Magrib telah berlalu.
Tara sampai di pagar rumah Maya sehabis pulang kerja.
"May, Maya...,!" teriak Tara memanggil nama Maya yang langsung keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh.
"Tara, Sania ada di dalam. Badannya panas sekali. Aku sudah memberinya obat penurun panas, tapi demamnya belum juga reda." Tutur Maya tampak panik.
Tara segera berlari ke dalam rumah Maya.
Dia melihat Sania sedang terbaring lemah di atas ranjang kamar Maya. Ia pun meraba dahi Sania yang terasa panas.
"Mas Roy ada di rumahku tidak, May...?" tanya Tara pada Maya.
Wajahnya terlihat cemas.
Maya mengangguk cepat.
"Ada, dari tadi siang dia ku lihat sudah pulang. Mungkin sedang tidur. Tampangnya kusut, sepertinya kalah judi lagi." Jelas Maya sambil menatap Tara dengan perasaan iba.
Tara menarik nafas menenangkan hatinya.
"Tolong titip Sania sebentar ya May, aku mau ambil jaket untuk Sania ke rumah. Aku akan membawa Sania berobat." Ujar Tara kemudian.
Maya mengangguk dan memandang Tara yang bergegas pergi ke rumah yang ada di sebelah rumahnya.
Tara mendorong pintu rumah yang tak pernah di kunci Roy dari dalam. Suasana gelap langsung menerpa matanya. Roy pasti sedang tidur. Pikir Tara dalam hati.
Ia menyalakan saklar lampu dan berjalan menuju kamar. Roy tampak tertidur pulas sambil telungkup dengan celana pendek tanpa baju di atas ranjang kamar. Baju dan celana kotor Roy, berserakan di atas lantai.
Agak kesal, Tara merapikan pakaian yang berserakan dan mengambil jaket untuk Sania. Kemudian kembali pergi meninggalkan rumah tanpa bicara sedikitpun pada Roy.
.
.
Di malam yang gelap, menjelang isya.
Tara terlihat menunggu bus di halte dekat rumah sambil menggendong Sania dalam pelukannya.
Tubuh Sania yang terasa panas, membuat suhu malam yang dingin tak terasa di tubuh Tara.
Tara terus menunggu bus dengan raut wajah yang mulai gelisah. Sudah sekian lama, tak ada satu pun bus yang lewat.
Setelah beberapa lama waktu berlalu. Mendadak sebuah mobil sedan silver berhenti di depannya.
Seketika Tara ingat mobil sedan yang tadi pagi parkir di halte bus. Sepertinya itu mobil sedan yang sama sore tadi keluar dari parkiran resto.
Tara menatap kearah mobil itu dengan tajam. Ia mulai waspada, mobil itu tampak mencurigakan. Andai ada yang berniat jahat, ia sudah bersiap-siap untuk berteriak minta tolong.
Tiba-tiba kaca mobil itu terbuka, seraut wajah yang sudah ia kenal, terlihat muncul dari balik kaca mobil.
"Arya...?!" Tara menyebut nama pria itu seolah tak percaya.
Ada rasa senang kala mengetahui si pemilik mobil itu. Namun mengingat sikap Arya yang genit, Tara menjadi canggung.
"Kenapa kamu disini? Sudah larut malam. Apalagi bawa-bawa Sania keluar rumah?!" teriak Arya dari atas mobil.
Tara terkejut mendengar pertanyaannya.
"Aku, Aku mau bawa Sania berobat ke klinik. Sania badannya panas." Tara menjawab pertanyaan Arya dengan gugup.
Sebenarnya Tara tak mau jujur, tapi naluri keibuannya tak bisa menolak. Tara pasrah dan berharap, siapapun mau membantunya untuk saat ini. Meskipun Arya orangnya. Itu tak masalah, asalkan Sania bisa di obati secepatnya.
Arya buru-buru turun dari mobilnya saat mendengar perkataan Tara.
"Ayo, ku antar ke klinik dekat sini!" kata Arya seraya merebut Sania yang tertidur pulas di pangkuan Tara.
Arya langsung membuka pintu belakang dan menidurkan Sania dengan pelan dan hati-hati ke atas jok mobil. Tak lupa ia memberi alas kepala Sania dengan sebuah jaket kulit yang ada dalam mobil. Arya menutup pintu mobil belakang dengan perlahan. Ia pun membukakan pintu mobil depannya untuk Tara.
"Masuklah!" perintahnya singkat.
Tanpa pikir panjang, Tara pun segera masuk ke dalam mobil milik Arya.
Arya mengendarai mobilnya dengan pelan. Seolah menjaga Sania agar tidak terbangun dari tidurnya.
"Maaf, aku membuatmu repot." Ucap Tara disela keheningan yang menyelimuti perjalanan menuju klinik.
Arya tersenyum tipis.
"Sudah semestinya. Jika tak ada Roy, pasti aku yang harus menjaga Sania." Sahut Arya lirih.
Tara menatap wajah pria itu bingung.
"Apa maksudmu?" Tara merasa penasaran.
"Genitnya pasti kumat lagi." Pikir Tara sebal.
Arya tak menjawab pertanyaan Tara, ia hanya tersenyum manis.
"Tuh kan, bercanda lagi. Hhh...," Tara menahan rasa kesal dalam hati.
Tak lama kemudian, mobil Arya memasuki sebuah klinik yang cukup ternama di kota itu.
"Klinik ini mahal, mungkin kita harus mencari klinik yang lebih murah." Ujar Tara agak minder.
Arya seolah tak mendengar perkataan Tara. Ia pun turun dari mobilnya, dan membukakan pintu mobil untuk Tara.
"Kita sudah sampai di klinik milik Pamanku. Masalah biaya jangan takut, klinik ini juga milikmu dan Sania." Ujar Arya enteng.
Tara benar-benar tak habis pikir dengan setiap ucapan Arya. Setiap kali ia bicara, terdengar seperti rayuan gombal dan lelucon yang tak lucu sama sekali.
Tara tak mau ambil pusing dengan perkataan Arya. Saat ini keadaan Sania lebih penting.
Arya buru-buru membukakan pintu mobil bagian belakang dan menggendong Sania dengan hati hati.
"Bantu aku menutup pintu mobil dan menguncinya. Aku akan menggendong Sania ke ruang IGD!" perintah Arya.
Tara bagai kerbau yang di cocok hidungnya. Dia terlihat patuh mengikuti kata-kata Arya dan mengikutinya dari belakang.
.
.
"Tidak apa-apa, dia hanya demam biasa. Cukup beri dia obat pereda panas yang saya tuliskan di resep ini. Mudah-mudahan dia akan sembuh dalam tiga hari." Kata Dokter yang memeriksa kondisi Sania, menyerahkan resep kepada Arya.
"Sana, kamu ambil obatnya ke lobi, cepat!!" perintah Dokter itu seenaknya pada Arya.
Arya terlihat patuh, mengikuti perintah si Dokter dan bergegas pergi.
Sesaat setelah Arya pergi.
Dokter itu menatap Tara lama. Beliau tampak menarik nafas panjang saat memandang wajah Tara dan Sania bergantian.
Wajahnya sudah terlihat tua dengan uban yang menutupi kepalanya. Kemudian ia menaruh kacamatanya dimeja dan berbicara pada Tara.
"Suamimu kemana?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.
Tara menatap wajah tua sang dokter sambil tersenyum pahit.
"Dia tidak bisa ikut Dok, mungkin dia lelah karna bekerja seharian." Kesedihan meliputi wajah Tara seketika itu juga.
Bibirnya seakan berat untuk berbohong. Namun Tara terpaksa, karna tak perlu ada orang yang tau apa yang ia rasakan saat ini. Apalagi, Dokter tua itu bukan siapa-siapa.
Dia belum tentu mengenal suami Tara. Tak seperti Arya yang sok tau itu. "Tak mungkin, paman dan ponakan punya pikiran yang sama." Pikir Tara dalam hati.
"Pak Dokter, apa benar bapak ini pamannya Arya?" tanya Tara penasaran.
Tiba-tiba rasa ingin tau Tara muncul lagi.
Dokter tua itu mengangguk cepat tanpa ragu.
"Iya, Aku Adrian Kusuma. Arya adalah anak angkatku. Dari kecil ia ku besarkan hingga dewasa. Tapi lihatlah sekarang, dia tak mau lagi memanggilku ayah. Ia malah memanggilku Paman. He,he,he..." Tutur Dokter tua itu tertawa hambar.
Tara tercengang. Tak di sangka, Arya benar-benar membawa Tara ke klinik keluarganya.
"Namamu Tara bukan? Bapak harap kamu tetap sabar dan tabah dalam menghadapi segala masalah. Bapak tahu, kamu istri yang baik. Jagalah anakmu baik-baik. Cuma itu yang bisa Bapak pesankan padamu." Ujar Pak Dokter itu penuh perhatian.
Pesan Dokter tua itu membuat Tara terdiam. Dia seolah bertemu keluarga psikiater. Anak dan Bapak atau yang disebut Arya pamannya, seolah sangat memahami keadaan Tara.
Rasanya, ia tak ingin ber lama-lama di klinik ini. Tara seolah tak punya rahasia di mata mereka.
"Iya Dok, makasih banyak atas sarannya. Kalau boleh, saya permisi dulu. Terimakasih banyak karna sudah membantu mengobati Sania anak saya." Ucap Tara seraya berdiri memberi hormat.
Dokter Adrian hanya menganggukkan kepalanya dan ikut mengantarkan Tara keluar klinik.
"Arya! Antarkan mereka pulang sampai kerumahnya!" perintah Dokter Adrian pada Arya yang baru saja muncul sambil menenteng kantong obat di tangannya.
Arya tersenyum pada si Dokter tua sambil mengangkat tangan kanannya layaknya memberi hormat.
"Siap, komandan!" sahut Arya bercanda.
Dokter Adrian tertawa senang melihat kelakuan Arya.
Tara pun sedikit geli melihat tingkah laku Arya pada Dokter Adrian.
Ternyata, Arya adalah pria yang humoris dan hangat dalam keluarganya. Pantas saja ia cepat akrab dengan siapapun yang baru ia kenal.
Meskipun di mata Tara, Arya terlihat genit, sepertinya Arya anak yang baik. Kasihan, dia cuma anak angkat. Lalu Siapa, dan dimana kedua orang tua Arya? Apa Arya anak yatim piatu? Sejenak Tara tercenung.
"Hei! Kenapa melamun?" tanya Arya saat mobilnya melaju pelan meninggalkan klinik.
"Tidak, aku cuma heran. Kenapa kamu dan Pamanmu itu kelakuannya bisa sama ya?" celetuk Tara.
Arya tersenyum simpul.
"Sama bagaimana?" tanyanya sambil tetap fokus mengendarai mobil.
"Sok taju dengan kehidupan orang lain." Sindir Tara sambil mencibirkan bibirnya.
Arya tersenyum nyengir.
"Hehehe...o, itu..., memang tahu kok, kamu saja yang tak pernah tahu dan mau tahu." Jawab Arya seolah berbalik menyerang Tara dengan kalimat yang mirip namun berbeda makna.
"Sudahlah, aku malas bicara sama kamu. Jangan buat aku bingung kenapa? Sebenarnya kamu itu siapa sih?" desak Tara makin penasaran dan mulai tak sabaran.
Suaranya yang terdengar sedikit ngotot dan keras seketika mengagetkan Arya.
Arya buru-buru menghentikan mobilnya ke pinggir jalan yang terlihat tidak terlalu ramai. Ia pun menoleh sejenak kearah jok mobil belakang dimana Sania sedang tertidur dengan pulas.
"Sst... Apa kamu harus bicara sekeras itu? Sania bisa bangun, tahu!" Arya menegur Tara yang terdengar berisik.
Arya memperlakukan Sania seolah anaknya sendiri.
Tara sejenak bungkam. Sadar, bahwa ada Sania yang terbaring sakit bersama mereka berdua di dalam mobil.
"Kamu dengar aku baik-baik ya... Aku ini, Arya Pra-tama. Pria yang paling menyesali keputusanmu menikahi lelaki bernama Roylando sejak empat tahun yang lalu, ok!" kata Arya menjelaskan dengan tegas.
Kalimat yang meluncur dari bibir Arya bagai petir yang menyambar di telinga Tara. ia seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Ternyata Arya mengenalnya sejak empat tahun yang lalu. Kenapa ia tak pernah tahu? Tara menatap wajah Arya lekat-lekat. Seolah mencari kejujuran di matanya. Mata itu tidak bohong. Mata itu menatapnya nanar, ada kecewa yang terpancar dalam pandangan mata Arya.
"Kenapa? bagaimana bisa, aku, aku tak pernah mengenalmu sama sekali." Ucap Tara terbata-bata.
Arya perlahan menghembuskan nafas berat dan mendekati Tara. Sejenak jemarinya yang hangat membelai wajah dan menyentuh dagu Tara lembut.
Jantung Tara seakan berhenti berdetak. Rasanya, Tara ingin menepiskan tangan pria itu dari wajahnya. Tapi kekuatan nya seolah sirna, Tara tak berdaya.
"Waktu pertama kali melihatmu, kamu begitu cantik Tara. Mereka semua berebutan, dan bertaruh untuk memilikimu. Aku tak punya keberanian untuk mendekatimu. Saat itu, aku sadar diri, aku bukan siapa-siapa. Aku bukan anak orang kaya seperti Roy, dan mereka-mereka yang memperebutkan mu. Aku hanya anak pungut. Anak yatim piatu yang di angkat menjadi anak oleh orang kaya seperti Dokter Adrian." Tutur Arya sedih.
Penjelasan Arya membuat Tara tertegun.
Apa yang menjadi pertanyaan dalam otaknya selama ini terjawab sedikit demi sedikit. Pria misterius, Arya Pratama ternyata adalah pengagum rahasianya.
Jemari Arya perlahan mengusap bibir Tara dengan lembut. Sinar mata nya yang redup, seolah menunjukan betapa ia memendam perasaan cinta yang teramat dalam untuk Tara.
Tubuh Tara seakan bergetar hebat. Sentuhan lembut tangan Arya di wajahnya serta tatapan matanya, memberikan rasa yang berbeda di bandingkan saat Roy menyentuhnya.
"Dulu, setiap kali ku coba untuk mendekatimu, Aku selalu tak bisa. Aku sudah berulang kali mencoba mencuri perhatianmu, namun, kamu tak pernah melirikku. Aku sangat berharap, waktu itu kamu tak'kan jatuh dalam pelukan Roy. Aku sangat mengenal pribadi Roy dan semua kebiasaan buruknya. Tapi sayang, dulu kamu tak ada bedanya dengan perempuan lain. Kamu menyukai pria kaya seperti Roy. Kamu tergila-gila dengan kemewahan yang selalu di suguhkan Roy kepadamu." Keluh Arya seakan menyesali sikap Tara di masa lalu.
Arya tampak menahan kesedihan hatinya dengan mengembangkan senyuman pahit di bibirnya.
Kata-kata Arya teramat menyayat hati. Ada kelukaan dan kepedihan yang Tara rasakan dalam setiap kalimat yang di ucap kan Arya padanya.
Arya benar, Tara memilih Roy karna merasa Roy berasal dari keluarga kaya dan sudah mapan. Ia pikir hidupnya akan lebih baik jika hidup bersama Roy. Tapi kenyataannya, justru hancur berantakan.
"Kamu benar, aku telah salah memilih Roy sebagai pendamping hidupku. Aku menyesali pilihanku. Aku rasa, aku juga tak perlu minta maaf padamu, hanya karna tak memperhatikan kehadiranmu selama ini. Anggap saja kita impas. Sekarang kamu bahagia kan? Hidupku tak seindah yang kamu bayangkan. Aku sudah terpuruk dan hancur berantakan karena Roy." Ujar Tara pilu.
Dadanya terasa sakit dan perih. Kalimat yang terucap di bibirnya terasa sembilu yang menorehkan luka di hatinya.
Arya merengkuh tubuh Tara dan menyandarkan kepala Tara kedalam dada bidangnya.
Ada kehangatan yang berbeda merasuki Tara saat Arya memeluk tubuhnya erat.
"Aku tidak bahagia Tara. Hatiku justru sangat terluka. Aku tak sanggup melihat kamu menangis dan menderita sepanjang hidupmu." Ucap Arya dengan nada serak.
Ucapan Arya yang terdengar tulus membuat Tara tak sanggup menahan tangis. Ia pun menangis dalam pelukan Arya.
Ya tuhan, siapa sebenarnya pria ini? Kenapa baru sekarang mereka dipertemukan? Seperti inikah pria yang pernah ia abaikan secara tak sengaja? Betapa hatinya telah di butakan oleh harta dan kemewahan.
Kenapa Tara tak pernah bisa melihat permata yang tersembunyi di balik batu hitam?Andai dulu Arya hadir memenuhi hari-harinya, seperti apakah jalan hidupnya saat ini? Batin Tara berkata dalam hati penuh kesedihan dan penyesalan.
"Lebih baik aku segera mengantarmu pulang. Aku tak ingin, Roy marah-marah karna kehilangan kamu dan Sania." Kata Arya setelah keadaan mereka berdua terlihat tenang.
Tara mengangguk mengiyakan mengikuti perkataan Arya yang ada benarnya.
Roy memang angin-anginan. Tara takut Roy akan cari masalah dengannya jika ia terlambat pulang.
Apalagi Roy pasti tak tahu kalau anaknya Sania sedang sakit.
.
.
.
BERSAMBUNG
Harap sediakan tisu kalau baca ya,,
Kalau kurang sedih, kasih kritik dan saran, biar kita bikin lebih sedih lagi. 😪😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Mr.Arez-Jr
oh, begitu ya cerita nya
2024-11-22
1
Caca
yang penting bisa cepet di bawa ke klinik kan😁
2024-12-10
0
Afriyeni Official
mksh udah mampir🙏
2024-12-02
0