaat ia menatap wajah polos Sania, anak Perempuannya yang baru berumur 3 tahun itu sedang tertidur dengan lelap. Dengan langkah gontai, Tara melangkah keluar kamar menuju pintu rumah nya yang terkunci rapat.
Klik...!
Tara memutar kunci pintu rumah nya.
Brak...! Bruk...!
Suara pintu didorong keras disertai tubuh Roy yang jatuh sempoyongan di dekat kaki Tara membuat Tara spontan kaget.
Tara merunduk menjulurkan tangan nya hendak membantu Roy untuk berdiri, tapi Roy menepis tangan Tara dengan kasar.
Roy berusaha bangkit sendiri dan memandang wajah Tara dengan kesal.
"Sana, ambilkan aku air putih!" perintahnya dengan nada jengkel.
Tara bergegas berlari ke dapur mengambilkan segelas air untuk suami nya. Namun, belum sempat ia memberikan, Roy sudah muncul berdiri di belakang punggung Tara sambil memeluk pinggang nya erat.
"Tara sayang, aku butuh bantuan mu. Aku kalah lagi, aku pinjam cincin yang dulu ku belikan ya," Bujuk Roy berbisik mendekatkan bibirnya di belakang telinga Tara.
Tara bergidik geli, Ia risih dengan sikap Roy. Apalagi bau alkohol yang keluar dari mulutnya tercium jelas di hidung Tara.
"Tapi mas, itu cincin pernikahan kita," jawab Tara sedih.
Ia melepaskan jemari Roy yang memeluk pinggangnya dengan hati-hati.
Roy seakan tak mau melepas pelukan nya, ia malah menyentakkan pinggang Tara hingga perut Tara tertekan.
Tara tersentak kaget, nyaris saja air dalam gelas yang ada di tangannya tumpah.
"Tara, kalau aku bilang pinjam, ya pinjam. Nanti kalau aku menang, aku akan belikan kamu perhiasan yang lebih mahal. Malah lebih mahal dari cincin itu, oke...!" ucap Roy memaksa.
Bujuk rayu Roy yang penuh paksaan membuat Tara ingin menangis.
Tara tau, semua itu bohong. Semua perhiasan dan uang tabungannya hampir ludes tak bersisa, setiap kali Roy minta paksa untuk berjudi.
"Ayo lah Tara..., Mana cincin itu...?" desak Roy tak sabar.
Jemari Roy bergerak liar, meraba jemari Tara.
Tara menyembunyikan jari manis ditangan kirinya ke balik daster yang ia pakai. Tapi Roy sudah tidak waras lagi. Dengan kasar, ia menyentak tangan Tara, hingga pergelangan tangan mungil itu terasa sakit.
"Aduh...!" jerit Tara meringis kesakitan.
Gelas air yang ia pegang ditangan kanan, akhirnya jatuh ke lantai dan pecah. Serpihan kacanya mengenai ujung jari kaki Tara. Tapi Roy seakan tak peduli dengan semua itu. Roy tetap menarik pergelangan tangan Tara, dan memaksa cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya agar terlepas.
"Jangan mas Roy, kita sudah tidak punya apa-apa lagi!" Jerit Tara memelas.
Tara memandang suami nya penuh harapan. Percuma saja, Roy seolah sudah kemasukan setan.
"Jangan banyak cincong! Kalau kaya, kita bisa beli lagi." jawab Roy seenaknya.
"Tapi mas...,Ku mohon!" ujar Tara mulai terisak.
Derai airmata tak sanggup lagi ia bendung. Tara menangis, memohon pada suami nya yang sudah gila judi itu.
Tara memegang kaki Roy kuat. Ia berharap Roy akan merasa tersentuh dan kasihan pada istrinya.
Sayang nya, itu hanya harapan kosong belaka. Roy justru marah dan mendorong tubuh Tara sekuat tenaga.
"Sekali lagi kamu bicara, ku tampar kamu!" Gertak Roy beringas.
Tara kian menangis terisak-isak. Ia menggenggam tangan nya yang sudah polos tanpa cincin melingkar di jari manisnya dengan hati teramat sakit.
Roy tersenyum puas saat cincin pernikahan itu telah berada di tangannya. Seraya melemparkan senyuman sinis, Roy pun pergi meninggalkan Tara sedang menangis tersedu, tanpa perasaan iba.
Brak...!
Lagi-lagi suara pintu dibanting terdengar keras di telinga Tara. Roy sudah keluar rumah lagi untuk pergi berjudi.
Seperti biasa, Roy takkan tidur dirumah untuk malam ini. Roy hanya akan pulang jika uang nya sudah habis.
Saat ini, tinggallah Tara dengan airmata yang tak henti mengalir di pipi nya. Ia meratapi buruk nasib nya yang telah salah memilih suami.
Disela tangis dan airmata kesedihannya yang tumpah, jemari Tara terlihat gemetar memilih serpihan kaca yang berserakan di lantai.
Otaknya terus berpikir membayangkan sikap Roy yang telah jauh berubah padanya.
Roy yang ia kenal waktu pacaran dulu adalah pria mapan yang lembut dan romantis. Roy yang punya segala kelebihan, selalu terlihat sopan, baik,dan royal pada keluarga Tara.
Tapi setelah mereka menikah, sikap Roy berubah drastis. Roy ternyata cuma pria pengangguran yang suka berjudi dan mabuk-mabukan. Sifat nya yang egois, kasar dan posesif seringkali menyakiti hati Tara. Pernikahan mereka tak pernah harmonis dan bahagia.
"Mengapa nasibku begini? Apakah kecantikan yang diberikan tuhan adalah anugrah? Ataukah suatu kesialan bagi hidupku? Aku menyesali semuanya." Rintih Tara dalam hati.
Ia seakan menyesali keputusannya yang terlalu cepat untuk bersedia menjadi istri Roy tanpa mengenali kepribadiannya.
Sekarang nasi sudah jadi bubur, semua sudah terlambat. Hidupnya hancur sudah. Apalagi ada Sania, anak perempuan Tara satu satunya.
"Haruskah aku pasrah dan menjalani penderitaan hidup seperti ini sepanjang hidupku?" Batin Tara terus berkata.
"Mama...!" teriak Sania dari dalam kamar.
Sebuah jeritan kecil menyadarkan Tara dari kesedihan panjang. Suara lembut Sania terdengar memanggil nya. Ia pun segera bangkit dengan tertatih menuju tempat sampah, membuang serpihan kaca yang terkumpul diatas sebuah kain lap.
Tubuh mungil Sania terlihat samar keluar dari pintu kamar berlari menyongsong kehadiran Tara.
"Mama, pipis...!" ucapnya manja.
Tara memeluk tubuh mungil Sania dengan penuh kasih. Ia pun membelai rambut Sania yang ikal panjang dengan lembut. Tak lupa ia menghadiahkan pipi gembul Sania dengan ciuman bertubi-tubi.
"Si cantik mama mau pipis ya? yuk, mama temani ke kamar mandi," ucap Tara lembut.
Sania mengangguk tersenyum riang. Sejenak Tara lupa dengan kejadian barusan. Senyuman Sania mampu mengobati luka hatinya.
Tak terasa malam cepat berlalu.
Tara terperanjat saat melihat jam di ponsel jadul miliknya. Pukul 7.00 pagi. Ia hampir terlambat masuk kerja. Tara buru-buru mandi dan berdandan. Ia melirik sejenak ke arah Sania yang sudah ia rapikan sedari tadi. Sania tampak asyik bermain boneka kesayangannya di ruang tamu.
"Sania, yuk, ke rumah Tante Maya yuk, Mama udah telat kerja nih." ucap Tara buru-buru.
Tangan nya bergerak cepat memasukan beberapa perlengkapan dan keperluan Sania ke dalam sebuah tas besar.
Maya adalah sahabat baik Tara dan juga tetangga sebelah rumahnya. Maya sangat menyayangi Sania.
Sania anak yang patuh dan juga akrab dengan Maya, ia tidak pernah merengek kalau ditinggal bersama Maya.
"Aku berangkat dulu ya May...!" teriak Tara, saat Sania sudah berada di pelukan Maya.
Maya mengangguk dan melambaikan tangan nya sambil menggendong Sania dengan wajah senang.
"Iya, hati hati ya...!" ucap Maya.
Dari balik pagar rumah Maya, Tara tersenyum membalas ucapan Maya. Setengah berlari, ia menuju halte bus menanti bus menuju tempat kerjanya.
Pukul 7.45, Tara telat 15 menit.
Tara menarik nafas panjang, sebelum memasuki resto tempat ia bekerja. Darahnya nyaris terhenti, tatkala Pak Iwan pemilik resto sudah berdiri menanti di depan pintu resto.
"Kamu telat lagi Tara...! Dan ini bukan yang pertama kali, tapi sudah ke 8 kali dalam satu bulan ini !" kata Pak Iwan padanya.
Tara hanya tertunduk diam, tak bisa menjawab apapun.
"Kamu masih niat kerja disini tidak...?!" bentak Pak Iwan.
Wajah Tara langsung pucat pasi mendengar bentakannya. Jantungnya seakan ingin copot.
"Masih Pak, maaf, saya tadi bangun kesiangan." jawab Tara gugup.
Pak Iwan menaruh tangan kirinya di pinggang sedangkan tangan kanannya ke atas memegangi jidat nya.
"Tara, Tara, saya tau hidup kamu susah, kalau bukan karna kasihan, sudah dari dulu kamu saya pecat!" ujar Pak Iwan kesal.
Tatapannya perlahan mulai melunak. Tara tertunduk diam berusaha menahan airmata nya. Sekali lagi kebaikan hati bosnya itu tak kan bisa ia lupakan. Beliau selalu sabar memahami segala keadaan Tara.
"Sudahlah, sana kerja!" perintah Pak Iwan pada Tara.
Tara mengangguk patuh dan bergegas menuju dapur untuk bekerja sebagai pelayan resto milik Pak Iwan.
Pelayan restoran adalah profesi yang ia jalani hampir dua tahun lebih, setelah Roy berhenti memberi Tara nafkah dan tidak mempedulikan kebutuhan istri serta anak kandungnya.
Menjelang sore.
Satu persatu pelanggan mulai meninggalkan resto tempat Tara bekerja. Ia terlihat sibuk membereskan piring-piring kotor sisa-sisa makanan di meja para pelanggan resto.
Hingga sampai di salah satu meja yang agak berada di pojokan, sebuah suara pria terdengar berat menyapa Tara.
"Tumben, kamu gak pake cincin nikah?" katanya mengejutkan Tara.
Sejenak Tara melirik jemarinya yang terlihat kosong tanpa cincin. Ia pun segera mengangkat wajahnya memandang pelanggan pria yang duduk di meja pojokan itu dengan seksama. Mata nya menyipit heran, sepertinya ia tidak mengenal pria itu.
Wajah pria itu terlihat tampan dengan sorot mata yang tajam dan alis mata yang tebal. Hidungnya terlihat mancung dihiasi bibir tipis yang tersenyum manis dengan lesung pipi yang menggoda. Dilihat dari penampilannya yang bergaya modis dan high class, Tara yakin pria itu bukan orang biasa.
"Maaf, anda tadi bicara dengan siapa?" tanya Tara sopan.
Pria itu mengerling sembari tersenyum manis kearah Tara.
"Aku bicara dengan mu, Tara Anjani." Tuturnya lagi dengan lembut.
Tara terkesiap mendengar pria itu menyebut namanya dengan lengkap.
"Anda siapa? kok bisa tau nama saya?" Tanya Tara heran bercampur kaget.
Rasa penasaran timbul di hati Tara.
Pria itu hanya tertawa lirih melihat sikap Tara.
"Kamu memang tidak sopan, pertanyaan ku dari awal belum kamu jawab, tapi kamu malah balik bertanya dengan banyak pertanyaan." jawabnya tenang.
Tara makin penasaran dengan perkataan pria itu.
"Saya rasa, anda lebih aneh dan mencurigakan. Tiba-tiba anda bertanya masalah cincin pernikahan saya. Apalagi anda bisa tahu nama lengkap saya. Padahal, saya tidak kenal dengan anda sama sekali," ujar Tara bingung.
Tara menatap pria itu dengan tatapan menyelidik.
Raut wajah pria itu sedikit berubah saat mendengar perkataan Tara. Sejenak ia menarik nafas berat, dan berdiri dari duduknya. Pria itupun melangkah menghampiri tempat Tara berdiri dan berhenti sejenak di sampingnya.
"Jika arti dari cincin nikahmu yang terlepas adalah tanda perpisahan dengan suamimu, maka bersiaplah menanti kehadiranku." ujar pria itu pelan setengah berbisik ke telinga Tara.
Tara tertegun mendengar perkataan pria itu.
Sebelum ia sadar, pria itu telah berlalu pergi meninggalkan Tara sambil menuju meja kasir.
Tara membalikan tubuhnya berniat memanggil pria itu kembali. Tara penasaran dengan apa yang pria itu ucapkan ke telinganya tadi. Namun, Pria itu telah jauh pergi menuju pintu keluar tanpa menoleh sama sekali ke belakang.
Apa mau pria itu ? Bagaimana dia bisa tau, jika Tara punya cincin nikah ?
Apakah ia berniat mencuri cincin nikah yang Tara miliki ? Apakah penjahat zaman sekarang sudah berubah rupa menjadi tampan dan perlente ? Siapa sebenarnya pria itu ?
.
.
.
Bab selanjutnya 👉
Jangan lupa LIKE kalau kamu ❤️ 👌
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
HAI HAI HAI,,, PARA READERS KU TERSAYANG.
Welcome di KARYA PERDANA KU yaaa...🤗
Sebagai author pemula, aku sangat butuh dukungan mu semua Lhoo...
Tolong bantu kasih kritik dan saran nya ya.
Dukung karya ku dengan LIKE Per BAB yang kamu baca. Jangan lompat baca nya y,, 🙏
Tinggalkan jejak mu dengan KOMENTAR,,
VOTE dan GIFT serta kasih penilaian ⭐⭐⭐⭐⭐ agar karya ku ada nilai nya 🥰
Jangan lupa ya,, 🤗
Makasih untuk semuanya ❤️❤️❤️❤️❤️😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
オーロラ79
Ada maunya aja, baru baik... cih!
2024-10-24
2
Delita bae
hebat mau 30 rb . semangat terus ya👍🙏
2024-10-29
2
larasatiayu
itu si roy kok kayaknya agak lain deh btw kata dalam hati di italic yah oh yah mau gak sih buat slg feedback pls ke mystery Billionneir Heir
2024-11-16
1